10 : Nyaman

1570 Kata
Zahira berjalan memasuki area Pantai, cuaca tidak begitu panas hari ini, cenderung mendung. Ia mencari keberadaan Kirana dan Aric, ia heran kepada dirinya, bukannya jalan dengan teman sebayanya malah mengiyakan jalan dengan anak anak abg. “Kak Ai… disini…” Zahira melihat Kirana berdiri di sebuah café yang ada di dekat Pantai, ia tersenyum dan berjalan mendekati Kirana yang sedang bersama Aric. “Kalian sudah lama?” tanya Zahira duduk di hadapan Kirana dan Alaric. “Baru sepuluh menit lalu kak Ai…” “Ai…panggilan apa itu Ki? Nama kakak Zahira, panggilan Aira, kamu panggil Ai, singkat sekali,” gelak Zahira. “Biar terasa dekat dan akrab,” kekeh Kirana, “kak Ai mau pesan apa?” “Aku baru breakfast sama mama, jadi minum aja deh.” Kirana memanggil waiters dan memesan minuman untuk Zahira, Zahira memilih minum air kelapa murni tanpa gula, apalagi ia tidak begitu suka yang manis manis. “Kenapa tidak pakai gula kak Ai?” “Soalnya aku sudah manis, jadi tidak perlu tambah gula lagi.” Kirana dan Alaric saling pandang kemudian tertawa lepas, Zahira pun ikut tertawa. “By the way, kalian mengajak aku jalan ke Pantai, kenapa kalian tidak jalan sama mama dan papa kalian sih, kan lebih asyik dan seru,” ucap Zahira meneguk air kelapa pesanannya yang sudah datang. Raut wajah Kirana dan Alaric berubah, yang tadi penuh tawa menjadi muram. Zahira yang melihat hal itu merasa ada yang salah dengan ucapannya. “Sorry… kakak salah bicara ya, maaf ya,” Zahira merasa tidak enak. “Tidak apa apa kak, papa dan mama kami sudah berpisah beberapa bulan lalu, aku dan Aric ikut papa.” “Oh… sorry banget ya, pasti sulit banget ya bagi kalian.” “Kita tidak perlu membahas itu ya kak, aku dan Aric masih melakukan penyesuaian dengan kehidupan yang sekarang kami jalani.” “Oke, maaf. Setelah ini kita ke Pantai ya, cuaca mendung, sepertinya akan bertahan sampai sore, kita bisa main air.” “Oke, sudah lama juga kita tidak ke Pantai, iya kan Ric. Terakhir kita ke Maldives sama papa dan…” Kirana tak melanjutkan ucapannya saat mulai pembahasan tentang keluarganya. “yuk lah kita ke pantai,” ajak Zahira berdiri, ia menarik tangan Alaric dan Kirana menuju Pantai. Mereka melepaskan sepatu mereka dan meletakkan dibawah pohon kelapa yang ada di sepanjang Pantai. Mereka berjalan menyusuri Pantai sembari menendang pasir yang sesekali disapu ombak kecil di Pantai itu. “Kak Ai punya kakak? Atau punya adik?” tanya Kirana tiba tiba. “Kakak ada satu adik Perempuan,” jawab Zahira, ia melirik Aric yang terlihat pendiam. Zahira kemudian menghentikan langkahnya. “Aric kenapa? kenapa terlihat sedih?” Kirana berbalik, melihat Aric yang memang terlihat tidak bersemangat. “Kamu gimana sih Ric, kamu yang ada ide mengajak kak Ai main, malah diam.” “Aric ingat mama kak, Aric kangen mama.” “Ric, kamu tahu kan mama sudah tidak memikirkan kita lagi, dia sedang bersenang senang dengan selingkuhan yang sudah ia nikahi dan melupakan kita, jadi kamu juga harus melupakan mama,” ucap Kirana dengan nada sedikit tinggi, Zahira terkejut dengan topik pembahasan Kirana dan Alaric. “Kiki….” Zahira memegang tangan Kirana, Kirana menoleh pada Zahira, Zahira menggelengkan kepalanya pelan, mengisyaratkan agar Kirana tidak melanjutkan pembicaraannya dengan Alaric. Kirana menggigit bibirnya menyadari ia sudah bersalah memarahi Alaric. “Dek… kak Kiki minta maaf ya, bukan maksud kakak begitu,” ucap Kirana. “Kak Kiki jahat!” Aric kemudian berlari meninggalkan Kirana dan Zahira, Kirana akan mengejar Alaric tapi Zahira menahan tangannya. “Biarkan dia dulu Ki, dia tidak akan pergi jauh.” Kirana kemudian berjalan menjauh dari Pantai dan duduk di bawah pohon kelapa, Zahira mengikuti Kirana dan duduk di samping Kirana, Kirana memainkan pasir di depannya. “Kakak tahu Kiki kecewa sama papa, sama mama, kakak tidak tahu masalah keluarga kamu tapi seburuk apapun mama kalian, kalian harus tetap menyayanginya, menghormatinya. Aric anak laki laki dan biasanya lebih dekat dengan mamanya, dan anak Perempuan lebih dekat dengan papa. Benar kan?” “Iya kak Ai, memang Aric sangat dekat dengan mama, dia sangat terpukul saat tahu mama pergi dari rumah, aku juga sama tapi aku bisa memahami perasaan Aric.” “Sebagai kakak kamu seharusnya bisa mendukungnya, atau jika ia merindukan mama kalian, kalian bisa kan menemuinya, dia pasti akan sangat senang.” “Kak Ai tidak tahu, mama sudah tidak memperdulikan aku dan Aric, Aric sering minta bertemu mama tapi mama selalu banyak alasan dan tidak mau menemui aku dan Aric, makanya Aric sangat kecewa pada perceraian mama dan papa berharap perceraian ini tidak pernah terjadi,” ucap Kirana menerawang, matanya menatap jauh ke laut. Zahira menarik tubuh Kirana dan memeluknya, Kirana dituntut dewasa sebelum waktunya, di usia yang belum genap tujuh belas tahun, ia harus bisa mengerti keadaan orangtuanya, masa abg yang seharusnya lebih dapat perhatian orangtua, tidak ia dapatkan. “Kamu sudah baik baik saja?” tanya Zahira mengurai pelukannya. Kirana mengangguk, Zahira tersenyum lembut, “kalau begitu kakak cari Aric dulu ya,” ucap Zahira, Kirana mengangguk setuju. Zahira berdiri dan meninggalkan Kirana, mencari keberadaan Aric, ia berjalan ke arah dimana Aric berlari tadi. Wajah Zahira terlihat khawatir karena tidak menemukan Aric, hingga ia melihat Aric berdiri di tepi Pantai menatap jauh ke laut, Zahira terburu buru mendekatinya. ~~~ ~~~ Arsen berjalan menuruni tangga, mulai minggu ini Arsen menjadwalkan untuk tidak ke luar kota atau luar negeri untuk memeriksa laporan cabang cabang hotelnya, ia ingin menghabiskan waktu weekend dengan anak anaknya. Arsen tidak ingin anak anaknya kehilangan kasih sayang darinya, ia sudah salah selalu mengutamakan pekerjaan dari pada keluarga hingga keluarganya tercerai berai dan kini ia ingin Kirana dan Aric merasa dirinya menyayangi mereka. Arsen masuk dalam ruang makan, jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, semalam ia memang menyelesaikan pekerjaannya hingga larut agar hari ini ia bisa me time bersama Kirana dan Alaric. Arsen ingin mengajak Kirana dan Aric sekedar jalan ke mall, memang ia bangun kesiangan hari ini tapi ia ia tetap ingin melakukan rencananya. “Bik… tolong panggilkan Aric dan Kiki,” ucap Arsen yang sedang duduk di ruang makan untuk brunch, breakfast sekaligus lunch. “Maaf tuan, non Kiki dan den Aric keluar.” “Keluar? Kemana?” “Mereka bilang ke Pantai.” “Siang siang begini ke Pantai?” “Tapi cuaca agak mendung dari pagu tuan.” Arsen berpikir sejenak, ia melanjutkan makannya