Episode 2

1251 Words
Episode 2 #Struggle_and_Love Wanita untuk kakak. Pukul 10 malam saat Lando dan Luna tiba di rumah. Ibu mereka tengah menunggu dengan gelisah. Saat melihat kedua anaknya, sang ibu baru bisa bernapas lega. "Kau tidak berbuat macam-macam pada Luna kan Lando?" Cecar ibu Lando saat Luna sudah masuk ke dalam kamarnya. "Mama menghawatirkan apa sih? Aku dan Luna itu sudah dewasa Ma, kalaupun kami berbuat macam-macam, tidak ada yang salah untuk itu." Jawab Lando santai. Ibunya berteriak marah. "Jangan gila Lando. Dia itu adikmu, camkan itu." "Kalau-kalau mama lupa, aku dan Luna itu saudara tidak satu ayah dan tidak satu ibu. Jadi jangan salahkan aku kalau punya perasaan lebih pada Luna." Balas Lando makin berani. "Kau!? Beraninya kau bicara seperti itu pada ibumu Lando!" Lando yang enggan berdebat dengan ibunya, memilih meninggalkan wanita itu ke kamar. Di dalam kamar, Lando kembali mengingat ciumannya dan Luna beberapa saat lalu. Senyumnya tiba-tiba merekah. Lando yakin, Luna juga punya perasaan yang sama seperti dirinya. Sementara itu, Luna yang tidak sengaja mendengar pertengkaran Lando dan ibunya, merasa bersalah karena sudah melakukan hal yang tidak-tidak bersama Lando. Seketika pikirannya menepis bayangan ciuman pertama mereka yang begitu manis. "Ah seharusnya aku menggeleng dan tidak membiarkan kakak mencium bibirku. Kalau sudah terlanjur begini, aku harus bersikap seperti apa di hadapan kakak? Lalu bagaimana perasaan mama jika dia mengetahuinya?" Luna bermonolog sendiri sambil mondar-mandir di dalam kamar. Sesaat lalu dia berniat tidur, tapi setelah mendengar perdebatan ibu dan kakaknya, Luna malah kehilangan kantuk. "Apa yang harus ku lakukan?" Tanya Luna pada dirinya sendiri. Saat sibuk berpikir, pintu kamar Luna di ketuk dengan pelan. Dengan takut-takut, Luna membuka pintu. Dia yakin, yang datang pastilah ibunya. "Kakak?" Ucap Luna saat menyadari bukan ibu yang datang ke kamarnya tengah malam begini. Lando mendorong pintu yang hanya di buka separuh oleh Luna. Luna sebenarnya tidak mau Lando masuk, tapi laki-laki itu tetap memaksa. Jika ibunya melihat, maka dia dan Lando pasti dimarah habis-habisan. "Apa yang kakak lakukan? Mama bisa saja melihat kakak dan salah paham." Ujar Luna panik Lando tak menanggapi. Dengan santai laki-laki itu duduk di tempat tidur dan meminta Luna mendekat. Awalnya Luna menolak, tapi dengan mengancam akan membuat keributan, akhirnya Lando berhasil membuat Luna duduk di sebelahnya. "Kau takut? Apa yang kau takutkan Luna?" Tanya Lando pelan. Luna menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku merasa bersalah pada mama, kak. Apa yang kita lakukan tadi, tidak seharusnya terjadi." Sesal Luna. "Aku sama sekali tidak menyesal Luna. Bagiku kau itu wanita, hanya wanita, bukan adikku. Persetan dengan pernikahan mamaku dan papamu. Bagiku kita tetaplah orang asing." Ujar Lando. "Tapi kak kita tidak bisa memungkiri pernikahan mereka 10 tahun yang lalu. Pernikahan itu nyata. Pernikahan merekalah yang menjadikan kita saudara." Bela Luna. "Tidak bagiku Luna. Sampai kapanpun kau bukan adikku, bukan saudaraku." Ucap Lando tegas. "Kakak menyukaiku?" Tanya Luna serius. Lando mengangguk mantap. "Tapi aku tidak menyukai kakak dalam artian lebih kak." Jujur Luna. Lando tampak mengernyitkan dahinya. "Lalu kenapa kau membiarkanku mencium bibirmu?" Tanya Lando. "Itu itu... Ah sudahlah kakak tidak akan mengerti." Luna tampak bingung menjelaskan alasannya. "Lalu buat aku mengerti Luna, gampang kan?" Lando meraih jemari Luna sembari mengatakan hal itu. "Aku hanya ingin tau apa rasanya kak. Hanya itu." Jawab Luna jujur. Seketika tawa Lando pecah. Luna benar-benar lugu. Dia juga lucu. Untuk itulah Lando menyukainya meski usia mereka terpaut 10 tahun. "Apa sekarang kau tidak penasaran lagi?" Tanya Lando menggoda. Luna langsung menggeleng dengan wajah merah padam. "Sebaiknya kakak kembali ke kamar. Aku tidak mau mama melihat kakak disini dan jadi salah paham." "Mama tidak akan salah paham Luna. Dia tau aku menyukaimu. Hanya saja, mama tidak setuju dan tidak akan pernah merestui." Ujar Lando sedih. "Kakak mengetahui itu dengan pasti. Jadi mulai sekarang, lupakan soal perasaan kakak padaku dan carilah wanita yang lebih pantas." Putus Luna pada akhirnya. "Ah kau menggemaskan sekali sih." Lando langsung mengalihkan pembicaraan dan menarik Luna dalam pelukannya. "Kakak lepas ah. Kan tadi aku sudah bilang kalau mau dekat-dekat....." "Harus beritahu dulu. Begitu kan? Tapi itu sama sekali tidak menarik sayang." Ucap Lando sembari mengacak rambut Luna. "Kenapa belum ganti baju?" Tanya Lando dengan tetap memeluk Luna. "Belum sempat." Jawab Luna singkat. "Kau tampak dewasa dengan gaun ini Luna." Ujar Lando. "Aku sudah 20 tahun kak. Sudah cukup untuk disebut dewasa. Kakak yang 30 tahun, sudah cukup juga untuk di bilang tua." Canda Luna. Lando langsung mendaratkan ciuman bertubi-tubi di kening, mata, dan pipi Luna. Gadis itu berusaha meronta dengan mencubit pinggang kakaknya. "Geli tau." Elak Luna yang sebenarnya merasa risih terhadap perlakuan Lando. "Sudah lama aku ingin menikmati momen seperti ini bersamamu Luna. Hanya saja, aku menunggu kau cukup dewasa untuk memahami perasaanku." Lando melepaskan Luna dan menatap wanita itu intens sebelum meninggalkan kamar adiknya. Luna jadi salah tingkah dengan wajah yang memerah. Terkadang terselip perasaan bersalam dalam hati Luna terhadap kakaknya itu. Sebenarnya Luna tidak bodoh. Dia tau ibu tirinya tidak menyukai Luna dan berharap wanita itu segera pergi dari rumahnya sendiri. Tapi karena Lando menyukai Luna, gadis itu memanfaatkan perasaan kakaknya untuk tetap bertahan. Bisa jadi motif ibunya adalah harta yang di tinggalkan ayah Luna. Untuk itu, Luna pura-pura lugu dan menerima semua perlakuan Lando agar sang kakak semakin jatuh hati padanya. Dengan begitu, Lando pasti menentang jika ibu mereka ingin segera menikahkan Luna. *** Luna pulang dengan perasaan malas. Hari ini dia dinyatakan lulus dengan nilai memuaskan untuk pekerjaan masak-memasak. Luna memang menekuni apa yang diperintahkan ibunya dengan baik. Dengan begitu dia punya bekal kalau-kalau harus diusir dari rumahnya sendiri. Jaman sekarang, kalau cuma tamat SMA, tanpa keahlian khusus, siapa yang mau mempekerjakannya. "Kau baru pulang?" Tanya Bu Ningsih, ibu tiri Luna. "Iya ma." Jawab Luna singkat. "Duduk disini dulu." Perintah Bu Ningsih. Luna menurut dan duduk di sebelah ibunya. Di hadapan Luna, duduk seorang wanita cantik yang terlihat dewasa dan penuh karisma. Sepertinya wanita itu seusia kakaknya pikir Luna. "Nak Arumi, kenalkan, dia ini Luna, adiknya Lando." Ucap Bu Ningsih ramah. Arumi mengulurkan tangan ke arah Luna. Luna menyambut uluran tangan Arumi malas-malasan. "Salam kenal kak, aku Laluna." Ucap Luna berusaha ramah setelah dipelototi oleh Bu Ningsih. "Salam kenal juga Luna." Balas Arumi dengan senyum yang sangat manis. "Arumi ini seorang dokter Luna. Menurutmu, apa dia cocok jika dijodohkan dengan kak Lando?" Tanya Bu Ningsih pada Luna. Luna menoleh sekilas pada Arumi yang tersenyum malu-malu. Memuakkan pikir Luna. "Jangan tanya Luna ma, tanya langsung pada kak Lando. Setau Luna, kak Lando suka wanita muda dan segar." Ucap Luna cuek. Bu Ningsih kembali melotot. "Maafkan dia Arumi. Dia memang kekanak-kanakan." Bu Ningsih jadi salah tingkah gara-gara ucapan Luna. "Tidak apa-apa Bu. Lagi pula Luna memang belum dewasa, aku bisa memakluminya." Ucap Arumi yang mengira Luna masih SMA. "Kak Arumi jangan salah paham. Aku ini sudah 20 tahun." Luna merasa tidak terima dianggap sebagai anak kecil. "Kalau tau sudah dewasa, seharusnya kau bersikap sesuai umur. Lihat Arumi, dia matang dalam segala hal. Sepertinya kakakmu akan menyukainya." Bu Ningsih kembali memanas-manasi Luna. "Terserah mama saja. Aku setuju jika kak Lando setuju. Tapi aku tidak yakin sih." Ucap Luna sebelum pamit pada Bu Ningsih dan Arumi. Bu Ningsih hampir berteriak marah jika saja tidak ada Arumi di sana. Arumi yang mendengarnya, malah merasa tertantang untuk mendapatkan hati Lando. "Maafkan dia nak Arumi. Sejak ayahnya meninggal, dia jadi sedikit pembangkang dan keras kepala." Arumi tersenyum maklum. "Tidak apa-apa Bu. Tapi ngomong-ngomong Lando sudah sampai dimana?" Tanya Arumi ingin tau. Sesekali matanya menatap jam dinding. Menyadari Lando tak kunjung sampai, Bu Ningsih kembali menghubungi ponsel anaknya. Tapi bukan Lando namanya jika tidak punya alasan untuk menolak permintaan ibunya. Bu Ningsih meradang saat Lando menolak datang dengan alasan rapat dadakan. Namun wanita itu sangat pintar menyembunyikan perasaannya di depan Arumi. "Ibu benar-benar minta maaf Arumi. Lando tiba-tiba harus mengadakan rapat dadakan." Ucap Bu Ningsih tidak enak. Arumi hanya tersenyum kecil dengan hati yang semakin penasaran. Dia akan mendapatkan Lando, itu janjinya di dalam hati. To be continue....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD