Zahira masuk dalam kamar mandi lobby setelah keluar dari lift yang turun dari lantai dua, ia masuk dalam toilet di ujung dan duduk. Ia terisak, ia tutup mulutnya agar tidak ada yang mendengar tangisannya. Ia merasa harga dirinya sudah di rendahkan oleh pemilik hotel dimana ia bekerja, Zahira sudah menerima takdir jika ia kehilangan kesuciannya karena itu juga adalah kesalahannya sendiri, mana mungkin ia menyalahkan orang lain walau orang itu pria yang tidur dengannya. Tapi mendengar jika Arsen menghargai kesuciannya dengan uang, harga dirinya terluka.
Setelah sedikit tenang, Zahira kemudian keluar dari toilet dan menuju wastafel, ia sedikit terkejut saat melihat Anita masuk dalam kamar mandi lobby. Anita berjalan menuju wastafel kamar mandi, ia melirik Zahira yang terlihat sembab, ia tersenyum sinis.
“Masih saja kamu tangisi nasib buruk kamu ditinggalkan oleh Reno Ra, move on dong,” ejek Anita sambil mencuci tangannya.
Zahira yang juga sedang mencuci tangannya mencengkeram tangannya sendiri hingga buku buku tangannya terlihat memutih, ia malas meladeni Anita, ia bahkan tidak menangis karena Reno tapi Anita beranggapan lain saat melihat wajah Zahira yang sembab.
“Jangan bicara sembarangan,” jawab Zahira mengeringkan tangannya, ia lalu melewati Anita untuk keluar dari kamar mandi tapi tangannya ditahan oleh Anita.
“Ingat, Reno suamiku, jangan ganggu dia apalagi merebut dia dariku,” ancam Anita.
Zahira menghempaskan tangan Anita, ia menatap Anita nanar.
“Dalam hal ini kamu tidak sadar diri, disini siapa yang merebut, aku atau kamu?” tidak menunggu jawaban Anita, Zahira kemudian bwrgegas keluar dari kamar mandi meninggalkan Anita yang terlihat geram dengan ucapan Zahira.
Zahira kemudian masuk dalam ruang office, ia menuju mejanya dan duduk di kursi. Beberapa teman kerjanya sudah kembali dari makan siang diantaranya Nada dan Sasa, Nada mendekati Zahira dan berdiri di samping meja kerja Zahira.
“Sudah bertemu pak Chiko Ra?” tanya Zahira.
“Hah... I... Iya sudah,” jawab Zahira terbatas.
“Lalu bagaimana? Kamu tidak ganti rugi dengan jumlah besar kan?”
“I... Itu... Masih dihitung biaya perbaikannya,” jawab Zahira berbohong.
“Oh begitu, ya udah aku kembali ke mejaku ya,” Nada meninggalkan meja Zahira menuju mejanya.
~~~
~~~
Zahira mengemudikan mobilnya keluar dari area parkir hotel, waktu menunjukkan pukul lima sore, jam pulang kantor. Baru beberapa ratus meter mobilnya keluar dari hotel De Kirana, Zahira sudah dihadapkan dengan kemacetan kota Jakarta di jam pulang kantor seperti ini.
Lima belas menit Zahira baru bisa lepas dari kemacetan dan tenggorokan Zahira terasa kering dan haus, Zahira memutuskan untuk mencari minimarket untuk membeli minuman tapi anehnya sepanjang perjalanan Zahira tidak menemukan minimarket yang biasanya bertebaran di beberapa Area.
Cukup jauh Zahira baru menemukan minimarket, ia membelokkan mobilnya masuk dalam area parkir minimarket. Zahira turun dari mobil dan masuk dalam minimarket, awalnya ia yang ingin membeli air mineral, melihat ada coklat panas. Zahira beralih membeli coklat panas, apalagi di depan minimarket ada meja dan kursi yang bisa ia gunakan untuk minum coklat panas tersebut.
Moodnya hari ini benar benar hancur karena ucapan pimpinan segaligus pemilik hotel dimana ia bekerja, paling tidak sebelum pulang ia harus menormalkan moodnya dulu jika tidak keluarganya akan tahu dia sedang dalam keadaan tidak baik baik saja dan akan bertanya banyak hal.
Zahira duduk menikmati coklat panas sembari melihat lalu lalang mobil dan orang yang keluar masuk minimarket tersebut, tak sengaja ia melihat ada seorang anak laki laki yang sepertinya sedang kebingungan. Zahira masih mengawasi anak laki laki itu untuk beberapa waktu hingga ia memutuskan untuk mendekatinya, Zahira berdiri dan berjalan mendekati anak laki laki itu.
“Dek… kamu kenapa? kamu terlihat bingung…” tanya Zahira.
Anak laki laki itu menatap Zahira, antara waspada dan juga ingin menyampaikan sesuatu.
“Kakak bukan orang jahat kok, kamu kenapa?”
“Sepertinya aku tersesat kak.”
“Tersesat? Rumah kamu dimana?”
“Di Pondok Indah.”
“Bagaimana kamu bisa tersesat? Kamu tidak diantar sopir?” tanya Zahira yang tahu benar daerah Pondok Indah adalah tempat tinggal orang orang dengan uang tak berseri alias orang orang kaya.
“Diantar papa pagi tadi dan seharusnya dijemput sopir tapi tadi ban mobilnya bocor, lalu aku haus mau beli minum tapi lupa kemana jalan kembali, aku juga tidak bawa ponsel,” ucap anak laki laki itu yang adalah Alaric.
“Nama kamu siapa?”
“Aric kak.”
“Kalau mau pinjam ponsel kakak buat telepon sopir atau papa kamu?”
“Aku tidak hafal nomor ponsel mereka kak.”
“Gimana ya?” gumam Zahira sembari berpikir, tentu saja ia tidak bisa membiarkan Aric disana dan meninggalkannya, ia takut orang jahat akan memanfaatkan Aric.
“Kalau kakak ntar mau? Tapi jangan salah sangka, kakak hanya mau membantu saja.”
“Kakak mau antar aku pulang?”
“Kamu hafal kan jalan ke rumah kamu?”
“Hafal kak.”
“Ya udah, ayo kaka kantar pulang.”
Zahira kemudian mengajak Alaric masuk dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri.
~~~
~~~
Arsen bergegas keluar dari ruang kerjanya, ia baru saja menerima telepon dari sopir yang biasa menjemput Alaric jika Alaric hilang. Tentu saja Arsen marah kenapa Alaric bisa hilang, tapi tidak bisa marah terus, ia harus mencari anak bungsunya itu.
Hilang di kota sebesar Jakarta, tanpa ponsel, bagaimana putranya itu bisa pulang. Kirana juga menelepon Arsen dengan menangis, tentu saja putrinya itu sedih dan khawatir dengan keadaan sang adik yang masih berusia sepuluh tahun itu.
Arsen yang harus memeriksa laporan hari ini memutuskan untuk melakukannya besok, yang terpenting adalah menemukan Alaric.
Sebelum masuk dalam mobil, ponselnya berdering, sebuah panggilan dari Nilam, mantan istrinya. Arsen yakin Nilam juga sudah tahu jika Alaric hilang, mungkin Kirana yang mengatakan itu pada mamanya.
“Halo…”
“Aric sudah ditemukan?”
“Ini aku akan mencarinya.”
“Ayah macam apa kamu Arsen, Aric bisa sampai hilang, bagaimana kamu menjaganya.”
“Kamu… sudahlah aku tidak ada waktu berdebat denganmu, aku harus segera mencari Aric.”
“Jika terjadi sesuatu pada Aric, aku akan membawa Kirana dan Aric tinggal bersamaku.”
“Jangan coba coba…”
“Kenapa tidak? Kamu sudah lalau dalam men…”
Arsen mengakhiri sambungan telepon, tak mau mendengarkan Nilam yang hanya banyak bicara tanpa beraksi. Yang terpenting baginya sekarang adalah mencari Alaric, dan menemukannya dalam keadaan baik baik saja.
Kali ini Arsen membawa mobil lebih kecil, di hotel memang terparkir mobil sport miliknya dan ia pakai saat meeting keluar, hanya dirinya dan Chiko. Mobil Limousin miliknya ia gunakan saat pergi ke hotel dan pulang dari hotel.
“Kita telusuri dari sekolah Aric Ko,” pinta Arsen pada Chiko yang mengemudi mobil tersebut.
“Baik pak. Semoga Aric baik baik saja.”
“Semoga,” gumam Arsen dengan nada khawatir, ia benar benar khawatir dengan keadaan Aric.
~~~
~~~
Zahira menghentikan mobilnya di sebuah rumah besar dengan pagar tinggi, ia menoleh pada Alaric.
“Ini rumah kamu?”
“Iya kak.”
“Kaka kantar ke dalam ya, kakak takut jika kamu salah, soalnya rumah rumah disini hampir sama semua,” ucap Zahira.
“Iya kak Aira, mmm… boleh kan nanti Aric chat atau telepon kak Aira.”
“Katanya kamu tidak bawa ponsel?”
“Iya, kakak catatkan nomer kakak.”
“Oh… oke,” Zahira mengambil secarik kertas dari tas tangannya dan menuliskan nomor ponselnya disana.
“Nanti, kamu hafalkan nomor sopir atau ayah kamu atau siapapun di rumah, agar kalau kejadian seperti ini kamu bisa menghubungi mereka, pasti mereka sedang khawatir sekarang.”
“Iya kak, maaf merepotkan kak Aira.”
“Tidak sama sekali Aric, kakak senang bisa membantu kamu dan mengantarkan kamu pulang.”
Zahira kemudian turun bersama Alaric, security segera membukakan pintu saat melihat Aric.
“Dek Aric… untunglah aden sudah pulang, satu rumah kalang kabut mendengar den Aric hilang.”
“Saya baik baik saja pak, ayo kak Aira masuk.”
“Tidak perlu Ric, kakak hanya mau memastikan ini rumah kamu, jika benar, kakak langsung pulang saja, sudah malam juga.”
“Makan malam di rumah Aric saja kak.”
Zahira menggelengkan kepalanya, “kakak sudah ditunggu keluarga kakak untuk makan malam, kamu masuk gih.”
“Astaga Aric…” sebuah suara terdengar membuat Aric dan Zahira menoleh, Kirana berjalan setengah berlari melintasi halaman mendekati Zahira dan Aric yang berdiri di samping pos security rumah. Kirana memeluk Aric, raut wajahnya terlihat lega.
“Syukurlah kamu sudah pulang, kamu baik baik saja kan?” tanya Kirana.
“Aku baik kak.”
Kirana mengurai pelukannya, ia menatap Zahira, Zahira tersenyum pada Kirana.
“Kakak ini siapa?”
“Ini kak Aira, dia yang mengantarkan Aric pulang.”
“Makasih ya kak Aira sudah mengantarkan Aric pulang. Aku Kirana, kakak Aric,” Kirana mengulurkan tangannya pada Zahira.
“Halo… ya udah kalau begitu kakak pulang dulu ya.” Zahira berbalik akan pergi.
“Tunggu kak…” cegah Kirana.
Zahira berhenti dan membalikkan badannya, “kenapa?”
“Kakak masuk dulu yuk, nanti…e… papa aku akan segera pulang,” ucap Kirana bingung mencari kata yang tepat.
Zahira tahu arah pembicaraan Kirana,”tidak usah Kirana, kakak tulus membantu Aric, oke, bye,” Zahira melanjutkan langkahnya keluar dari rumah dan masuk dalam mobilnya, ia segera menjalankan mobilnya keluar dari kompleks perumahan, saat mobil Zahira keluar dari area tersebut, mobil Arsen berbelok masuk.
Lynagabrielangga.