Radit melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 21.20. Ia masih menunggu kedatangan Tibra. Tidak biasanya Tibra telat seperti ini. Padahal Tibra berjanji akan datang jam sembilan. Radit menyesap coffe yang sisa setengah itu. Ia memandang para pengunjung mengisi kursi kosong. Sedetik kemudian ia menatap Tibra, laki-laki itu berjalan ke arahnya. Radit meletakkan cangkir itu di meja. Tibra memandang Radit, yang sedang duduk di pojok dekat jendela. Radit mengatakan ada hal penting yang harus ia bicarakan. Tibra lalu mendaratkan pantatnya di kursi. "Sory telat, biasa macet," "Kedai kopi ini, dekat sama rumah lo, cuma di seberang sana," Tibra tertawa, ia melirik Radit, "Macetnya di rumah bro, bukan di jalan. Lo tau sendiri, gue baru selesai mandi," "Mandi malam-malam lagi," deng

