Bab 02

747 Kata
Nancy sudah seminggu tinggal di rumah Om dan Tantenya. Selama itu, dia mulai memahami ritme kehidupan rumah tangga Vincent dan Sophia. Hubungan mereka tampak harmonis, namun Nancy tidak bisa mengabaikan daya tarik yang terpancar dari sosok Vincent. Pria itu tidak hanya tampan, tetapi juga memiliki wibawa yang kuat dan kesuksesan yang membuatnya semakin menarik di mata Nancy. Malam itu, Nancy menemukan Vincent duduk sendirian di meja makan. Pria itu tampak lelah, tangannya menggenggam surat kabar sementara secangkir teh yang tadi dibuatkan Sophia sudah mulai dingin. Nancy melangkah ke dapur dan membuatkan secangkir kopi untuk Vincent. Dia tahu pria itu lebih menyukai kopi daripada teh, meskipun Sophia sering kali membatasi konsumsi kafeinnya. Dengan langkah ringan, dia membawa cangkir itu ke meja dan meletakkannya tepat di depan Vincent. Vincent mendongak dan tersenyum tipis. "Terima kasih, Nancy." "Sama-sama, Om," jawab Nancy dengan nada lembut. Dia kemudian menarik kursi dan duduk di hadapan Vincent, menatap pria itu dengan sorot mata menggoda. "Tante Sophia ke mana?" tanyanya santai. Vincent meletakkan surat kabarnya dan menyeruput kopi. "Dia keluar sebentar, ada urusan dengan temannya." Nancy mengangguk pelan. "Oh, begitu..." Dia memainkan jemarinya di atas meja sebelum mengangkat wajah dan menatap Vincent dengan penuh arti. "Om, apakah di kantor Om masih ada lowongan untuk sekretaris?" Vincent yang sedang menikmati kopinya, sejenak terdiam. Tatapannya beralih dari cangkir ke wajah Nancy yang tampak serius, namun ada sesuatu di balik ekspresi itu yang membuat Vincent merasa sedikit ragu. "Kamu mau melamar jadi sekretarisku?" tanyanya, memastikan dia tidak salah dengar. Nancy mengangguk cepat. "Iya, Om. Aku butuh pekerjaan, dan kupikir bekerja dengan Om akan sangat menyenangkan." Vincent menatap Nancy lebih dalam. Gadis itu memang memiliki keahlian yang cukup, dan dia tahu Nancy bukanlah orang yang malas. Namun, ada sesuatu dalam cara Nancy berbicara yang membuatnya berpikir dua kali. Tatapan Nancy seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar niat untuk bekerja. Setelah beberapa detik berpikir, Vincent menghela napas dan berkata tegas, namun tetap lembut. "Saat ini aku tidak membutuhkan sekretaris baru, Nancy. Tapi kalau kamu memang butuh pekerjaan, aku bisa mempertimbangkanmu untuk posisi lain." Nancy menyembunyikan senyum kemenangannya. "Oh, terima kasih, Om! Aku senang sekali!" katanya penuh antusias. Vincent mengangguk, tidak ingin memperpanjang pembicaraan. Dia kembali pada korannya sementara Nancy menatapnya dalam diam. Gadis itu tahu, langkah pertamanya telah berhasil. Dia tidak datang ke rumah ini tanpa alasan. Ada tujuan besar yang ingin dia capai, dan pusat dari rencananya adalah Vincent William, Om-nya yang tampan, kaya raya, dan—dalam pandangannya—bisa menjadi miliknya. --- Beberapa hari kemudian, Nancy mulai bekerja di kantor Vincent. Meskipun awalnya dia ditempatkan di bagian administrasi umum, dia tidak butuh waktu lama untuk membuktikan dirinya. Dengan kepintaran dan sikapnya yang sigap, dia berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk Vincent sendiri. Setiap hari, Nancy mengenakan pakaian kerja yang sedikit lebih menonjol dibanding rekan-rekan lainnya. Blus yang pas di tubuhnya, rok pensil yang mempertegas lekuk kakinya, dan parfum yang lembut namun memikat. Dia memastikan bahwa Vincent menyadari kehadirannya—dengan cara yang halus, tetapi cukup untuk meninggalkan kesan. Suatu sore, saat sebagian besar pegawai sudah pulang, Nancy mengetuk pintu ruangan Vincent. "Masuk," suara Vincent terdengar dari dalam. Nancy melangkah masuk dengan anggun, membawa beberapa dokumen. "Om, ini laporan keuangan yang perlu ditinjau." Vincent mengangguk dan mengambil dokumen itu, tapi kemudian dia menatap Nancy dengan sedikit heran. "Kamu seharusnya tidak perlu lembur, Nancy. Pulanglah lebih awal." Nancy tersenyum kecil. "Aku tidak keberatan. Lagipula, aku ingin memastikan semua pekerjaan selesai dengan baik." Vincent menghela napas dan meletakkan dokumen di mejanya. "Baiklah. Tapi jangan terlalu memaksakan diri, ya." Nancy melangkah mendekat, lebih dekat dari yang seharusnya. "Om Vincent baik sekali. Tidak heran Tante Sophia sangat mencintai Om," katanya dengan nada menggoda. Vincent menatap Nancy dengan ekspresi tak terbaca. "Sophia memang istri yang luar biasa," katanya singkat. Nancy tetap tersenyum. "Aku iri padanya." Lalu dia tertawa kecil dan berbalik, berjalan keluar ruangan dengan langkah yang disengaja. Dia tahu Vincent tidak akan langsung jatuh ke dalam perangkapnya. Tapi dia juga tahu, benih godaan telah ditanamkan. Dan dia bersabar menunggu saat yang tepat untuk menuai hasilnya. Nancy hanya perlu untuk mendekati Om Vincent terus natinya. Ia percaya Om Vincent akan tertarik pada dirinya. Memangnya lelaki mana yang tidak akan tergoda ketika wanita muda, cantik, dan seksi mendekati dirinya dan berusaha untuk menjadi milik lelaki itu. Tidak ada yang bisa menolak, bahkan anjing yang diberi tulang pun akan tetap memakan tulang. Apalagi lelaki dikasih daging kenyal dan tubuh mulus pasti akan terayu sekuat apapun dia menahan hasrat tidak akan pernah bisa menahan hasratnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN