Eps. 7 Tamu Tak Diundang

1273 Kata
Uang kertas tadi terbawa angin hingga kemudian jatuh ke kolam yang ada di samping tempat duduk Gavin. "Astaga! Haruskah aku mengambilnya di kolam?" pekiknya melihat lembaran uang yang terapung di kolam mulai basah. Tanpa ada yang memberikan komando, Gavin beranjak dari duduknya kemudian bergeser ke sisi kolam di sampingnya. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mengambil uang kertas sebelum semakin basah, dan rusak. Empat uang berhasil diambilnya. Tersisa satu uang yang letaknya lebih jauh, membuatnya membungkuk semakin dalam untuk mengambil. Embusan angin kembali membawa uang bergeser lebih jauh, membuat Gavin semakin dalam membungkuk hingga akhirnya dia tercebur ke kolam. "Hiss! Tak hanya uangku yang basah tapi bajuku juga basah kuyup," desau Gavin. Dia berbalik sembari membawa lima lembar uang kertas basah. Saat itu Hana datang mendekat dan tersenyum nakal pada Gavin. Lucu saja melihat pria itu kini basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki. 'Bukannya membantu tapi malah menertawaiku. Wanita macam apa dia?' Gavin kemudian mengulurkan tangan pada Hana. "Ada apa?" "Bantu aku keluar dari sini." "Tadi kamu bisa masuk sendiri, semestinya kamu juga bisa keluar sendiri," balas Hana. Melihat Hana yang sepertinya enggan menolong dan sebelum wanita itu menjauh mundur, Gavin menarik tangan Hana keras, hingga membuat wanita berambut lurus dan curly pada bagian ujung ini kemudian ikut terjatuh ke kolam. Terdengar suara Gavin yang tertawa renyah, menertawakan Hana yang kini basah kuyup sama seperti dirinya. Sengaja dia membuat Hana basah agar berhenti tertawa dan merasakan apa yang dirasakannya saat ini. Dia tak suka ditertawakan oleh Hana. Sebagai gantinya dia bisa menertawakan wanita itu sekarang ini. Impas! "Akh! Kenapa aku jadi ikutan basah? Ini semua karena kamu!" rutuk Hana kesal. "Aku? Aku hanya minta tolong saja padamu saat aku menarik tanganmu, harusnya kamu menarikku balik. Tapi kamu diam saja. Lantas jangan salahkan aku." "Bukannya kamu sengaja, ya?" tuduh Hana dengan bola mata membulat. Gavin diam, kembali tersenyum. Sedangkan Hana cepat keluar dari kolam karena banyak pasang mata yang kini mengawasi mereka. Daripada dia mendengarkan hujatan, lebih baik dia segera menyingkir. Gavin pun keluar dari kolam setelah Hana berhasil keluar dari kolam. Sungguh, suara tawanya masih tersisa di udara yang menunjukkan kepuasan pria itu melihat Hana menderita. Jujur saja, sekarang ini dia merasa terhibur. Rasa sakit dan sedih diputus tadi hilang sudah pergi diganti dengan tawa yang masih menghiasi bibir. *** "Dasar kurir resek! Hachi!" umpat Hana berulang kali setelah tiba di kontrakan dengan baju basah. Beberapa kali dia juga bersin. Hana memutuskan untuk cepat kembali setelah keluar dari kolam. Dia tak mau berada di luar dengan baju basah kuyup yang membuat penampilannya seperti lalat tercebur got. Tak nyaman dan lagi dia tak ingin terkena flu. "Akh! Ini bau sekali!" Lagi, Hana menggerutu ketika berada di kamar mandi dan melepas pakaian. Pakaiannya yang basah sampai berwarna hijau lumut terkena air kolam tadi. Air di kolam taman entah berapa lama tidak dikuras airnya sampai berwarna hijau kehitaman tadi. Hana melapisi tubuhnya dengan sabun tebal. Entah berapa kali sudah dia melumuri tubuhnya dengan sabun sampai licin dan berapa lama dia berada di kamar mandi. Yang jelas kulit di tubuhnya sampai terlihat pucat baru dia keluar dari kamar mandi dengan handuk membelit tubuh dan kepalanya. "Sekarang sudah bersih." Tubuh Hana sekarang baunya harum entah itu dari bekas sabun yang dipakainya atau ke parfum yang baru saja disemprotkan ke tubuh. Sejenak dia duduk bersandar di kursi setelah ganti baju di kamar. Karena tak ada kegiatan, tangannya gatal melihat ponsel yang tergeletak di meja. Hana mengusap layar ponsel kemudian masuk ke sebuah aplikasi olshop. Dia melihat-lihat barang trending sekarang di sana. Karena tak ada barang menarik di satu aplikasi, maka dia membuka aplikasi olshop lainnya. Hana kembali melihat katalog produk. Apa saja dia lihat. Mulai dari produk lipstik, sampai sweater dan berakhir di minuman kaleng. Keranjang belanja Hana penuh. Beberapa produk dia tambahkan tadi. Dia sendiri baru tahu keranjangnya kepenuhan. "Kalau aku check out semua jatuhnya segini." Hana mencoba menghitung jumlah total pesanan yang harus dibayarnya. Jumlahnya terbilang banyak. Satu juta yang harus dia bayar. Padahal sebelumnya dia sudah belanja online hampir satu juta, masih di minggu yang sama. Hana pun mengurangi lebih dari separuh item yang ada di keranjang. Setelah dia menghitung jumlah tagihan yang dibayar hanya beberapa ratus ribu saja, dia kemudian membuat pesanan. Selesai belanja online, Hana menaruh kembali ponsel ke meja. Sekarang dia ingin berebah sebentar di sofa sebelum menyiapkan bahan untuk dimasak malam nanti. Terdengar suara bel berdenting. Hana yang baru saja berebah, menegakkan tubuh kembali. Dengan malas dia membuka pintu. "Ya, siapa?" Seorang pria pasang senyum lebar memerlihatkan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi dengan sekuntum bunga mawar merah di tangan. Namun reaksi Hana muak melihat senyum itu, terlebih pemilik senyum manis yang menurutnya sangat menyebalkan. Siapa lagi bila bukan eks tunangan Hana yang datang. "Ray! Kenapa kamu datang ke sini? Bukankah hubungan di antara kita sudah berakhir?" tegas Hana. Padahal setelah batalnya pernikahan mereka, Hana sudah mengingatkan Ray untuk tidak pernah mendatanginya lagi, sekalipun dia sakit atau mau mati. Dia sudah tak ingin berurusan lagi dengannya. "Hana, maafkan aku. Semuanya hanya salah paham. Aku kemari ingin merajut hubungan kembali denganmu." Hana sampai ternganga mendengar perkataan Ray yang terlihat santai tanpa tekanan dan rasa berdosa sekali pun. Bisa-bisanya pria itu bermuka badak begini. Mendatanginya seolah tak ada masalah sama sekali. Di mana urat malunya? Apa sudah putus? "Tidak! Aku tidak mau menjadi istri mudamu. Kamu pria badjingan! Apa yang kulakukan padamu sampai kamu tega menipuku? Kamu sudah punya istri yang hamil besar dan mau melahirkan, malah main wanita. Puas kamu sekarang semua orang memberikan cap pelakor padaku?" Tulang rahang Hana yang biasanya lembut ini sampai menegang menatap Ray. Hatinya bagai diremas-remas kembali melihat pria menyebalkan ini. Baru berapa hari hubungan mereka kandas, namun bukannya Ray sadar dan merenungi kesalahannya. Pria tak punya otak ini kembali menawarkan sejuta cinta dan Janji manis untuk Hana. "Kali ini sungguhan. Aku tidak akan berbohong padamu. Kamu tidak akan menjadi istri keduaku. Bersabarlah satu bulan lagi sampai istriku melahirkan dan aku akan menceraikannya lalu menikah denganmu. Aku sudah tak mencintainya. Cintaku hanya kamu seorang. Maukah kamu tetap menungguku?" "Tak ada cinta untuk istrimu kamu bilang? Lalu bagaimana dengan benihmu yang tumbuh di rahimnya dan sebentar lagi akan lahir? Kamu anggap apa kami para wanita? Kamu bosan dan dengan mudahnya beralih padaku? Nanti bila kamu bosan padaku, pada wanita mana lagi kamu akan menggoda?" "Itu tak akan pernah terjadi. Aku takkan pernah bosan padamu sampai kapanpun, Hana. Percayalah padaku." Ray memberikan sekuntum mawar merah yang sejak tadi dipegangnya. Alih-alih bunga itu diterima dengan baik oleh Hana. Hana menusukkan tangkai bunga itu ke hidung Ray karena saking sebalnya. Sungguh, dia seolah dipermainkan oleh pria bertampang ayu ini. Namun Ray tak mau pergi meski diperlakukan kasar oleh Hana. Dia serius dengan perkataannya. Mungkin saat ini hanya inilah cara yang ada di otaknya untuk membawa kembali Hana dalam pelukannya. Dia hanya harus bertahan saja. Ray nekat melakukan sesuatu yang seharusnya tak dia lakukan. Dia merengkuh tubuh Hana dalam pelukannya. Lalu dia memonyongkan bibirnya untuk mencium Hana dengan mata terpejam. "Hana, aku tahu belum pernah melakukan ini denganmu. Aku harap ciuman ini mampu membuka hatimu untuk kembali." Sungguh, Hana semakin jijik dengan tingkah Ray. Dia semakin ilfil dengan eksnya ini. Melihat bibir monyong Ray, tiba-tiba saja terlintas sebuah ide untuk membalas pria ini. Kebetulan tetangga Hana memelihara ayam yang dilepas bebas. Sering ayam itu buang kotoran sembarangan. Salah satu kotorannya ada di dekat tempat mereka berdiri saat ini. Hana melepas selop yang dipakai setelah menginjak kotoran ayam. Dia lantas melepas perlahan selop itu,lalu membawanya ke depan bibir Ray. Ray yang sudah bernafsu cepat mencium sandal yang dia pikir adalah bibir Hana. 'Kenapa bibir Hana basah sekali? Dan pahit rasanya, juga bau?'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN