"Bagaimana?" Hening di antara kami. "Cinta ...." Hanya lirih, tapi membuatku tersentak kaget. "Eh, ump ... gimana, ya?" Aku menggaruk rambut. Lalu menggigit bibir. Ini kebiasaan kalau sedang gugup, amat sulit dihilangkan. Keheningan ini, terus saja membuat dadaku berdebar tak karuan, sungguh bingung mau bilang apa. Kembali aku menggaruk rambut. Berdiri berhadapan dengan jarak yang begitu dekat, membicarakan sesuatu yang serius pula, membuatku amat tidak nyaman. "Aku bertanya padamu." Tatapannya begitu lekat ke wajahku, tangannya menyentuh tempurung kelapa dengan akar mengelilinginya. Satu tangannya lagi masih menggenggam pisau tajam. "Ummp ... aku ... aku gak mungkin menikah dengan lelaki yang gak kukenal, Mas." Akhirnya ucapan itu meluncur juga, sedikit membuatku lega walau belum sep