Dengan badan kesakitan akhirnya aku harus tidur di kursi ruang tengah dan meratapi nasib malangku. Sofa? Mana punya aku. Lha wong rumah aja dari papan dan model jaman dulu. Cuma ada ruang tengah yang bertiang soko guru empat biji dari kayu. Ada dua kamar di samping kanan ruang tengah. Satu kamar Bapakku, satu lagi kamarku. Tentu saja Annisa dan Zahra tidur di kamarku. Kan dulu aku pernah cerita kalau kamar Bapak tu sederhana banget dan cuma ada tikar pandan untuk alas tidur di lantai. Kalau kamarku tentu saja masih agak mendingan dengan kasur empuk diatas dipan kayu. Karena itu, bagiku sama saja apakah aku tidur di kamar Bapak atau di kursi kayu yang ada di ruang tengah. Toh sama-sama kerasnya. Aku berusaha memejamkan mataku dan melupakan rasa sakit berdenyut-denyut dari luka lebam yang