setelah itu ia pergi ke ruang kerjanya. Ia duduk di sofa set sembari berpikir, tiba tiba saja Kirana dan Aric pergi ke Pantai tanpa bicara apa apa dengannya. “Aneh sekali…” “Apa yang aneh.” Bayangan Arsen di cermin menjawab gumaman Arsen. “Mereka ke Pantai tanpa bicara denganku.” “Tidak aneh, kamu kan setiap weekend pergi ke luar kota dan luar negeri untuk memeriksa laporan cabang hotel, jadi mereka sudah terbiasa seperti itu, pergi kemanapun tanpa mengatakannya kepadamu.” Arsen membenarkan, ia memang selalu pergi saat weekend, baik saat masih menikah dengan Nilam, ataupun saat ia dan Nilam sudah berpisah. Arsen merasa ia memang bukan ayah yang baik bagi anak anaknya karena hanya mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga. Arsen mengeluarkan ponselnya dari kantong celana pendeknya dan mendial nomor Kirana. "Halo pa..." "Kamu dimana sayang? Papa cari kalian kata bibik kalian ke pantai, kenapa tidak ajak papa?" "Kiki pikir papa perjalanan bisnis, jadi Aric dan Kiki mengajak kak Ai ke pantai." "Kak Ai? Siapa itu Ki?" "Itu yang waktu itu menemukan Aric dan mengantarnya pulang, Aric kan punya nomor kontaknya, Kiki hubungi tadi dia bisa ya akhirnya kita bertiga ke pantai." "Kalian harus hati hati dengan orang baru sayang." "Pa, please jangan mulai, Kiki dan Aric nyaman jalan sama kak Ai." "Iya iya maaf sayang, tapi tetap saja papa khawatir sebelum papa tahu seperti apa kak Ai mu itu Ki." "Ya udah papa kesini aja, biar papa mengenal kak Ai, dia baik banget pa." "Ya udah, papa akan kesana sekarang." "Pap serius?" "Iya." "Oke, Kiki tunggu ya." Arsen mengakhiri sambungan teleponnya dengan Kirana, ia segera bergegas keluar dari ruang kerjanya dan keluar rumah. Arsen berjanji menuju mobil sport nya dan segera memacu mobilnya menuju pantai setelah Kirana share location dimana ia berada. ~~~ ~~~ Arsen keluar dari mobilnya menggunakan baseball hat dan kacamata hitam, walau cuaca mendung tetap saja terlalu terang membuat Arsen harus melindungi matanya dengan kacamata hitam. Arsen berjalan memasuki area pantai tapi baru beberapa langkah ia terpaku di tempatnya saat melihat seseorang yang ia kenal berjalan dari arah yang berlawanan dengannya. Arsen bingung apakah ia harus minta untuk bicara dengan Zahira tapi ia bisa melihat Zahira masih terlihat marah saat melihatnya. Zahira pun terkejut saat melihat Arsen ada di pantai yang sama dengannya, padahal sejak pembicaraan mereka waktu itu ia masih sangat marah dengan ucapan atasannya itu dan berharap tidak bertemu secepat ini apalagi di tempat umum. Zahira berjalan cepat melewati Arsen tanpa mau menoleh, Arsen ingin menghentikan Zahira tapi ia berpikir ini bukan saat yang tepat. Arsen membiarkan Zahira pergi dan ia pun berjalan masuk dalam area pantai dan melihat Aric dan Kiki duduk di tikar yang ada di tepi pantai, ia tidak melihat orang lain selain kedua anaknya itu. Arsen mendekati Kirana dan Aric dan duduk bersama mereka. "Papa... lama sekali datangnya, kak Ai sudah pulang karena di telepon mamanya." "Maaf sayang, tadi jalanan macet, mungkin memang papa belum dibolehkan menemui kakak Ai kalian itu. Kita pulang?" "Kita ke mall bagaimana?” “Oke, ayo Ric.” Aric mengangguk senang. Lynagabrielangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN