Suasana gelap diiringi bunyi air hujan yang turun diluar menyadariku kalau kini aku sudah berada dikamar bukan lagi dimobil, aku teringat kembali ucapan Mas Galih sore tadi dan langsung membuat kepalaku semakin terasa berat, saat aku hendak turun dari ranjang untuk mencari aspirin tiba-tiba sebuah tangan menahan tubuhku. Aku memutar kepala kearah kanan dan melihat Mas Galih tertidur nyenyak sambil memelukku.
Aku menatapnya panjang dan tanpa sadar tanganku membelai pipinya, merapikan anak rambut di keningnya dan mencoba mencium keningnya meski akhirnya aku batalkan, aku tidak mau semakin jatuh ke dalam pesonanya karena suatu saat nanti yang akan sakit hanya aku bukan dia.
Dengan sangat hati-hati aku melepaskan pelukannya agar Mas Galih tidak terbangun dan setelah itu aku merapikan selimut yang sudah jatuh berserakan dilantai, suatu kebiasaan Mas Galih yang susah untuk diubah.
Aku mengambil sebutir aspirin yang ada dilaci meja rias dan berjalan keluar dari kamar untuk mengambil segelas air minum, saat aku berada di pintu masuk dapur aku melihat Ara duduk dengan santainya menikmati wine tanpa tau malu.
"Malam Arum" sapanya, aku mendengus kesal dan tidak memperdulikan sapaannya yang menyebalkan itu, rasanya aku ingin menjambak rambutnya. Dasar penipu!!.
Aku mengambil segelas air lalu memilih untuk kembali ke kamar sebelum kesabaranku hilang dan membuka kedoknya saat ini juga.
"Ah iya aku lupa, tadi siang saat aku jalan-jalan ke mall tanpa sengaja aku melihat kamu, pengen nyapa sih sekalian mau ajak makan siang tapi sepertinya kamu buru-buru jadi aku membatalkan niatku" ucapanku barusan sukses membuat wajahnya yang tadi seakan jumawa menjadi pucat dan ketakutan.
"Oh kamu lihat dimana" tanyanya dengan suara bergetar.
"Lobby, saat aku mau pulang" kataku berbohong, dia seperti menghela napas dan wajah pucatnya kembali berubah menjadi angkuh dan sombong, "ah nggak nggak bukan dilobby tapi di depan café apa ya... lupa aku" sambungku, dia langsung meminum wine-nya dengan tangan bergetar, sedangkan aku kembali ke kamar dengan senyum penuh kemenangan. Lihat saja satu persatu niat busuk kalian akan aku gagalkan.
Usaha pertama yang mungkin akan susah tapi harus aku lakukan adalah menjalin hubungan baik dengan Mama, aku nggak tau apa yang Papa lakukan hingga Mama teramat membenci Arum, aku akan mencoba mengubah sedikit demi sedikit pandangan Mama kalau Arum bukanlah wanita seperti yang Papa fitnah.
****
Usaha untuk memperbaiki hubunganku dengan Mama dimulai hari ini. Aku sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan yang disukai Mama, aku yakin Arum tidak sekalipun menyiapkan sarapan untuk mertuanya karena setauku dia sama sekali tidak pandai memasak.
"Pagi Ma... Pagi Pa, ayo sarapan dulu Arum sengaja nyiapin sarapan pagi khusus buat Mama dan Papa" sapaku saat Mama dan Papa keluar dari kamarnya, wajah Mama sedikit berkerut saat melihatku menyiapkan semua sarapan sedangkan Papa hanya diam. Huh dasar mata duitan demi harta rela meninggalkan istri dan anak. Rasanya aku ingin menyiram kepala Papa dengan kuah sup panas yang aku pegang ini tapi Mas Galih benar saat ini belum waktu yang tepat untuk membuka kedoknya.
"Tumben Nyonya besar turun tangan langsung, jangan-jangan semua makanan ini sudah kamu kasih racun ya agar Mama mati dan kamu bisa menguras semua harta Galih" tuduh Mama, aku langsung menggeleng dan mengambil sebuah sendok dan mencicipi semua sarapan yang aku masak untuk memberitahu Mama kalau makanan ini bebas dari racun seperti yang dituduhnya tadi.
"Nah, Mama bisa lihatkan aku nggak mati setelah mencicipi semua makanan ini, jangan kuatir Ma... akukan cinta banget sama anak Mama dan mana mungkin aku tega menyakiti Mama dari suami tercintaku, bukannya keluarga harusnya saling menyayangi dan tidak saling menyakiti demi apapun" kataku menyindir Papa, wajahnya berubah merah mendengar sindiranku, sedangkan Mama memilih duduk dengan mata erbinar melihat semua sarapan yang aku persiapkan untuknya, aku mengucap syukur Mama menyukainya. Aku yakin Mama itu sebenarnya orang yang baik tapi kebencian yang ditanam Papa membuatnya berubah menjadi mertua kejam.
"Silahkan makan sampai kenyang ya Ma, kalo kurang nanti minta pelayan ambil di dapur aku bikin banyak kok, aku mau panggil Mas Galih dulu" aku tersenyum tulus dan Mama seperti ingin mengangguk tapi ditahannya saat Papa terlihat memberi sebuah kode untuk bersikap angkuh.
Aku masuk ke kamar dan melihat Mas Galih masih kesulitan memasang dasinya di depan cermin, aku menghampirinya dan mengambil dasi dari tangannya. Lalu aku mengalungkan dasi itu dilehernya, dia menatapku tapi tidak mengucapkan satu patah katapun.
"Mas, aku sudah bilang kalo pake dasi itu seperti ini... mulai sekarang Mas harus belajar memakai dasi sendiri, kalo aku nggak bisa atau aku nggak ada siapa yang mau pasangkan? Gampang kok masangnya semenit juga selesai... nahhh selesai, aduh ganteng banget sih suamiku ini jadi makin cinta deh" aku merapikan kemejanya dan membantunya memasang jas.
Tiba-tiba Mas Galih memelukku dengan sangat erat bahkan rasanya aku tidak bisa bernapas, "Aku nggak mau dan nggak akan pernah belajar dan jangan harap kamu bisa kabur dari tugas melayani aku, hanya kamu yang boleh memasang dasiku sampai kapanpun.. ngerti?" Mas Galih melepaskan pelukannya dan keluar dari kamar. Ada nada perintah dari suaranya tapi juga ada nada posesif.
"Aku akan lakukan semua tugas aku sampai Mas sendiri yang menyuruhku untuk berhenti" balasku dengan nada lirih.
****
Hubungan kami yang sempat dingin mulai mencair sedikit demi sedikit, aku bisa merasakan Mas Galih kembali menjadi Mas Galih seperti saat pertama aku berada dirumah ini, hangat dan romantis. Setiap malam dia pasti memelukku dengan erat seakan takut aku pergi meninggalkannya, dan anehnya mimpi-mimpi buruk itu seakan lenyap seketika berganti kenyamanan setiap dia memelukku.
Ara masih tetap berusaha menggoda Mas Galih, bahkan kini dia tak segan-segan menggodanya saat aku berada disamping Mas Galih, yang membuatku sedikit tenang Mas Galih sama sekali tidak memberi respon akan godaan Ara. Mas Galih memang suami setia dan pantas dicintai dengan tulus. Dia mampu menjaga hatinya hanya untuk Arum, hanya malam itu dia meminta haknya dan sampai hari ini tidak sekalipun dia meminta lagi, mungkin pengaruh pekerjaan dan juga usahanya mengumpulkan bukti untuk menangkap Papa dan Ara lah yang membuatnya kelelahan setiap pulang dari kantor.
Sore ini tidak biasanya MAs Galih pulang secepat ini, bahkan setibanya dirumah bukannya masuk ke kamar untuk mengganti baju tapi malah memilih tidur di ruang keluarga dengan baju kerja masih lengkap terpasang di badannya.
"Mas, mending tidur dikamar deh... jangan disini nanti wanita ular itu cari-cari kesempatan buat grepe-grepe Mas" bisikku pelan, Mas Galih tertawa dan merangkulku dalam pelukannya. Hangat dan selalu bisa membuat jantungku berdetak tak karuan.
"Mas, malu... kalo Mama atau Papa lihat nanti dikira kita macam-macam" balasku sambil berusaha melepaskan pelukannya.
"Nggak apa-apa kita sudah sah menikah, siapapun nggak ada yang melarang aku memeluk istriku, ya kan? Kecuali kamu menolak aku peluk... atau kamu mau menampar aku lagi?" matanya yang tertutup tadi tiba-tiba terbuka dan dia menatapku panjang.
"Maaf Mas, itu hanya reflek aja kok... nggak usah dibahas lagi bisakan?"
"Oke, aku nggak akan bahas tapi cium dulu... yang panas seperti dulu" mintanya, aku tertawa dan menggeleng untuk menolaknya.
"Tapi...disini ruang terbuka Mas, semua orang bisa lihat" tolakku, bagaimana kalau Zaka lihat nanti dia pikir aku kembali menggoda MAs Galih.
"Aku mau kamu cium aku sekarang!!!"perintahnya dengan keras dan sedikit memaksa.
"Arum nggak pernah sekeras itu bicara sama aku..." dia membuang napas dan melepaskan pegangannya, aku melihat bekas pegangannya tercetak ditanganku, maksud Mas Galih apa mengatakan itu... "kamu malu?, bukannya kita dulu sudah biasa ciuman disini bahkan selalu berakhir dengan b******a dikursi ini, kamu lupa? atau kamu nggak tau? kamu membuat aku berpikir kamu itu bukanlah Arum yang aku cintai, hahaha kelelahan membuatku semakin ngawur, maaf" baiklah, kalau itu membuatnya percaya aku Arum yang asli, kali ini aku akan mengalah dan memberikan apapun yang dia mau.
Aku mendekatinya dan mencium bibirnya, maafkan aku Arum... kali ini izinkan aku sedikit egois, izinkan aku mencium Mas Galih untuk membuktikan betapa aku mencintainya baik dalam identitas Arum dan juga Arimbi, agar dia semakin yakin dan tidak meragukan aku sebagai istrinya, sebagai Arum.
"Maaf Tuan..." suara Zaka membuatku sadar dari kebodohanku, dengan cepat aku melepaskan bibirku, malu dan juga takut langsung menghampiriku.
"Kenapa?" tanya Mas Galih sedikit keras. Zaka melihatku dengan tatapan merendahkan, ya aku mungkin w************n yang mencintai suami kakakku sendiri, aku tidak peduli dia mau berpikir apa, bagiku ini saat-saat aku harus berbahagia sebelum semuanya hancur.
"Ada yang mencari Tuan"
"Siapa?" MAs Galih memegang tanganku dan seperti enggan melepaskan, aku mengambil air putih untuk melegakan kerongkonganku yang kering akibat ciuman tadi.
"Benny"
Prankkkkkk
Gelas yang aku pegang tadi jatuh berderai dan tanganku langsung bergetar hebat saat mendengar nama Benny di sebut Zaka, tidak!!! Jangan sekarang, aku belum menyelesaikan misiku. AKu belum memberitahu Mas Galih kalau aku mencintainya.
"Suruh tunggu diruang kerja" ujar Mas Galih, Zaka mengangguk dan meninggalkan kami, saat dia hendak berdiri untuk menemui Benny, aku langsung menahan tangannya dan menggeleng ketakutan.
"Kenapa?"
"Mas, kita belum selesai ciumannya, jangan tinggalin aku sendiri" kataku ketakutan dan berharap Mas Galih membatalkan niatnya bertemu Benny.
"Aku mau tau tujuan dia datang, mau meminta uang atau mencari Arimbi..." jawabnya sambil melihatku tajam, lagi-lagi aku menggeleng.
"Nggak boleh!!!, jangan temui dia!!!" kataku keras dengan suara bergetar bahkan sedikit terisak menahan tangis.
"Kamu kenapa?" tanya Mas Galih, aku menggigit bibirku. Baiklah mungkin ini satu-satunya cara menahannya untuk bertemu Benny.
"Aku mau b******a!!!" aku menutup mataku, persetan dengan dosa.. karena dari awal aku juga sudah bergelut dengan dosa, dosa menyentuh suami kakakku, dosa mencintai suami kakakku dan sekarang dosa menginginkan Mas Galih hanya untukku.
****
Tbc