tujuh

1004 Kata
Sudah seminggu berlalu, kepergian Gibran tentu saja membuat semua orang sedikit linglung daripada biasanya. Fakta jika Gibran menjadi korban kecelakaan pesawat tentu saja sudah menyebar sejak bangkai pesawat ditemukan di sebuah laut luas. Di mana bangkai pesawat terlihat hancur dengan puing-puing pesawat yang mengambang di perairan luas itu. Dari berita yang diperlihatkan di televisi ataupun internet, belum ada kabar jika salah satu orang selamat dari kecelakaan itu. Untuk itu semua keluarga besar masih terus memperhatikan berita terkait kecelakaan itu lebih banyak meskipun mereka juga mengirimkan beberapa orang untuk membantu pencarian. Seperti biasa, Ibra yang baru saja pulang sekolah terus memperlihatkan senyuman lebarnya. Beberapa hari ini sekolah terasa sangat sulit untuk dirinya, teman-temannya mulai datang mengerubungi dirinya dan menanyakan tentang ayahnya yang dirinya sendiri juga tidak tahu bagaimana keadaannya. Selain itu teman-temannya juga mengatakan jika dirinya bukanlah anak yang beruntung, bagaimanapun juga ayahnya baru saja pergi dan bundanya memiliki penyakit yang cukup mematikan. Ibra tentu saja marah, tapi dirinya memilih diam saja agar tidak membuat bundanya semakin lelah karena memikirkan tentang kenakalannya juga. "Bunda, Ibra pulang." Sapa Ibra seraya menghampiri bundanya yang tengah duduk di depan televisi, menonton berita yang sama setiap harinya. Ibra tentu saja sedih saat melihatnya, tapi sekali lagi Ibra tidak bisa untuk memperlihatkan hal itu pada bundanya. Karena bundanya tidak akan bersandar lagi padanya jika dirinya ikut sedih. Starla yang mendengar suara putranya pun langsung menoleh dan melihat senyuman lebar putranya yang terlihat sangat manis. Setiap melihat putranya, Starla merasa jika suaminya berada sangat dekat dengannya. Semua hal yang ada di dalam diri putranya benar-benar mirip dengan suaminya. Untuk itu, Starla sangat bersyukur karena memiliki Ibra sebagai putranya. "Sudah pulang? Ayo makan siang sama bunda." Jawab Starla dengan berdiri dan menghampiri putranya. Ibra pun mengangguk dan mengambil tangan bundanya dan memeganginya dengan erat. Ibra tidak ingin mengatakan banyak hal karena saat ini dirinya tidak ingin membuat bundanya sedih karena hal itu. Starla pun hanya mengikuti langkah putranya yang membawanya ke kamar untuk berganti pakaian dan juga meletakkan tas sekolahnya. Starla hanya melihat dan tidak sedikitpun membantu karena putranya meminta dirinya untuk duduk dan menunggu saja. "Apa di sekolah menyenangkan?" Tanya Starla pelan. Entah kenapa Starla merasa jika putranya sedikit murung beberapa hari ini. Karena biasanya putranya akan semangat saat menceritakan tentang kegiatan sekolahnya pada dirinya. "Sangat menyenangkan, guru-guru masih terus memuji Ibra yang pintar dan juga teman-teman yang menyukai Ibra." Jawab Ibra dengan senyumnya yang lebar. Awalnya memang seperti itu, tapi setelah sesuatu terjadi padanya, dirinya hanya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dan juga tatapan kasihan dari semua orang. "Bunda bersyukur untuk itu." Balas Starla dengan suara yang sangat pelan, entah kenapa Starla merasa jika putranya saat ini tengah berbohong pada dirinya. Meskipun begitu, Ibra masih bisa mendengarnya karena itu adalah suara bundanya. Saat Ibra mulai tahu jika bundanya sering sakit, Ibra mulai mendewasakan dirinya sendiri dan lebih memfokuskan semua hal untuk bundanya, itu juga yang dikatakan oleh ayahnya. Ayahnya terus mengatakan pada dirinya untuk selalu berdoa agar bunda tetap berada disisi mereka untuk waktu yang lama. "Apa Ibra merindukan ayah?" Tanya Starla dengan mata berkaca-kaca. Starla tahu, jika