Revan membereskan pakaiannya kedalam koper besar yang akan dia bawa ke rumah kakaknya di solo. Setelah mempacking semua barang yang dia butuhkan Revan mengecek pekerjaannya sekali lagi. Ia melihat jam di layar ponselnya, pesawatnya akan berangkat 3 jam lagi.
Revan bergegas bangun dari sofa, mengecek sekali lagi barang bawaanya. Setelah meresa yakin tidak ada yang tertinggal Revan segera keluar dari apartemennya menuju bandara. Perjalanan menuju bandara sedikit lebih lama karena ada perbaikan jalan sehingga mobil yang membawa Revan harus jalan memutar.
Setibanya di bandara, Revan segera check-in dan menunggu pesawatnya di ruang tunggu. Hari ini terlalu banyak penumpang, mungkin karena bukan musim liburan.
Suara panggilan kepada penumpang pesawat menuju Solo terdengar, Reva bangun dari duduknya dan berjalan menuju gate pesawat yang akan membawanya.
Dua jam perjalanan dari Jakarta ke Solo, akhirnya ia tiba juga di kota yang di tinggali oleh Kakak perempuannya. Saat ia keluar dari gate kedatangan Revan sudah di jemput oleh Kakaknya.
Revan tersenyum melihat sosok Nisa yang sudah menunggunya di luar pintu kedatangan domestik ia langsung berjalan cepat kearah Kakaknya sudah menunggu.
Nisa yang melihat kedatangan adik semata wayangnya itu langsung tersenyum lebar dan berlari untuk memeluk adiknya itu. Revan yang melihat tingkah kakanya itu hanya bisa terkekeh geli.
"Hati-hati dong mbak. Udah tau lagi hamil juga." tegur Revan saat membalas pelukan Kakak perempuannya.
"Kangen tau! Lagian kamu itu jarang banget jenguk kesini." kata Nisa sambil melepaskan pelukan mereka.
Tidak mau berlama-lama di sana mereka berdua segera menuju ke mobil yang sudah menunggu mereka untuk pulang ke rumah Nisa.
"Rio mana? Aku bawa banyak oleh-oleh nih buat dia."
"Masih di sekolah lah. Ngomong-ngomong kamu udah punya pacar sekarang?" tanya nita penasaran. Sejak bertemu Aliya, Nisa sudah bertekad untuk mendekatkan mereka kembali. Yang pertama harus ia lakukan sekarang adalah memastikan jika adiknya ini belum memiliki kekasih.
Revan melirik judes ke arah kakanya itu buset, baru juga adiknya ini dateng udah di introgasi aja.
"Aku baru dateng loh, kok udah di tanyain gitu?" tanya Revan berusaha untuk tidak acuh.
Nisa memutar matanya jengah "Udah sih jawab aja."
Revan menghembuskan napasnya pelan. "Belum lah mbak, tahu sendiri kan sampai sekarang aku masih nyari dia." ujar Revan sambil menyandarkan kepalanya ke jendela mobil.
Jujur saja sebenarnya Nisa ingin sekali mengatakan dia tahu di mana Aliya sekarang, tapi Nisa sudah berjanji untuk merahasiakannya dari Revan.
Aliya bilang dia masih belum berani menemui Revan. Di satu sisi Nisa benar-benar merasa kasihan pada adiknya, Nisa tahu benar bagaimana menyesalnya Revan dengan apa yang di lakukannya dulu.
Namun di sisi lain sebagai sesama wanita dia juga memahami Aliya. Mungkin dia akan berbuat hal yang sama jika itu terjadi padanya.
Setelah sampai di rumah kakaknya, Revan langsung mandi dan tidur. Walaupun penerbangan hanya memakan waktu sebentar tetap saja Revan merasa lelah.
***
Entah suda berapa lama revan tertidur, tiba-tiba Revan merasa pipinya di tampar. Walaupun tidak keras tetapi tetap saja sakit, dan juga tentu saja mengganggu tidurnya. Dengan enggan Revan membuka matanya yang masih mengantuk dan pria itu melihat keponakannya sedang menampar-nampar pipinya, "Om Revan bangun!" teriak bocah itu yang saat ini berumur 7 tahun.
Revan mengerang, ia membenamkan kepalanya di bawah bantal, tapi itu tidak menghentikan keponakannya itu untuk membangungkanya. Revan mengerang kesal, "Apa sih, Yo? Om masih ngantuk niihhh."
"kata Mamah bangun Om! Udah sore tau." Revan meraba-raba nakas yang ada di samping tempat tidur, mengambil ponselnya dan melihat jam yang sudah menunjukan pukul 5 sore.
Revan menghela napas sebelum bangun dari tidurnya, kenapa waktu begitu cepat berlalu saat tidurnya sedang nyenyak. Revan yang masih mengumpulkan nyawanya merasa kaosnya di tarik oleh keponakannya itu, "Kata Mamah, Om bawa oleh-oleh banyak buat Rio. Mana?" Revan mendengus kecil, ia tersenyum sambil mengacak sayang rambut keponakannya itu.
"Tunggu gih di ruang tamu, nanti Om bawain. Om mau mandi dulu."
Rio mengangguk dan segera berlari keluar dari kamarnya. Selesai mandi dan memakai pakaian bersih, Revan segera membawa satu koper kecil khusus oleh-oleh yang sengaja ia bawa untuk kakak dan keponakannya itu turun ke bawah, tempat Nisa menemani Rio bermain atau sekedar menemani bocah itu belajar.
Rio yang melihat Revan turun dengan koper kecil, langsung berlari menghampiri Revan. Rio benar-benar senang melihat banyak mainan yang di bawa oleh Revan, bahkan Revan juga membawakan beberapa baju hamil untuk kakaknya.
"Kamu bawain baju buat mbak juga?" tanya Nisa sambil melihat baju-baju hamil yang di bawa Revan. Revan mengangguk, "Habis mbak pasti ngambek kalau aku cuma bawa mainan untuk Rio."
Nisa mendengus kesal. Begitu Rio mendapatkan mainannya, Nisa menyuruh Rio mandi, sedangkan Nisa menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga.
Sambil menikmati makan malam, Rio tidak henti-hentinya bercerita mengenai harinya di sekolahnya. Revan hanya mendengarkan sambil sesekali tertawa melihat kedekatan kakak dan keponakannya itu.
Nisa menatap adiknya, menimbang apakah dia akan memberi tahu Revan atau tidak. Pasalnya tadi Aliya baru saja chat Nisa, Aliya mengundang Nisa lebih tepatnya mengundang Rio untuk datang ke ulang tahun Arisa besok.
"Oh iya Van, besok tolong anter aku ke rumah temen ya? Besok ada acara ulang tahun temennya Rio."
Revan menatap Kakaknya sambil mengunyah ayam goreng, "Ulang tahun temen sekolahnya Rio? Boleh aja sih. Siapa?"
Nisa menggeleng kepalanya, "Bukan temen sekolahnya Rio, tapi temen mainnya."
Revan menganggukan kepalanya,, ia meneguk air putihnya sebelum lanjut bertanya. "Ohh, siapa?"
Nisa menghembuskan nafasnya dan berkata. "Arisa, anaknya Aliya."
Revan yang sedang minum langsung tersedak dan otomotasi langsung terbatuk. Nisa mendekat kearah dan menepuk punggung Revan, "Pelan-pelan dong Van."
Setelah batuknya reda Revan langsung menatap kakanya tajam. Ia ingin memastikan pendengarannya. "Tadi mbak bilang apa? Anaknya Aliya? Aliyanya aku?"
Nisa menganggukan kepalanya, setelah tadi ia berdebat dengan dirinya sendiri akhirnya Nisa memutuskan memberi tahu Revan.
"Iya, Aliyanya kamu. Yang selama ini kamu cari-cari. Besok anaknya ulang tahun -"
Revan bahkan sudah tidak lagi mendengar perkataan kakaknya itu. Pikirannya sudah di penuhi oleh Aliya, pencariannya selama ini akan membuahkan hasil.
Ada rasa bahagia di sana tapi tiba-tiba dia ingat apa yang di katakan kakaknya, anak Aliya. Aliya memiliki anak? Apa Aliya sudah menikah lagi? Ataukah mungkin itu anaknya??
"Van? Kamu denger gak sih?" Nisa menepuk pundak Revan keras.
Revan berdeham, ia memutar badannya mengadap Nisa. "Yang mbak omongin tadi benerkan? Terus apa maksud mbak dengan Aliya yang sudah memiliki anak? Apa... Apa Aliya sudah menikah lagi?"
Nisa menatap Revan, "Kamu yang harus cari tahu sendiri." ujarnya sebelum mengambil piring bekas makan malam mereka dan meninggalkan Revan seorang diri.
***