Aku mengikuti Nisa masuk ke kamar dan hanya terdiam saja. Kubiarkan gadisku ini melakukan apa yang dia mau. "Mas diem aja ya. Biar Nisa yang ngelayanin Mas Aan," bisik Nisa lirih di telingaku. Aku menganggukkan kepala. Nisa mendorong tubuhku rebah ke kasur dan mulai melepas bajunya sendiri pelan. Tubuh indah yang tadinya tersembunyi di balik bajunya kini terbuka dan terpampang jelas di depanku. Dua buah gunung yang menjulang tinggi dan menantangku untuk mendakinya. Pinggang yang ramping bagaikan biola, kulitnya yang putih mulus tanpa bantuan filter kamera, dipadu rambut panjang hitam lurus sampai ke punggung. Aku sedang melihat seorang bidadari turun dari surga. Wajah Nisa yang cantik dan bersemu merah sambil tersenyum manis ke arahku. Semuanya membuat aku bersyukur sudah memiliki