"Reina!!!" Samar-samar aku masih mendengar suara Mas Alan yang panik melihatku. Kedua paha dan tungkai kakiku terasa hangat, seperti ada air hangat mengaliri. Apakah itu air ketubanku yang pecah? Entahlah, aku tidak tahu. Yang pasti aku berada antara sadar dan tidak sadar tapi saat melihat Mas Alan tergopoh menemuiku setelah aku menelpon dan memberitahunya bahwa aku merasakan kontraksi, dia menjadi panik, itu melegakanku. Setidaknya, untuk kali ini, aku dan bayinya berhasil mengalahkan Khamila yang masih saja mengekorinya. "Reina, kamu kenapa nak?" Kali ini suara Mama Rina yang terdengar. Baiklah, sekarang aku berhasil menyedot perhatian para kerabat yang hadir dengan kontraksi tiba-tiba ini. Bulir keringat seukuran jagung semakin deras menetes dari kepala dan wajahku. Sumpah, rasanya