anak-anak lain pasti mereka sibuk menanyakan bagaimana keadaan papanya, tapi tidak dengan putranya yang hanya diam dan seolah-olah menjaga perasaannya dengan tidak menanyakan hal itu. Ibra yang mendengarnya tentu saja langsung diam, matanya menatap ke arah bundanya yang terlihat sedih dengan mata-mata berkaca-kaca. Tak hanya itu, bundanya bahkan sampai menundukkan kepalanya dan Ibra tidak menyukai hal itu. Tidak seharusnya bundanya sedih karena memikirkan tentang dirinya yang tiba-tiba saja kehilangan seorang ayah. "Ibra tidak boleh mengganggu ayah bekerja meskipun Ibra merindukan ayah, karena jika Ibra mengganggu maka ayah akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan pekerjaannya." Jawab Ibra dengan sangat panjang. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung tersenyum, air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah. Bagaimanapun juga dirinya kalah dengan seorang anak kecil yang bahkan saat ini terdengar menenangkan dirinya. "Benar, ayah pamit untuk bekerja, jadi dia akan pulang." Balas Starla dengan sedikit antusias. Ibra pun mengangguk dan menghampiri bundanya, memeluknya dengan erat dan juga menciumnya berkali-kali. "Bunda harus makan banyak, jangan kebanyakan diam. Ibra takut saat melihatnya. Bagaimana jika bunda nanti sakit lagi." Bisik Ibra pelan. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung diam, selama ini dirinya sudah membuat putranya khawatir. Benar-benar sangat menyedihkan karena dirinya bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. "Bunda pasti akan melakukannya, terima kasih sudah mengingatkan bunda. Maaf, karena bunda bersikap seperti anak kecil dan tidak memperhatikan kesehatan bunda sendiri." Jawab Starla seraya membalas pelukan putranya dengan sangat erat. Ibra pun tersenyum lebar saat mendengarnya. Ayahnya pernah berpesan padanya, jika dirinya tidak boleh meninggalkan bundanya sendirian. Selain itu, ayahnya juga mengatakan jika saat ini yang menjadi kekuatan untuk bundanya hanyalah dirinya, untuk itu Ibra tidak akan melupakan hal itu dan terus mencoba untuk membuat bundanya baik-baik saja selama ayahnya belum kembali. Setidaknya ayahnya harus kembali meskipun dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. "Ibra sangat lapar." Gumam Ibra pelan. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung menarik tubuhnya dan membuat Ibra tahu jika bundanya sedari tadi menangis dalam pelukannya. Ibra mengulurkan tangan kecilnya untuk menghapus air mata bundanya dengan perlahan. "Bunda lebih sering menangis akhir-akhir ini, padahal bunda yang sering bilang pada Ibra untuk jangan terus menangis." Kata Ibra mengingatkan bundanya. "Maafkan bund, bunda hanya merasa sepi karena tiba-tiba ayah pergi untuk waktu yang lama. Biasanya dia akan kembali lebih cepat saat bekerja." Jawab Starla mengatakan semua hal yang ia pikirkan. "Ibra akan terus berada di samping bunda, jadi jangan mengatakan hal seperti itu." Balas Ibra yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Starla. Keduanya pun langsung keluar kamar untuk makan siang. Tadi pagi, Starla tidak bisa makan banyak karena memikirkan tentang semua hal itu, tapi siang ini Starla harus makan banyak untuk putranya. Starla tidak bisa terus membuat putranya khawatir tentang keadaan dirinya yang semakin menjadi tiap harinya. Tasya sendiri kembali turun untuk membantu mengurus perusahaan putranya, untuk itu Tasya tidak ada di rumah untuk mengawasi menantu dan juga cucunya. Meskipun begitu, Tasya cukup lega karena mendengar semua hal yang dilakukan oleh keduanya dari laporan bibi rumah tangga yang bekerja di rumahnya itu. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN