Bukan Pelakor

1483 Kata
Nasib sial sedang menimpaku, saat aku berusaha menolak ajakan Rosalina untuk menghadiri sebuah acara fashion show, hari ini aku justru harus menghadapi situasi yang sudah mati-matian aku hindari. Di mana aku harus dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan saat aku harus melihat keromantisan suami dan maduku. Aku berusaha mengalihkan pandanganku ke arah lain, juga berusaha mengalihkan pandangan Dewi agar tidak melihat ke arah meja di sebelahnya, tapi naas, wanita yang sedang hamil tiga bulan itu secara tidak sengaja melihat keberadaan Arga di kursi meja tidak jauh dari tempat kami duduk. "Wait. Apa itu Kak Arga, suamimu, Anis?!" seru Dewi saat dia tiba-tiba melihat keberadaan Arga tidak jauh dari tempat kami duduk. "Bukankah dia Rosalina, anak IPS dulu. Yang pernah terlibat skandal dengan pak Arjun, guru olah raga kita?!" ujar Dewi lagi saat Dewi juga melihat keberadaan Rosalina di sebelah Arga dan sialnya saat ini Rosalina terlihat sedang menyandarkan kepalanya di bahu Arga. "Sudah ayo kita balik. Aku gak biasa menghadiri acara semacam ini. Lagian , kenapa tadi kau tidak mengatakan jika akan mengajakku ke acara seperti ini!" Aku berusaha menghindari pandangku ke arah duduk Arga dan Rosalina. "No. Kita harus menghampiri mereka. Kau tidak bisa membiarkan wanita itu bersikap seperti itu pada suami mu. Apa kau tidak tau jika zaman sekarang ada banyak modus pelakor? Kau tidak bisa hanya diam, Rengganis!" tolak Dewi yang justru lebih murka saat melihat Arga dan Rosalina bersikap manis seperti itu. "Dewi. Jangan lakukan itu. Aku gak mau Mas Arga malah marah padaku jika kamu menganggu mereka." "Anis. Tolong ya. Kamu boleh baik sama siapapun, tapi tidak untuk seorang pelakor." Dewi sudah bangkit dari duduknya, dan bersiap untuk menghampiri Arga dan Rosalina, tapi aku buru-buru menariknya untuk kembali duduk. "Dia bukan pelakor, Wie. Dia bukan pelakor!" "Bukan pelakor bagaimana? Dia jelas sedang menggoda suami kamu, dan kamu mengatakan jika dia bukan pelakor?!" kutip Dewi dengan wajah memerah karena marah. "Iya. Dia bukan pelakor. Dia...." "Oh liat itu Anis. Wanita itu berani mencium suamimu. Apa kau masih berani mengatakan jika dia bukan pelakor?!" Dewi semakin berseru dengan kemurkaan yang luar bisa saat melihat Rosalina mendaratkan kecupan di pipi Arga dengan sebelah lengan yang terlihat bergelanjut manja di lengan atas Agra , dan Arga balas tersenyum seraya mengelus kepala wanita itu. Benar-benar adegan yang sangat manis yang selalu didambakan oleh setiap wanita dari pasangannya. Aku melihat ke arah Arga, saat Agra terlihat menyimak dengan tatapan yang sangat antusias saat Rosalina berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi sesekali Arga terlihat mengangguk dengan senyum terbaiknya, lalu meraih tangan Rosalina untuk di beri ciuman di punggung tangan wanita itu. Aku tidak tahu maksudnya, apakah Arga sengaja melakukan itu hanya karena dia tahu aku ada di tempat ini sekarang dan iya, Arga ingin melakukan itu untuk membuatku sakit hati, karena sebelumnya aku menolak ajakan mereka untuk ikut menghadiri acara ini. Aku bisa melihat dengan sangat jelas dari tatapan syahdu Arga jika ada cinta yang begitu besar yang Arga rasakan pada sosok Rosalina, dan untuk yang kesekian kalinya aku justru merasa sangat buruk setiap kali rasa sakit hati itu memenuhi relung terdalam jiwaku. "Ayo. Aku akan membantumu menjambak rambut wanita pelakor itu. Aku paling benci wanita yang merebut suami orang lain, apalagi jika itu adalah suami sahabatku!" ujar Dewi tapi aku tetap menahan lengannya agar tidak beranjak dari duduknya. "Dewi, sudahlah. Ayo lebih baik kita keluar. Aku gak cocok berada di tempat seperti ini. Ayo!" Kali ini aku yang bangkit dari dudukku dan menyeret lengan Dewi untuk keluar dari aula besar dan mewah itu , karena aku tetap saja merasa tidak sanggup untuk melihat kebahagiaan mereka. "Anis tunggu dulu. Kau tidak bisa seperti ini. Kau harus memperjuangkan apa yang sudah menjadi milikmu. Jangan biarkan seorang pelakor merebutnya darimu. Kita ini istri sah, jangan mau kalah sama....!" "Dia bukan pelakor, Dewi. Dia bukan pelakor!" "Bukan pelakor bagaimana? Aku tahu Arga, dan aku yakin jika wanita itu, Rosalina bukanlah adik perempuan Arga, dan aku juga tau jika...." "Tidak. Tapi dia juga istri Mas Arga! Iya , Rosalina dan Mas Arga adalah suami istri Dewi!" ucapku dengan sangat lirih , dengan nada suara yang terdengar lemah. "What...? Are you crazy?" Dewi syok, tapi aku langsung menggeleng karena memang begitulah kenyataannya. "No. Tapi itulah faktanya. Rosalina adalah istri Arga juga, dan kau tidak bisa melakukan apa yang ingin kamu lakukan pada mereka , karena itu sangat tidak baik untukku. Aku tidak ingin mempermalukan Mas Arga juga Rosalina jika kau justru melakukan aksi barbar mu itu meskipun sebenarnya aku juga tidak begitu baik saat harus melihat sikap manis mereka!" Dewi langsung mendaratkan bokongnya di kursi besi di luar aula itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan. "Apa maksud semua ini? Jangan bilang kau dan dia...?!" Dewi menggantung kalimatnya tapi aku buru-buru mengangguk untuk segala pikiran yang tidak sempat Dewi utarakan. "Iya. Kami menjalani pernikahan poligami." Aku pilih jujur karena memang aku tidak punya pilihan lain. Dewi orang nya keras dan tegas, dia yang paling badas di antara kami berempat, dan dia memang paling benci temannya di sakiti. "Oh my God? Apa yang terjadi denganmu, Anis? Aku tahu kau orang baik, tapi tidak seperti ini juga Anis." "Ini jalan yang takdir pilih untukku, lagi pula Rosalina orangnya baik kok, kami..." "Impossible!" potong Dewi dengan sangat cepat. "Aku mengenalnya Anis. Aku juga tahu beberapa kasus dia di sekolah dulu. Aku bahkan pernah menjadi saksi atas salah satu skandal wanita itu dulu, saat dia di hampiri oleh seorang wanita atas tuduhan menjadi sugar baby suaminya, dan kau mengatakan jika dia wanita yang baik? Mana ada wanita yang baik rela merebut suami wanita lain, dan satu lagi, tidak ada wanita yang baik yang rela menjadi istri kedua dari seorang laki-laki, terlebih lagi istri pertama laki-laki itu masih cukup mampu lahir batin melayani laki-laki itu. Jadi kau jangan berlaga lugu, Rengganis!" Dewi menekan setiap kalimatnya untuk menegaskan sikap aku yang menurutnya sangat konyol. "Dewi...!" "Sekali pelakor, tetap pelakor, dan harusnya kau...!" "Bukan dia pelakor nya Wie, tapi aku. Akulah pelakor di tengah hubungan kami!" "What?" "Iya. Di sini akulah pelakor nya. Aku tahu Mas Arga sangat mencintai Rosalina. Mereka sudah menjadi sepasang kekasih lebih dari tiga tahun, dan iya, aku yang merebut Mas Arga dari wanita itu. Aku menerima begitu saja lamaran Om Senopati saat itu , tanpa mempertanyakan apakah Mas Arga menginginkan pernikahan itu! Dan.....!" "Dan ternyata Arga tidak menginginkan pernikahan kalian!" potong Dewi dan aku langsung terdiam. Dewi kembali bangkit dari duduknya, seraya menahan kepalanya yang mungkin mendadak pusing , tapi aku hanya diam dan menunduk. "Jadi katakan, siapa istri pertama Kak Arga? Apa dia..." Aku menggeleng dan Dewi semakin terlihat frustasi, karena tentu saja dia sudah langsung bisa menyimpulkan apa yang sedang terjadi pada pernikahanku. Aku benar-benar terjebak dalam situasi ini. Aku pilih merahasiakan kebenaran atas ketidak beruntung ku menjadi istri seorang Arga Kelana, nyatanya aku tetap tidak mampu untuk menyembunyikan rasa sakitku di hadapan sahabatku sendir, terlebih lagi saat ini Dewi dengan jelas melihat bagaimana hubungan Arga dan wanita yang sempat satu sekolah dengan kami begitu manis. Dewi merasa ikut sakit ketika melihat Arga begitu lembut memperlakukan seorang wanita di hadapanku, dan mengabaikan perasaanku yang akan terluka dengan sikapnya itu. Aku terpaksa menceritakan sepenggal kisah rumah tanggaku, yang tidak seberuntung ketiga sahabat, pada Dewi karena sepertinya aku memang sudah tidak sanggup lagi memendam rahasia itu seorang diri, sementara bercerita pada ibuku pun aku tidak bisa, karena aku takut melukai perasaannya hingga mengakibatkan wanita itu kolep. Aku tidak bisa. Dia adalah satu-satunya keluarga yang aku punya saat ini, dan sebisa mungkin aku akan menutup segala yang sekiranya memicu kecemasan yang bisa saja berimbas pada kesehatan mental wanita itu, ibuku, karena bagaimanapun seorang ibu akan menjadi orang yang paling terluka saat salah satu anaknya terluka, dan aku benar-benar tidak ingin itu terjadi pada ibuku, terlebih lagi beberapa bulan ini kesehatan beliau sedang tidak begitu baik. Ada rasa simpatik yang turut di rasakan Dewi, dia memeluk ku tanpa berkata apa-apa, dan aku tetap berusaha tegar , meski sebenarnya aku jauh dari kata itu. Setelah sampai di rumah, aku melihat mobil Arga sudah terparkir di garasi , dan itu artinya kedua orang itu sudah pulang. Aku memasukkan mobil, kemudian masuk begitu saja ke dalam rumah. Aku melihat Arga sedang duduk di sofa ruang tengah menghadap televisi , tapi aku pilih mengabaikannya , akan tetapi saat aku hendak menaiki anak tangga rumah itu, Rosalina justru memanggil ku dari arah ruang tengah, dan aku menghentikan langkahku, tanpa berbalik untuk membalas sapaannya. "Nis... Malam ini Mas Arga tidur di kamarku ya, soalnya aku baru beli baju dinas malam baru tadi, dan aku ingin menunjukkan pada Mas Arga. Boleh ya?!" sapa Rosalina, dia izin agar malam ini Arga tidur di kamarnya. Aku tidak tau harus menanggapi dan bersikap apa untuk permintaan Rosalina ini. Pasalnya enam bulan ini Arga selalu tidur di kamarnya dan tidak sekalipun tidur di kamarku tapi pernyataan Rosalina kali ini seolah ingin menamparku untuk satu fakta bahwasanya Arga hanya miliknya. Hanya miliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN