lima belas

2131 Kata
Setelah makan malam itu, Starla pulang diantar oleh mas Ares dan juga Istrinya. Starla senang karena akhirnya bisa menyelesaikan kesalahan pahaman yang terjadi, karena bagaimanapun juga Starla selalu kepikiran meskipun dirinya tidak pernah benar-benar menanggapi hal itu. Apalagi saat dirinya terang-terangan menegur mas Ares dan memberitahu tempatnya, itu benar-benar hal yang sangat mengerikan untuk dibayangkan lagi. "Apa mbak Starla berniat untuk melakukan perombakan pada perusahaan? Sepertinya akan berbeda jika anda ikut mengajukan ide baru." Tanya Ares membahas perihal perusahaan. Alasan Ares membahasnya tentu saja karena Ares merasa sangat tidak mungkin untuk Gibran kembali, bagaimanapun juga ini sudah enam bulan berlalu setelah kepergian atasannya dan perusahaan akan semakin tenggelam jika tidak ada hal baru untuk dikembangkan. "Sayang sekali aku tidak tahu banyak hal, aku mempelajarinya sambil menyimak dan hanya menerima uang yang diberikan oleh mas Gibran. Aku tidak kepikiran apapun." Jawab Starla dengan suara pelan, tatapan matanya tertuju pada putranya yang sudah tertidur di atas pangkuannya. Jujur saja Starla takut jika putranya tiba-tiba muntah karena mabuk kendaraan, bagaimanapun juga tidur di dalam mobil dengan posisi seperti itu sangatlah tidak nyaman. "Ah, maafkan saya karena sudah ikut campur." Kata Ares dengan cepat, meminta maaf pada Starla karena sudah ikut campur terlalu banyak. "Tidak apa-apa, niat mas Ares kan baik. Nanti akan saya pikirkan lagi sembari melihat berkas-berkas yang ada di rumah." Jawab Starla dengan sangat ramah. "Saya pasti terlihat sangat bodoh karena menuduh anda merebut suami saya." Kata istri mas Ares yang langsung saja membuat Starla tertawa pelan saat mendengarnya. "Tentu saja tidak seperti itu, itu hal yang wajar. Apalagi saya dan mas Ares bekerja terlalu lama dalam sehari, itupun bersama-sama untuk itu sangat wajar jika anda berpikiran seperti itu. Untuk itu saya minta maaf karena sudah mengambil banyak waktu yang mas Ares miliki untuk anda." Jawab Starla lagi. Mobil berhenti dan Starla tentu saja bersiap untuk menggendong putranya yang tertidur. "Biarkan suami saya yang membantu, anda kan tidak boleh angkat berat." Kata istri mas Ares yang tentu saja langsung membuat mas Ares turun dan menggendong Ibra. "Sekali lagi terima kasih dan maaf. Kedepannya tolong lebih percaya dengan mas Ares karena saat itu dia sangat frustasi saat membicarakan tentang hubungannya dengan anda." Kata Starla sebelum turun, itupun saat dirinya sudah melihat sekertaris suaminya yang berada jauh dari mobil. "Benar, saya akan berhati-hati untuk kedepannya. Terima kasih juga sudah memberikan nasehat untuk suami saya hari itu." Balas istri Ares yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Starla. Starla pun turun dari mobil dan sedikit berlari untuk menghampiri mas Ares yang hanya berdiri di depan pintu. Ares masuk setelah Starla membuka pintunya, keduanya disambut oleh Tasya yang sedari tadi sudah menunggu kedatangan Starla. "Kenapa pulang terlambat? Mama sudah membuat sup iga untuk kamu." Tanya Tasya yang langsung saja memukul punggung Starla pelan karena kesal. "Maaf ma, tadi Starla makan di luar sama Ibra dan juga sekertaris mas Gibran." Jawab Starla dengan ekspresi sedikit tidak enak. "Harusnya bilang, mama sama papa sudah menunggu di rumah. Takut terjadi sesuatu sama kamu dan juga Ibra." Omel Tasya yang tak kunjung berhenti mengkhawatirkan menantunya. Meskipun begitu, Starla sangat senang karena banyak orang yang sangat peduli dengannya. Starla benar-benar berharap suaminya kembali agar bisa merasakan kebahagiaan yang lebih lengkap lagi. Terdengar sangat serakah bukan? Tapi Starla tetap menginginkan hal itu. Bagaimanapun keadaannya, Starla hanya ingin suaminya kembali. "Kalau begitu istirahatlah, besok pagi akan mama hangatkan buat kamu." Kata Tasya pada akhirnya saat melihat menantunya yang termenung sendirian cukup lama. Starla pun mengangguk dan pergi meninggalkan mertuanya. Mengajak mas Ares yang masih menunggunya dengan menggendong Ibra yang masih tertidur pulas. Setelah selesai mengantarkan Ibra, Ares pun turun dan menemui Tasya yang masih menunggu di lantai bawah. Tasya menatap ke arah Ares dengan tersenyum tipis. "Terima kasih sudah menjaga Starla saat dia ada di perusahaan." Kata Tasya mengucapkan ketulusannya. "Itu memang tugas saya sebagai bawahan pak Gibran." Jawab Ares dengan sopan. "Kalau begitu pulanglah, aku tidak akan menahan mu lagi." Kata Tasya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Ares. Ares pun berpamitan dan keluar meninggalkan rumah yang sangat besar itu. Ares masuk ke dalam mobil dan tersenyum ke arah istrinya yang sudah menunggunya itu. "Lama ya? Aku tadi bicara sama Bu Tasya dulu." Tanya Ares sembari menyalahkan mesin mobilnya. "Tidak apa-apa," jawab istrinya yang langsung saja membuat Ares senang saat mendengarnya. "Tadi mbak Starla meminta Ibra setelah sampai di depan kamarnya. Dia sangat menghargai suaminya, bahkan sampai tidak membiarkan aku masuk." Kata Ares memberitahu istrinya. "Tapi bukankah tidak boleh? Dia memiliki riwayat penyakit jantung." Balas istrinya. "Aku juga sudah mengingatkan itu, tapi dia menjawab jika jaraknya sangatlah dekat. Dia juga bilang tidak mungkin membawa laki-laki masuk ke kamarnya disaat suaminya tidak ada di rumah, padahal jelas-jelas aku datang untuk membaringkan Ibra, tapi dia begitu sangat berhati-hati." Jawab Ares menjelaskan dengan panjang kali lebar. "Dia sangat menjaga hubungannya dengan suaminya, bagaimana mungkin aku menuduhnya seperti itu. Dia juga tidak marah dan malah meminta maaf. Aku benar-benar terlihat sangat jahat." Gumamnya pelan. Ares yang mendengarnya tentu saja tertawa pelan dan mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut istrinya pelan. "Jangan dipikirkan lagi, kamu harus jaga kesehatan, jangan banyak pikiran. Ingat bukan? Kita sedang dalam progam kehamilan." Kata Ares mengingatkan istrinya. Istrinya pun hanya memanyunkan bibirnya ke depan karena merasa suaminya terlalu santai setelah mengetahui kesalahan yang ia perbuat. Padahal normalnya, suaminya seharusnya marah karena dirinya hampir saja membuat karirnya lenyap. Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Banyak sekali hal yang dipikirkan oleh istri Ares perihal apa yang ia lakukan pada atasan suaminya. Dirinya takut jika suaminya nanti akan diperlakukan secara buruk karena masalah dirinya, meskipun dirinya tahu hal itu tidak mungkin terjadi karena atasan suaminya sangatlah baik. Starla menidurkan putranya dengan gerakan pelan agar tidak membangunkan putranya. Setelah itu Starla juga melepaskan ikat pinggang yang dipakai oleh putranya. Starla tidak bisa menggantikan baju untuk putranya karena tidak ingin membangunkannya. Setelah itu Starla berjalan ke arah almari untuk mengambil piyama tidurnya dan berjalan ke kamar mandi setelahnya. Di kamar mandi Starla hanya mencuci wajahnya dan juga menyikat giginya. Starla tidak berniat mandi karena takut kram menyerangnya tiba-tiba meskipun dirinya sudah mandi dengan air hangat. Setelah selesai, Starla mengambil obatnya dan meminumnya sebelum tidur. Tentu saja dirinya harus meminumnya secara rutin seperti yang dikatakan oleh dokter, hanya saja terkadang Starla merasa lelah untuk meminum semua obat-obatan itu. Starla naik ke atas ranjang dan tidur perlahan karena kantuknya. Rasanya Starla ingin mengambilnya cuti libur besok, karena ingin berdiam di rumah saja. Pagi hari, di rumah itu sangatlah berisik. Tasya yang berlari-larian ke sana kemari untuk memberikan kabar bahagia yang baru saja ia dengar. Meskipun itu kabar bahagia, matanya tidak berhenti mengeluarkan air mata karena hal itu. Tasya berlari menaiki tangga untuk memberitahukan kabar itu pada menantunya yang sangat malang itu. Tasya masuk ke dalam dan melihat menantunya yang tengah memainkan ponselnya dengan membelakangi pintu. "Apa yang kamu lihat pagi-pagi?" Tanya Tasya yang tentu saja membuat Starla terkejut saat mendengarnya. Starla menyembunyikan ponselnya dan tersenyum ke arah mama mertuanya meskipun sebelumnya dirinya terkejut karena kedatangan mama mertuanya yang tiba-tiba. "Kenapa mama menangis?" Tanya Starla penasaran, tangannya terulur untuk mengusap air mata mama mertuanya yang terus saja keluar itu. Ibra yang masih tidur tentu saja terbangun karena suara mama dan juga neneknya. Dengan malas Ibra bangun dan mengusap matanya perlahan hingga akhirnya menatap ke arah mama dan juga neneknya dalam diam. "Gibran, ... " Kata Tasya pelan. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung diam dan berusaha menyiapkan hatinya dengan sebaik mungkin. "Dia sudah ditemukan, dia baik-baik saja. Kamu benar, dia akan kembali bersama kita. Papa sudah pergi untuk menjemputnya. Mama sangat senang mendengar kabar itu." Kata Tasya yang langsung saja membuat Starla menangis saat mendengarnya. Akhirnya. Apa yang ia harapkan benar-benar terjadi. Suaminya kembali dalam keadaan baik-baik saja. "Starla akan membuatkan sesuatu untuknya." Kata Starla dengan sedikit linglung dan hampir saja membuatnya terjatuh karena dirinya masih sangat terkejut dengan kabar itu. Untung saja Tasya langsung menarik tubuh Starla, hingga akhirnya Starla jatuh ke dalam pelukan Tasya. "Tenanglah, dia akan sampai siang hari. Dia ditemukan di tempat yang cukup dekat dengan laut. Dari yang mama dengar, dia ditemukan oleh seseorang dan membawanya ke desa kecil. Untung saja papa juga melakukan pencarian darat." Kata Tasya mencoba untuk menenangkan Starla dan juga menceritakan kronologinya. "Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Starla pelan. Tasya pun hanya mengangguk cepat, membuat Starla lega saat melihatnya. "Dia baik-baik saja. Dia baru pulih akhir-akhir ini untuk itu dia tidak bisa menghubungi siapapun. Tapi dia ingat dengan rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Semua ini karena doa dan juga ketulusan kamu. Di saat mama dan semua orang sudah tidak mengharapkan keajaiban itu, kamu masih percaya pada keselamatan dan juga dia akan kembali. Mama benar-benar berterima kasih pada kamu." Kata Tasya lagi. Ibra yang mendengarnya tentu saja senang, pada akhirnya ayahnya kembali dan dirinya bisa melihat mamanya bahagia lagi untuk kedepannya. "Ibra akan mandi dulu." Kata Ibra yang langsung saja membuat Tasya dan Starla baru menyadari keberadaan Ibra. "Ah, sayang. Maafkan nenek karena melupakanmu. Apakah kamu terbangun karena nenek berisik?" Tanya Tasya yang langsung saja duduk di atas ranjang dan menangkup kedua pipi cucunya. "Ibra senang mendengarnya. Karena ayah pulang siang hari, maka Ibra akan tetap pergi ke sekolah agar tidak tertinggal." Jawab Ibra yang langsung saja membuat Starla tersenyum tipis saat mendengarnya. "Liburlah sehari saja, itu tidak akan membuatmu lupa semua pelajaran yang kamu terima." Pinta Starla pelan. "Ibra tidak akan menyambut ayah karena Ibra tidak ingin melihat bunda menangis nantinya. Meskipun bunda bahagia, bunda pasti menangis." Kata Ibra yang langsung saja membuat Starla memanyunkan bibirnya karena kesal. Berbeda dengan Ibra yang tersenyum lebar saat melihatnya. Bundanya benar-benar terlihat sangat cantik dan juga bahagia dari siapapun saat ini, untuk itu Ibra tidak ingin menggangunya lebih dulu. "Baiklah, kamu yang paling mengerti tentang bunda, jadi bunda tidak bisa mengatakan apapun lagi. Terima kasih karena sudah menjaga bunda selama ini." Balas Starla yang langsung saja memeluk putranya erat. Ibra pun mengangguk dan langsung saja turun dari ranjang, lalu berjalan keluar untuk mandi dan juga berganti di kamarnya sendiri. "Apakah tidak apa-apa jika dia sekolah?" Tanya Tasya pelan. "Tidak apa-apa, dia tidak pernah salah dalam memilih sesuatu." Jawab Starla seraya tersenyum dengan lebar. Melihat hal itu tentu saja Tasya sangat senang. Bagaimanapun juga kabar ini benar-benar sangat bahagia untuk menantunya yang selalu percaya akan kembalinya suaminya itu. Setelah itu, Starla dan Tasya pun turun dari lantai tua. Meninggalkan ponsel milik Starla yang masih menyala dan memperlihatkan artikel tentang menurunnya perusahaan suaminya. Selain itu, di bawah gambar diagram itu ada artikel yang membahas perihal suaminya yang sudah tewas dalam kecelakaan pesawat itu. Starla benar-benar tidak pernah mempercayai hal itu sebelumnya, hingga Apada akhirnya semua itu terbukti hari ini. Setelah ini Starla akan membuat dunia melihat bagaimana suaminya kembali dan memperjuangkan perusahaannya kembali seperti sediakala. Di bawah, Starla sibuk membuat catatan untuk belanja. Tentu saja Starla akan memasak makanan kesukaan suaminya hari ini sebagai tanda penyambutan. Semua orang tentu saja sangat semangat. Sembari menunggu belanjaan datang, Starla sibuk menyiapkan berbagai macam bumbunya. Tasya sendiri hanya memperhatikan dengan memanasi sup iga yang tadi malam ia buat. Waktu berlalu dengan sangat cepat. Waktu sarapan pagi tiba, Ibra sarapan dengan sup iga yang dibuat oleh Tasya, begitupun dengan Tasya dan juga yang lainnya. Hanya Starla yang belum memakan apapun karena sangat sibuk membuat berbagai macam masakan untuk suaminya. Tasya tentu saja sudah mengingatkan berkali-kali agar menantunya sarapan lebih dulu, tapi Starla tidak mendengarkannya dan memilih untuk sibuk dengan dapurnya. Jam setengah sebelas, Roni menghubungi Tasya dan memberitahu jika Gibran akan tiba di rumah sebentar lagi. Tapi ada sesuatu masalah yang terjadi. Tasya yang mendengar semuanya tentu saja langsung menatap ke arah menantunya yang menata masakannya di atas meja dengan senyuman lebar, sesekali menoleh ke arahnya karena tahu jika saat ini dirinya berteleponan dengan papa mertuanya yang tengah perjalanan membawa kembali suaminya. Tasya menurunkan ponselnya dan menatap ke arah Starla dengan tatapan kosong. Apa yang baru saja ia dengar bukanlah kabar yang sangat baik. Tapi bagaimana bisa seperti itu? "Apa mereka akan sampai sebentar lagi?" Tanya Starla pelan, namun terdengar sangat antusias. Bahkan bola matanya terlihat sangat berbinar saat menanyakan hal itu. "Kenapa mama seperti itu? Apa mas Gibran kembali tidak utuh?" Tanya Starla pelan, suaranya terdengar menyimpan sesuatu yang cukup menyedihkan. "Bagaimana jika seperti itu?" Tanya Tasya pelan. Ingin tahu bagaimana jawaban yang diberikan oleh menantunya. "Tidak apa-apa, Starla masih bisa menerimanya karena Starla sendiri bukanlah wanita yang sangat sempurna. Starla bisa menerima bagaimanapun keadaan mas Gibran nanti, jadi tolong jangan khawatirkan hal itu." Jawab Starla dengan sangat percaya diri. Tasya terdiam, kepalanya langsung menunduk dalam saat mendengarnya. Kenapa dirinya harus mendengar jawaban seperti itu? Kenapa menantunya tidak menolaknya saja? Jadi dirinya tidak perlu merasa kasihan ataupun merasa bersalah padanya. "Kamu makanlah lebih dulu." Pinta Tasya pelan. "Starla akan makan bersama mas Gibran nanti, mama jangan khawatirkan apapun karena Starla baik-baik saja." Jawab Starla masih dengan senyumannya yang lebar. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN