*** Rabu pagi, pukul 10.00 — Kediaman Addison Rumah megah keluarga Addison tampak sunyi pagi ini. Bukan sunyi yang tenang, melainkan sunyi yang menciptakan tekanan. Suasana mencekam terasa hingga ke dinding-dindingnya yang dingin dan mahal. Beberapa pelayan yang biasa lalu lalang kini memilih diam di tempat, bergerak hanya jika benar-benar diperlukan. Mereka paham situasinya. Pagi ini bukan pagi biasa. Di aula utama, tepat di depan tangga besar bercabang dua, dua sosok berdiri saling berhadapan. Seorang wanita paruh baya dengan gaun formal berwarna kelabu pekat, bahunya tegak, wajah terangkat, dan sorot mata tajam penuh wibawa. Clarissa Addison. Di hadapannya berdiri Nicolas Addison—putra sulungnya, lelaki berusia tiga puluh tahun dengan setelan formal, rambut tersisir rapi, wajah ta