Seperti biasanya, setelah waktu kerja selesai, mas Ares akan mengantarkan Starla pulang. Bedanya hari ini Ares harus mengantarkan pulang Starla dan juga Ibra. Semua orang yang melihatnya tentu saja mulai bergosip lagi, tapi keduanya memilih untuk mengabaikannya, karena bagaimanapun juga semua itu tidaklah benar. Ares masih mencintai istrinya dan Starla yang masih menunggu suaminya kembali.
Starla menatap ke arah jendela sampingnya dan melihat jalanan yang cukup ramai dengan mobil yang berlalu lalang. Sudah lama suaminya pergi tanpa kabar, bahkan menghubunginya pun tidak. Ada rasa cemas dan juga takut di hati Starla yang terus berdebar tak karuan saat memikirkan hal ini, tapi sekali lagi, Starla ingin mempercayai jika suaminya baik-baik saja meskipun tidak menghubunginya.
"Besok weekend, mas Ares jangan ke kantor karena saya juga tidak akan pergi." Kata Starla membuka suaranya.
"Iya, saya juga hampir lupa untuk mengabarkan ini. Besok saya ada janji kencan dengan istri saya, jadi izin mengambil cuti dan juga membawa mobil ini." Jawab Ares dengan sedikit antusias.
"Itu bagus, mobil ini kan sudah diberikan untuk mas Ares, kenapa juga masih minta izin." Balas Starla dengan senyuman lebar di bibirnya.
Ibra sedari tadi hanya mengamati ekspresi wajah bundanya yang terus berubah-ubah, Ibra tidak tahu jika bundanya bisa bersikap seperti itu saat bersama orang lain. Ibra pikir, bundanya hanya memperlihatkan ekspresi senangnya di depan semua orang, ternyata tidak seperti itu.
"Bagaimana jika besok bunda pergi ke dokter? Setelah apa yang terjadi tadi malam, Ibra takut jika itu akan terjadi lagi dalam waktu dekat ini." Tanya Ibra yang langsung saja membuat Starla menoleh ke arah putranya dan terdiam.
"Memangnya apa yang terjadi?" Tanya Ares yang memang tidak tahu.
"Bukan apa-apa." Jawab Starla seraya tersenyum ke arah putranya dan memberikan kode agar putranya tetap diam.
Ares menghentikan mobilnya dan Starla turun tanpa menunggu dibukakan pintunya oleh Ares. Setelah itu Starla masuk setelah berpamitan dengan orang kepercayaan suaminya itu.
"Kalian sudah pulang? Apa baik-baik saja?" Tanya Tasya dengan cepat keluar setelah mendengar suara mobil yang baru saja tiba.
"Baik-baik saja ma, mama tidak perlu khawatir." Jawab Starla yang langsung saja membuat Tasya lega saat mendengarnya.
"Ibra mandi sendiri ya, bunda akan mandi juga di kamar bunda sendiri." Kata Starla pada putranya.
"Siap, mulai hari ini Ibra akan terus tidur bersama bunda, jadi tolong jangan dikunci pintunya." Jawab Ibra yang langsung saja berlari masuk ke dalam rumah dan membuat Starla tersenyum tipis saat melihatnya.
"Kamu benar tidak apa-apa?" Tanya Tasya lagi.
Starla mengangguk pelan dan memberitahu jika dirinya benar-benar tidak apa-apa. Setelah itu Starla menggandeng tangan mama mertua dan masuk ke dalam rumah.
"Mama melanjutkan pencarian, papa juga melakukan pencarian di daratan, karena ada kemungkinan jika ada kapal nelayan yang lewat dan membantu, mengingat Gibran cukup pandai dalam berenang." Kata Tasya memberitahu Starla.
Starla terdiam dengan hati yang berdebar-debar, membayangkan jika suaminya akan benar-benar kembali nantinya.
"Terima kasih ma." Ucap Starla berterima kasih pada mama mertuanya.
"Sama-sama, mama minta maaf karena sudah mengatakan hal itu pada kamu kemarin, karena tidak seharusnya mama meminta kamu untuk mengikhlaskan putra mama." Balas Tasya seraya memeluk Starla dengan erat.
Starla pun membalas pelukan dan merasa senang karena mereka tidak benar-benar menyerah pada pencarian suaminya. Meskipun Starla tahu jika sebenarnya mertuanya sudah mulai lelah dan tidak percaya akan kembalinya suaminya ke rumah.
Hari terus berlalu, berita perihal pesawat itu mulai berkurang setiap harinya. Yang Starla lakukan selama dua bulan terakhir ini hanyalah bekerja dan mengecek internet untuk mencaritahu kabar terbaru tentang pencarian. Ini sudah enam bulan berlalu, dan tidak ada kabar apapun yang terdengar. Bukannya kepercayaan Starla memudar, tapi semua orang di rumah pun sudah menyerah, bahkan orang-orang dari pihak pencarian pun juga menyerah untuk mencarinya lagi.
Untuk mengalihkan perhatiannya dari hal itu, Starla memilih untuk banyak bekerja dimanapun dirinya berada. Starla takut jika dirinya benar-benar akan kehilangan laki-laki yang paling ia percayai di dunia yang kejam kepadanya ini.
Ketukan pintu yang terdengar membuat Starla kembali fokus dan bersuara untuk membiarkan orang yang ada di luar ruangan itu masuk ke dalam ruangannya.
"Kejutan!!" Seru putranya dengan membawakan kue di tangannya.
Starla yang melihatnya pun langsung terdiam, matanya melirik ke arah kalender duduk yang berada di atas meja kerjanya. Dirinya memang sering melupakan tanggal lahirnya, tapi setiap tahun suaminya selalu mengingatkan dirinya dengan kejutan yang cukup mewah, namun hari ini yang menyiapkan kejutan itu bukanlah suaminya, melainkan putranya dan juga sekertaris suaminya.
"Selamat ulang tahun bunda, semoga panjang umur dan sehat selalu. Ibra sayang sama bunda." Kata Ibra yang langsung saja berjalan menghampiri bundanya dengan perlahan.
Semua orang yang melihatnya tentu saja langsung diam, mereka tahu jika Starla memiliki penyakit yang membuat semua orang disekitarnya takut kehilangannya.
"Apa bunda harus berdoa?" Tanya Starla dengan suara berat, matanya sudah berkaca-kaca saat melihat namanya terukir cantik di atas kue coklat kesukaannya.
Jika dipikir-pikir lagi, sudah lama sekali Starla tidak memakan kue kesukaannya karena biasanya Gibran yang rajin membelikan untuknya saat laki-laki itu pulang kerja. Tapi selama enam bulan ini tidak ada yang memberikan dirinya itu dan baru kali ini dirinya melihat kue itu lagi.
"Tolong berdoa untuk kesehatan bunda saja." Pinta Ibra dengan menundukkan kepalanya.
Starla yang mendengarnya pun mengangguk, dan mulai berdoa di dalam hatinya. Starla berbohong, selama ia berdoa, hanya keselamatan dan nama Gibran lah yang ia sebutkan. Namanya bahkan tidak sekalipun ia sebutkan, karena Starla sudah pasrah dengan kehidupannya.
Starla membuka matanya dan membiarkan air matanya mengalir, begitupun dengan Ibra yang juga membiarkan air matanya mengalir dengan sendirinya. Ibra ingat, setiap tahun ayahnya akan mengajaknya memberikan kejutan untuk bundanya, namun hari ini dirinya menyiapkan semuanya sendiri dengan dibantu oleh paman Ares.
"Bunda akan meniup lilinnya." Kata Starla seraya berniat untuk meniup lilin yang menyala itu.
Sebelum bundanya meniup lilin itu, diam-diam Ibra berdoa agar bundanya selalu baik-baik saja kedepannya, hingga akhirnya lilinnya padam dan meninggalkan uap yang mulai hilang dengan perlahan.
Starla mengambil kuenya dan mengusap air mata putranya dengan cepat. Starla tahu jika putranya menangis karena dirinya, dan juga karena putranya sangat menyayangi dirinya.
"Bagaimana Ibra ingat hari ini?" Tanya Starla pelan.
"Ibra selalu mengingatnya di luar kepala." Jawab Ibra yang langsung saja membuat Starla tertawa pelan saat mendengarnya.
"Terima kasih sudah membantu putra saya untuk memberikan kejutan." Kata Starla yang langsung saja beralih menatap ke arah sekertarisnya yang berkumpul di dalam ruangannya.
"Tapi apakah bunda tidak berniat untuk mentraktir mereka makan? Ibra sudah bilang jika bunda akan mentraktir makan." Kata Ibra dengan cepat.
"Ah, ada yang seperti itu juga." Gumam Starla pelan.
"Baiklah, kalau begitu nanti sepulang kerja kita akan mampir ke restoran terdekat untuk makan." Kata Starla pada akhirnya setuju.
Semua orang pun terlihat senang dan juga mengucapkan selamat pada Starla dengan tulus.
Seperti yang dijanjikan, Starla, Ibra, Joe, dan juga Dilla duduk di sebuah restoran yang cukup terkenal. Mas Ares sendiri saat ini tengah menjemput istrinya karena Starla juga meminta mas Ares untuk mengajak istrinya. Bagaimanapun juga Starla juga harus minta maaf karena sudah membuat wanita itu berpikiran yang tidak-tidak tentang hubungannya dengan mas Ares.
"Apa mbak Starla baik-baik saja jika istrinya mas Ares datang?" Tanya Dilla dengan suara pelan.
"Tidak apa-apa, lagi pula mau sampai kapan seperti ini. Dulu sebelum suami saya menghilang, semuanya baik saja." Jawab Starla yang langsung saja terdiam saat menyadari dirinya mengatakan sesuatu.
Semua orang yang menyadarinya pun langsung terdiam, Starla tertawa pelan untuk membuat suasananya tidak terasa canggung.
"Sudah enam bulan berlalu, saya pikir saya akan baik-baik saja." Gumam Starla pelan.
"Ibra baik-baik saja meskipun hanya bersama bunda." Kata Ibra yang langsung saja membuat Starla menoleh ke arah putranya dan menganggukkan kepalanya pelan, tangannya terulur untuk mengelus kepala putranya.
"Benar, maaf karena bunda hanya memikirkan diri bunda sendiri." Jawab Starla yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Starla.
Ares datang bersama istrinya, terlihat sekali jika istri Ares terlihat canggung saat melihat atasan suaminya. Bagaimanapun juga dirinya sudah pernah membuat keributan dan membuat wanita itu malu.
"Oh, sudah datang!" Seru Starla yang langsung saja berdiri dan tersenyum lebar ke arah Ares dan juga suaminya.
"Maaf karena mendadak, mari duduk." Kata Starla dengan sangat ramah, mempersilahkan istri dari Ares untuk duduk di tempat yang masih kosong.
Ares dan istrinya pun duduk dan dengan sedikit tidak nyaman karena mendapatkan perlakuan yang sangat ramah itu.
"Selamat ulang tahun mbak, maaf karena saya tidak membawa hadiah apa-apa." Kata istri Ares dengan suara pelan dan juga canggung.
"Tidak apa-apa, saya yang harusnya minta maaf karena meminta mas Ares untuk membawa anda datang." Jawab Starla dengan senyuman lebarnya.
Istri Ares pun terdiam, menata ke arah wanita yang selalu baik dan juga ramah pada semua orang itu. Harusnya dirinya sadar akan hal itu dan bukan malah menuduh yang tidak-tidak.
Setelah memesan makanan dan menunggu, Starla pun mempersiapkan diri untuk meminta maaf pada istrinya mas Ares yang selama ini sudah ia buat salah paham.
"Maafkan saya karena sudah mempermalukan anda hari itu, tidak seharusnya saya menuduh anda dan suami saya berbuat seperti itu." Kata istri Ares dengan penuh penyesalan.
"Ah tidak. Saya yang seharusnya minta maaf karena sudah membuat mas Ares bekerja lebih banyak dari biasanya dan juga membuat anda berpikiran seperti itu." Balas Starla pelan.
"Dengan tulus saya meminta maaf karena hal itu." Kata Starla lagi, terlihat sekali jika Starla sangat tulus meminta maaf pada istri dari sekertaris suaminya.
Tbc