sembilan

1075 Kata
Sesampainya di rumah Ares pun mencari keberadaan istrinya. Langkahnya melambat saat melihat istrinya yang berada di dapur. Meskipun istrinya marah dan tidak ingin tidur di ranjang yang sama dengannya, istrinya tetap memasak untuknya. Untuk itu Ares tidak bisa pergi meninggalkan rumah, karena istrinya tidak benar-benar marah padanya. Ares menghampiri istrinya dan memeluknya dari belakang. "Aku tadi makan di luar sama mbak Starla." Kata Ares memberitahu istrinya yang hanya diam setelah tadinya terkejut dengan pelukan yang ia berikan secara tiba-tiba. "Lanjut ke hotel?" Tanya istrinya yang langsung saja dijawabi gelengan pelan oleh Ares. "Dia memintaku mengambil cuti dan tetap diam di rumah saat weekend untuk mengajakmu jalan-jalan." Jawab Ares yang langsung saja membuat istrinya terdiam saat mendengarnya. "Maaf karena selalu pulang terlambat dan membuat kamu salah paham. Aku benar-benar bekerja di sana." Kata Ares meminta maaf pada istrinya. Istri Ares yang mendengarnya tentu saja tersenyum tipis dan senang saat mendengarnya. Padahal sebelum ini dirinya sudah menyiapkan surat cerai untuk berpisah karena suaminya hanya diam saja setelah ia datangi ke kantornya dan bertengkar di sana. "Aku udah nyiapin surat cerai, aku pikir kamu akan melakukan itu." Kata istri Ares yang langsung saja membuat Ares terkejut saat mendengarnya. "Kamu mau cerai? Kenapa? Kamu sudah punya orang baru?" Tanya Ares yang langsung saja memutar tubuh istrinya dan melihat ke arah mata istrinya yang juga menatap ke arahnya. "Kamu selalu diam setelah kita bertengkar, memangnya wanita mana yang tahan?" Jawab istrinya yang berhasil membuat Ares diam dan memeluk istrinya dengan erat. "Aku minta maaf, kalau aku tidak cerita dengan mbak Starla tadi, aku pasti akan kehilangan kamu. Aku benar-benar minta maaf." Kata Ares meminta maaf lagi. Di rumah Starla pun masuk ke dalam rumah dengan menenteng tas yang tadi ia bawa. Hari ini dirinya pulang terlambat karena harus makan bersama dengan Ares, jika tidak mungkin saja dirinya bisa sampai di rumah sedikit lebih awal. "Baru sampai? Ayo makan dulu." Suara mertuanya yang terdengar membuat Starla tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya cepat. Starla mengikuti langkah mama mertuanya dari belakang dan duduk di kursi yang ada di ruang makan dengan tenang. "Papa dan mama sudah memutuskan untuk mengakhiri pencarian." Kata Tasya yang langsung saja membuat gerakan tangan Starla yang ingin mengambil lauk terhenti. Tasya yang melihat hal itu tentu saja hanya diam sejenak. "Ini sudah hampir empat bulan, kalaupun dia selamat dia pasti akan dimakan ikan di laut. Kamu mengerti maksud mama kan? Dia terombang-ambing ombak, bisa kamu bayangkan bagaimana dia." Lanjut Tasya yang langsung saja membuat Starla meletakkan sendoknya dan tidak lagi nafsu makan. "Kamu harus sadar, dia tidak akan selamat. Kecelakaan itu terjadi di laut lepas, kamu juga lihat bagaimana bangkai pesawat yang bertebaran di lautan dengan berbagai barang. Di sini mama bukannya tidak percaya dengan keyakinan kamu, tapi ini sudah berlalu sangat lama. Jadi mama mohon, kamu harus sadar." Lanjut Tasya lagi yang berhasil membuat Starla menangis dalam diam. "Kalau mama tidak ingin percaya, maka mama cukup diam saja. Biarkan Starla sendiri yang mempercayai hal itu." Gumam Starla dibarengi dengan isakan pelan. "Mama tidak ingin membiarkan kamu mempercayai hal konyol itu sendirian. Alasan mama mengatakan ini tentu saja ingin menyadarkan kamu, Ibra sudah besar, dia tahu segalanya. Dia tahu kalau ayahnya yang sangat ia banggakan itu mati di ...." "MAMA BERHENTI." teriak Starla yang langsung saja membuat Tasya ikut menangis saat mendengarnya. "Jangan paksa Starla mempercayai hal yang tidak ingin Starla percayai. Jadi tolong berhenti mengatakan itu. Dia pasti baik-baik saja di sana." Kata Starla lagi dengan tangisnya yang tidak ia tahan lagi. Semua orang yang tadinya ada diruang keluarga tentu saja langsung lari ke ruang makan saat mendengar teriakan. "Mau sampai kapan? Kamu mau sampai kapan membodohi diri sendiri?" Tanya Tasya dengan mengusap air matanya yang keluar. "Mama tidak perlu tahu tentang itu, cukup Starla yang tahu." Jawab Starla dan berniat untuk pergi. Namun langkahnya terhenti saat melihat putranya berdiri tidak jauh darinya. Tasya yang melihat Starla menghentikan gerakannya tentu saja langsung ikut menoleh, melihat ke arah cucunya yang berdiri diam dan menatap ke arah dirinya dan juga Starla. "Bunda sudah pulang?" Tanya Ibra yang langsung saja berlari menghampiri Starla dan memeluk kakinya. Badan Starla semakin gemetar karena tangisnya. Begitupun dengan semua orang yang melihatnya. Bagaimanapun juga Ibra sudah mendengar apa yang mereka bicarakan, dan anak itu masih bersikap seperti itu di depan semua orang. Setelah berhasil mengendalikan tangisnya, Starla pun duduk dan menatap ke arah putranya dengan bibir tersenyum tipis. Meskipun terlihat sekali jika air matanya terus keluar. "Tidak apa-apa jika nenek tidak percaya dengan bunda, Ibra percaya sama bunda." Kata Ibra menenangkan bundanya dengan tangan mungilnya yang bergerak mengusap air mata bundanya. Starla memeluk putranya dengan sangat erat. Tasya yang melihat hal itu tentu saja hanya bisa menangis dan menyesali apa yang tadi ia katakan. Seharusnya dirinya tidak mengatakan itu pada menantunya, kalau terjadi apa-apa dengan menantunya maka dirinyalah yang pantas disalahkan. "Sekarang bunda mandi dulu, Ibra akan bawakan makan malam ke kamar untuk bunda." Kata Ibra pelan. "Apakah bunda bau?" Tanya Starla pelan. "Sangat bau keringat." Jawab Ibra yang langsung saja membuat Starla tersenyum tipis saat mendengarnya. Inilah yang membuat Starla bertahan selama ini tanpa suaminya. Putranya selalu bisa menenangkan dirinya yang terkadang ingin berhenti dan menyerah pada hidupnya. Tentu saja semuanya itu sangat sulit untuk Starla, bertahan dengan menahan rasa nyeri yang terkadang ia rasakan karena jantungnya terasa salah. Setelah itu, Starla pun pergi ke kamar seperti yang diminta oleh putranya. Ibra sendiri langsung naik ke atas kursi dan mengambilkan makan malam untuk bundanya seperti yang tadi ia katakan. Berbeda dengan Tasya yang langsung berjalan menghampiri cucunya dan memeluknya dengan erat. "Maafin nenek." Kata Tasya dengan tangisnya. Ibra meletakkan sendok lauk dan mengusap air matanya dengan tangan kecilnya. Ibra menangis dalam diam agar bundanya tidak mendengarnya. Bagaimanapun juga Ibra tidak ingin bundanya tahu tentang tangisnya, karena keadaan bundanya akan semakin mengkhawatirkan jika dia harus mengkhawatirkan dirinya juga. Setelah cukup lama menenangkan diri, Ibra pun berjalan ke kamar bundanya dan tidak melihat keberadaan bundanya. Ibra berjalan ke arah nakas dan meletakkan piring itu di sana, setelah itu Ibra berjalan ke arah pintu kamar mandi. Ibra menggerakkan tangannya untuk mengetuk pintunya dan memanggil nama bundanya. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung memakai kimono handuknya dan keluar kamar, melihat ke arah putranya yang menyambut dirinya dengan senyuman. "Airnya hangat jadi bunda berlam, ...." Starla menghentikan kata-katanya dan memegangi daddanya dengan erat. Tiba-tiba saja terasa sakit di bagian sana, dan membuat dirinya jatuh ke bawah. "Bunda, apa yang terjadi?" Tanya Ibra yang langsung saja panik saat melihatnya. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN