Ucapan Mohan sejenak membuat Fabian terdiam, butuh beberapa saat untuknya mempertimbangkan fakta itu. Fakta yang memang berkali-kali sang papa sampaikan padanya demi membuat pria itu terhindar dari tipu daya seorang wanita.
Dan selama ini dia setuju akan hal itu, sama sekali Fabian tidak menentang. Akan tetapi, berbeda dengan kali ini pria itu justru bersikeras mempertahankan opininya.
"Tidak, aku yakin kali ini berbeda ... mana mungkin sengaja direkayasa? Kalau memang benar gadis itu berniat menjebakku, dia tidak mungkin pergi tanpa sempat mengatakan apapun padaku lebih dulu.“ Begitu ucap Fabian dan dia yakin betul bahwa dugaan Mohan salah.
Berkali-kali dia berpikir keras, rasanya tidak mungkin seseorang yang berencana untuk menjebaknya justru pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.
“Minimal, gadis itu akan meminta kompensasi atas apa yang dia alami,” tambah Fabian lagi.
Sekeras itu dia meyakini dugaannya bahwa gadis itu tidak sejahat yang Mohan kira. Dan, hal itu seketika membuat Mohan berpikir bahwa Fabian sebenarnya telah jatuh ke dalam jebakan yang telah dibuat wanita itu secara sengaja.
“Ya, Tuhan, Pak Bian.“ Pria itu menarik napas panjang sebelum kemudian dia embuskan perlahan. "Hati Anda terlalu naif, terlalu polos sampai tidak bisa berpikir jernih ... seseorang yang tahu siapa Anda jelas akan melakukan hal sama, dibanding meminta kompensasi setelah tidur bersama Anda, tentu saja mereka akan lebih baik memeras Anda dengan nominal yang berpuluh kali lipat jumlahnya.”
"Maksudnya bagaimana?“ Fabian bertanya dengan polosnya, dia meminta penjelasan lebih lanjut dari Mohan segera.
Dengan penuh kesabaran walau sebenarnya dia ingin menghantam kepala Fabian dengan bogem mentah karena masuk kaum loading lama, Mohan memberikan penjelasan lebih detail padanya.
"Begini, Bos ... sebagaimana berita yang beredar di masyarakat, seorang wanita penghibur tiba-tiba menuntut tanggung jawab dari seorang pejabat yang pernah menidurinya dan dari kasus ini, kita bisa memetik pelajaran bahwa wanita nakal punya banyak akal untuk menjebak para pria kaya demi membuat kehidupannya sejahtera.” Panjang lebar Mohan bicara, dia berusaha agar bosnya ini tidak terperangkap dalam jebakan kaum Hawa yang memang tidak bisa diduga-duga.
Tak segera menjawab, Fabian yang masih denial dan menolak fakta itu justru mengabaikan ucapan Mohan sekalipun bisa jadi benar.
“Ah pikiranmu terlalu jauh, terlalu buruk sangka juga ... sudah kukatakan tampangnya terlihat baik dan tidak seperti pel4cur dengan jam terbang tinggi," timpal Fabian tetap keras hati, sama sekali tidak ada prasangka buruk yang terbesit dalam benak Fabian saat ini.
Mohan menggigit bibir, dia hendak menyerah karena bosnya makin keras kepala. Ingin rasanya dia kembali menanggapi opini Fabian dan lanjut berdebat, akan tetapi dia tahu betul bahwa hal itu percuma hingga Mohan memilih untuk menayangkan hal lain saja.
“Lantas kalau bukan seperti itu, dugaan Anda sendiri bagaimana? Apa menurut Anda gadis itu salah kamar dan secara tidak sengaja menghabiskan malam bersama Anda?” Mohan menerka isi pikiran Fabian dan tampaknya tepat.
Fabian mengangguk mantap, sama sekali tidak terbantah. “Tepat!! Itu yang aku pikirkan dan menurutku paling masuk akal!!”
Seyakin itu dirinya, hingga Mohan yang mendengar lagi dan lagi hanya bisa mengusap wajahnya kasar.
Ingin sekali Mohan memakinya, tapi apa hendak dikata? Dia cukup.tahu diri dan sadar akan posisi bahwa dirinya bukan siapa-siapa di mata Fabian.
“Baiklah, jika benar itu yang Anda pikirkan ... sekarang, apa yang harus saya lakukan?” Tanpa menunggu diperintah dan tidak perlu panjang lebar berdebat melawan keras kepalanya Fabian, Mohan segera menawarkan diri untuk melakukan perintah bosnya.
“Sederhana saja, cari gadis itu dan bawa ke hadapanku segera.”
“Cari?” Mohan memastikan, bibirnya spontan melontarkan pertanyaan semacam itu hingga membuat Fabian perlahan mulai murka.
“Iya, kenapa kau masih terus bertanya?”
“Ah maaf, Bos.“ Bergegas Mohan bermaksud untuk pergi, meninggalkan Fabian di ruangannya demi melakukan misi menyebalkan yang Mohan pastikan akan menyita waktu dan energi.
Selang beberapa saat, Mohan justru kembali untuk menanyakan sesuatu sebelum benar-benar berlalu.
"Apa lagi? Perintahku kurang jelas?” tanya Fabian sembari menatap Mohan tak suka lantaran dia nilai tidak dapat diandalkan dalam keadaan segenting ini.
“Ehm anu, Bos ... sebelumnya saya lupa dan butuh petunjuk.”
“Petunjuk? Petunjuk apa?” Fabian bertanya dengan nada tinggi, tidak ada toleransi sama sekali padahal dia yang butuh bantuan di sini.
”Petunjuk terkait gadis yang Anda maksud, sebutkan ciri-cirinya agar saya bisa menemukannya dengan mudah?”
Mata Fabian memicing seketika, dia seolah mencerna kecerdasan Mohan yang mendadak menurun tanpa terduga.
"Kau ini bodoh atau bagaimana?”
“Heum?”
“Kau tidak perlu banyak tanya tentang ciri-ciri atau semacamnya, cukup selidiki lewat CCTV dan tanya kepada staf hotel terkait gadis yang masuk ke kamarku saja ... setelah berhasil kau dapatkan, bawa gadis itu ke hadapanku, mudah bukan?”
Panjang lebar Fabian menjelaskan, dia terdengar cukup cerdas dalam memikirkan apa yang harus dilakukan.
Sayangnya, pria itu memang pemalas dan lebih memilih memerintah tanpa kemauan untuk bergerak sendiri.
Kendati demikian, meski Fabian sudah menjelaskan panjang lebar, nyatanya tidak membuat Mohan segera bertindak.
Pria itu kembali berbalik untuk melontarkan pertanyaan baru dan menguji kesabaran Fabian.
“Apa tidak sebaiknya tunggu beberapa waktu lagi? Saya pikir tindakan Anda untuk mencari gadis itu terlalu buru-buru,” ucap Mohan masih saja berusaha menghalangi keputusan Fabian yang ingin menebus rasa bersalahnya pada gadis itu.
“Maksudmu?”
“Begini, kalaupun benar gadis itu bukan bermaksud menjebak Anda seperti dugaan saya, maka alangkah baiknya tunggu dia pasti hamil anak An-”
“Sebentar ....” Fabian menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian dia lanjut bicara. “Tolong jangan membuatku marah, hamil atau tidak hamil gadis itu tetap tanggung jawabku, Mohan.”
.
.
- To Be Continued -