Keberuntungan Arga

2099 Kata
Sesampainya di kantor , Rosalina juga lekas masuk ke ruang kerja Arga. Menyiapkan sarapan Arga yang agak kesiangan karena Arga tadi buru-buru berangkat ke kantor karena ada tamu penting yang membuat janji dengannya pagi itu. Iya. Sudah beberapa bulan ini Rosalina memang ikut bekerja di perusahaan yang saat ini Arga pimpin. Beberapa bulan lalu perusahaan itu memang memperlebar jaringannya, bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang bergerak di bagian iklan dan promosi, dan beberapa bulan lalu Arga menggaet Rosalina untuk menjadi model iklan dari produk yang dia produksi. Rengganis tidak tau apa maksud itu semua. Namun saat Rengganis menanyakan hal ini pada Senopati, Senopati hanya mengatakan jika itu gagasan terbaik untuk membuat perusahaan mereka berkembang, karena semakin luas jaringan bisnis mereka, keuntungan yang akan mereka dapatkan juga bisa berkali lipat dari biasanya dan iya, Senopati sudah bisa merasakan bahwa ada perubahan yang sangat signifikan terjadi dengan perusahaan sejak Arga dan Rengganis mengambil alih perusahaan itu, meskipun sampai saat ini Rengganis hanya bekerja di balik layar karena sampai saat ini Ibu Rengganis masih menolak untuk mempublikasikan bahwasanya sebenarnya Rengganis adalah pemegang saham mayoritas di perusahaan di mana Arga menjabat sebagai CEO. Rengganis diam saat mendengar penjelasan Senopati, karena sebenarnya dia juga tidak bisa menutup mata jika apa yang dikatakan Senopati memang benar adanya, hanya saja yang Rengganis sayang kan adalah, bagaimana mungkin Arga justru menggaet Rosalina sebagai model untuk produk yang akan dia produksi dan promosikan, saat di luar sana ada banyak model yang lebih populer yang mungkin saja bisa memicu penjualan lebih bagus dari pada pamor seorang Rosalina. Tidak apa-apa jika mereka harus mengeluarkan modal lebih selama mereka bisa mendapatkan model yang kompeten dan berpeluang mendapat perhatian publik secara lebih luas, karena itu adalah bagian dari trik marketing. Meskipun, mungkin maksud Arga itu hanya untuk menaikkan nama Rosalina, dan lihatlah... hal itu justru membuat Rosalina semakin di atas angin, karena dia berpikir jika dia benar-benar bisa menguasai Arga sepenuhnya, terlebih lagi karyawan perusahaan itu juga tau jika Rosalina adalah istri Arga, istri kedua Arga, meskipun sampai detik ini kedua orang tua Arga masih belum tau kebenaran itu, karena memang Senopati benar-benar lepas tangan dari perusahaan itu, dan fokus dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang logistik dan furnitur yang juga sedang berkembang di luar negeri. Jika Rengganis adalah pemegang saham mayoritas di perusahaan yang Arga pimpin, lalu kenapa Rengganis malah bekerja di perusahaan lain? Bukan karena apa! Tiga tahun lalu Rengganis manggang di perusahaan itu, dan setelah selesai dengan kuliahnya, Rengganis memutuskan untuk kembali ke sana , meskipun sebelumnya ibu Rengganis sempat menawarkan Rengganis untuk bekerja di perusahaan yang saat itu Senopati pegang. Namun Rengganis menolak karena alasan ingin mencari pengalaman baru, bukan malah mendapatkan tempat special yang mungkin akan membuat Rengganis tidak bisa berkembang, karena tidak menutup kemungkinan jika akan banyak yang ikut campur tangan membantu pekerjaan Rengganis , hanya karena merasa segan, dan percayalah itu bisa menghambat Rengganis yang sedang belajar dunia bisnis beserta politik di dalamnya, dan beruntungnya ibu Rengganis mengerti maksud dari semua keinginan Rengganis itu. "Bagaimana dengan tamu Mas Arga? Apa dia setuju?!" tanya Rosalina, karena semalam Arga memang sempat membahas perkara itu dengan Rosalina. Arga tersenyum, lalu mengangguk. "Yes, tentu saja. Mereka juga sepakat menggunakan kamu sebagai model dari produk mereka nanti, dan tentu saja aku sudah menunjukan royalty yang harus mereka bagi padamu jika kamu berhasil mempromosikan juga menjual barang produksi dari pihak mereka!" ujar Arga. "Oh benarkah!" seru Rosalina dan Arga langsung mengangguk. "Yes. Dan itu artinya cepat atau lambat secara tidak langsung bisnis kamu pun akan ikut naik!" jawab Arga dan senyum Rosalina semakin terlihat mekar. "Oh aku mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu!" ujar Rosalina yang mendadak diselimuti kebahagiaan berlipat ganda hanya karena kabar yang baru saja Arga sampaikan padanya. Dia lantas mendaratkan kecupan bertubi-tubi di wajah tampan Arga , dan Arga meraih pinggang wanita itu untuk jatuh di atas pangkuannya. "Aku yakin Rengganis pasti akan senang mendengar kabar ini?!" ucap Rosalina dengan senyum yang dia buat semanis mungkin, tapi Arga justru terlihat menghela nafas panjang , seolah tidak senang saat Rosalina menyebut nama Rengganis. Meski begitu Arga tidak mengatakan apapun setelah itu. Dia hanya bersikap biasa saja, hanya untuk menjaga mood baik Rosalina. Percayalah, semua hal baik selalu berpihak pada Rosalina, dan keberhasilannya ini pun dia anggap berkat Rosalina. Dan hal yang sangat wajar jika Arga semakin menggilai Rosalina. Di tempat lain. Rengganis bergegas keluar dari lift saat pintu baja itu terbuka lebar, dan bergegas ke ruang CEO. Namun baru saja Rengganis akan membuka pintu ruangan itu saat tiba-tiba suara seseorang menghentikan pergerakan tangan Rengganis yang ingin membuka pintu kaca tersebut. "Anis...!" Rengganis menoleh, dan langsung melotot ketika melihat siapa orang itu. "Kau...!" seru Rengganis tidak percaya dengan apa yang dia lihat, tapi orang itu hanya tersenyum sembari melebarkan kedua lengannya. Rengganis berjalan ke arah orang itu, menatapnya sejenak, takut jika dia salah mengenali seseorang. "Oh my god. Apa itu kau...!" seru Rengganis dan orang itu semakin tersenyum lebar. "Kenapa? Apa aku terlalu tampan hingga membuatmu terpesona dan tidak bisa berpaling hingga kau sampai harus meneteskan air liurmu karena menginginkanku?!" ucap orang itu yang langsung membuat kesadaran Rengganis kembali dan dengan sangat cepat Rengganis justru menimpuk d**a laki-laki itu dengan map yang sedari tadi dia pegang dan rencananya akan dia serahkan pada bos di perusahaannya. "Auhh...!" orang itu mengaduh, tapi sambil terkekeh. "Sialan kamu. Terpesona apanya. Yang ada aku...!" "Aku merindukan kamu Anis. Sangat merindukan mu!" Potong orang itu yang langsung memeluk Rengganis dan Rengganis membalas pelukan itu. "I Miss you so much my sugar. How are you?!" ucapnya lagi saat Rengganis mengurai pelukannya di tubuh tingginya. "I am good!" jawab Rengganis dengan memamerkan senyum terbaiknya. "Jadi katakanlah. Kenapa kamu ada di sini, ahh...?!" tuntut Rengganis mendorong sedikit tubuh laki-laki itu. "Aku kesal saat tau kau masih kerja di sini, dan aku memang sengaja datang ke sini untuk menemui mu. Lagian coba kamu mendengar saran Papa, ikut bekerja di perusahaan Papa, kan aku bisa dengan mudah menculik kamu di depan suami sok ganteng kamu itu... tapi kalo di sini, takut aku. Takut di teriaki lalu di hakimi sama karyawan perusahaan ini!" ucapnya semakin terdengar ngelantur. "Kamu ngomong apa sih? Aneh!" Rengganis merasa lucu saat Leon mengatakan itu. Ingin menculiknya tepat di hadapan suami sok gantengnya yang tidak lain adalah kakak laki-laki dari Leon sendiri. "Eeeh beneran. Aku tuh hari ini niatnya emang mau nyulik kamu, tau. Aku mau pamer sama si Arga, kalo aku menculik istri gulanya!" balas Leon, tapi Rengganis langsung menggeleng. Leon memang memanggilnya dengan panggilan gula. Dari dulu, sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku sekolah. Meskipun di sini Rengganis lebih tua satu tahun di banding Leon, nyatanya mereka tetap kompak karena keduanya memang nyaris tumbuh bersama, begitu juga dengan Arga yang hanya terpaut tiga tahunan dari Rengganis. "Jangan ngadi-ngadi kamu Leon. Apa kamu pikir Mas Arga akan panik kalau kamu menculik ku? Enggak. Yang ada dia akan senang jika aku tidak ada di rumah , terutama Rosalina!" ucap Rengganis tapi hanya dalam hati. Hanya dalam hati , karena bagaimanapun dia tidak bisa mengatakan kebenaran itu sekarang. Kebenaran jika hubungan dia dan Arga tidak semanis yang Leon pikirkan. "Ah itu gak penting. Maksud ku Mas Arga gak sepenting itu sekarang!" ucap Rengganis mencoba mengalihkan fokus dan pembicaraan Leon. "Katakan padaku, kapan kamu kembali? Dan bagaimana kabar Papa dan Mama di sana?!" "Aku balik Indonesia kemarin malam, dan hari ini sudah langsung mencari mu, karena aku benar-benar merindukan kamu!" ucap Leon kembali menyerukan kata rindu itu. Rengganis tersenyum penuh kemenangan saat bisa membuat seorang Leon Adiguna merasakan rindu itu. "Aku tidak menanyakan rindu kamu, Leon. Aku hanya menanyakan kabar Mama dan Papa di sana. Terakhir aku dengar dari Papa , kamu sudah mulai aktif di perusahaan itu. Apa itu benar?!" ujar Rengganis setelahnya , dan Leon langsung mengangguk. "Yes. Tentu saja. Bukankah untuk bisa memilikimu aku harus setara denganmu dulu. Aku tidak mau diremehkan oleh Tante Susi jika belum sesukses dia atau Mas Arga." "Oh so sweet. Apa itu artinya kali ini kita bisa menjadi partner bisnis?!" ujar Rengganis setelahnya , dan Leon mengangguk. "Tentu. Tentu saja. Bukankah dari dulu aku selalu ingin menjadi partner kamu. Partner dalam segala aspek, tapi kamu nya saja yang malah memilih Mas Arga. Kamu gak sabaran nunggu aku sukses dikit. Kebelet kan kau!" sarkas Leon mengingat percakapan mereka dua tahun lalu, saat Arga di tawarkan untuk di jodohkan dengan Rengganis, dan saat itu Rengganis langsung setuju tanpa mempertimbangkan apapun hanya karena kedua belah pihak keluarga sudah saling mengenal satu sama lain, dan baik Rengganis ataupun ibunya , yakin jika Rengganis akan bahagia dengan keputusan itu. Meskipun faktanya nol. "Leon. Please... Jangan mulai!" Rengganis menghela nafas . "Iya. Habisnya mau bagaimana lagi. Mas Arga terlalu beruntung sih. Kenapa bukan aku aja sih yang jadi kakaknya, bukan malah adiknya. Sebel aku?!" ucapnya dengan nada suara yang terdengar kecewa. "Eeeh jangan gitu dong...!" Rengganis menyikut bahu Leon dengan bahunya. "Udah... lebih baik sekarang pikirkan di mana tempat makan yang enak. Kau harus mentraktir aku makan sampai kenyang, tapi sebelumnya, kau tunggu aku dulu. Aku harus menyerahkan dokumen ini sama pak boss. Soalnya tadi dia yang memintanya. Wait!" ucap Rengganis menunjukkan tiga map yang dari tadi dia pegang. "Oke. Aku akan menunggumu di ruang kerjamu. Kamu selesai kan saja dulu pekerjaan mu. Ruangan kamu masih di tempat lama kan?!" Leon mengikuti langkah Rengganis dan Rengganis hanya balas tersenyum. "Iyes. Tapi please... Jangan menghabiskan cemilan aku. Kau duduk tenang saja di sana, aku harus menemui Pak Boss!" ucap Rengganis dan Leon langsung mengangguk seraya membuat gerakan hormat di hadapan Rengganis. "Siap...!" Saat Rengganis benar-benar masuk ke ruang CEO, Leon juga langsung masuk ke ruang kerja Rengganis. Duduk di kursi meja kerja Rengganis seraya membuka nakas dan melihat beberapa toples cemilan milik wanita itu. Leon tersenyum. Ternyata Rengganis masih sama seperti yang dulu. Suka cemilan kacang selimut manis. Leon membuka tutup toples kecil itu dan mencicipi satu isinya. Tidak hanya itu, Leon juga membuka laci di bawah meja itu yang memang tidak di kunci dan langsung melihat photo pernikahan Rengganis dan Arga, kakak laki-lakinya. Ada senyum yang turut terbit di bingkai wajah tampannya, senyum yang entah apa artinya itu. Namun satu yang pasti , dia dari dulu tidak pernah setuju dengan keputusan kedua orang tuanya untuk menjodohkan Arga dengan Rengganis. Leon menghela nafas panjang, membalik posisi photo itu menjadi tengkurap , kemudian mengangkat satu buku tebal bertuliskan The Flower. Leon tau itu. Itu adalah buku yang dia beli untuk Rengganis, dan sungguh dia tidak pernah menyangka jika Rengganis masih menyimpan buku itu setelah sekian lama. Leon mengangkat buku itu, lalu membuka asal lembaran di dalamnya. Dia lantas membaca barisan di buku itu. { Ketika kau berada di sebuah jalur mencapai mimpi, dan kau tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi kegagalan demi kegagalan serta penolakan demi penolakan yang ada di jalur itu, maka ubahlah jalurmu. Jangan ubah mimpimu.____ karena terkadang, kau bebas memilih apakah dari penolakan dan kegagalan itu kau akan belajar tentang sebuah ketangguhan yang berarti kau akan bertahan di jalur itu untuk terus mencoba... atau kau akan belajar berimprovisasi... yang berarti kau akan berpindah jalur, akan tetapi tetap dengan tujuan yang sama. Kau bertanya, " bagaimana kau bisa?" Aku bilang, " setiap penolakan dan kegagalan adalah sehelai bulu. Kumpulkan bulu-bulumu, lalu rajut sayapmu."} Leon tersenyum membaca barisan kalimat itu, dan saat dia hendak membuka kembali lembaran lain buku itu, sesuatu jatuh dari dalam sana. Leon menatap lembaran putih di lantai , meraihnya dan senyum Leon semakin terlihat mekar . "Apa yang kau lakukan?!" Tiba-tiba suara Rengganis memecah fokus Leon, dia lantas mendongak , menatap manik teduh wanita itu. "Kau masih membacanya?!" ujar Leon dan Rengganis tersenyum. "Hanya kadang-kadang. Saat aku merasa lelah, aku membacanya, lalu semangatku pun bangkit hanya karena kata-kata di buku itu!" jawab Rengganis. Mendaratkan bokongnya di ujung meja dan Leon terlihat menyandarkan punggungnya di sofa. "Jadi katakan. Kita mau kemana?!" ujar Rengganis lagi. Leon bangkit dan menawarkan tangannya untuk Rengganis genggam, dan iya, Rengganis tanpa ragu menerima tangan itu. Mereka keluar ruangan menuju lift untuk segera meninggalkan bangunan berlantai dua puluh itu. "Aku rindu makan sup buntut langganan kita. Jadi kita kesana aja bagaimana?!" ujar Leon dan Rengganis hanya mengangguk. "As you wish. Kau bossnya sekarang, aku mah ikut aja!" jawab Rengganis dan mobil itu melaju di jalan raya menuju restoran langganan mereka. Mereka baru saja sampai di restoran itu, dan Rengganis pilih tempat duduk di pojok kanan restoran itu. Dekat dengan jendela taman. Namun baru saja dia hendak duduk... pandangannya justru tertuju ke arah kursi meja tidak jauh dari tempat dia. Untuk sesaat pandangan mereka bertemu di udara , namun karena alasan tentu, Rengganis kembali bangkit dan menyeret Leon untuk keluar dari tempat itu karena...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN