Jeanne memarkirkan kendaraannya di sebuah gedung besar yang terdapat di tengah kota.
Wanita cantik dengan dress panjang tanpa lengan yang membentuk tubuhnya itu berjalan santai ke pintu utama gedung. Perutnya yang buncit menjadi perhatian orang-orang yang mengenalnya.
Wanita itu melangkah masuk setelah menyerahkan undangan miliknya pada petugas. Pada pandangan pertama ia dapat melihat dekorasi gedung yang sudah ditata dengan cermat dengan pemilihan warna yang tidak monoton.
Gaya yang elegan dan berkilau di beberapa tempat menjadi ciri khas dari pemilik acara tersebut.
Beliau adalah Pak Hartono yang merupakan pengusaha yang sudah lama bekerja sama dengan perusahaan milik Thomas Johnson. Pak Hartono sendiri memiliki seorang anak laki-laki bernama Brian Hartono yang beberapa kali mencoba untuk mendekati Jeanne namun segera ditolak oleh wanita itu.
Pak Hartono yang menyadari kehadiran Jeanne segera mendekat dan menatap terkejut pada wanita yang ia kagumi.
"Jean, kamu hamil?" Wajah shock Pak Hartono tentu saja membuat Jeanne tersenyum canggung.
"Iya, Pak. Masuk 6 bulan."
"Tapi--"
"Kecelakaan, Pak." Jeanne menyela lebih dulu, membuat Pak Hartono mengusap kasar wajahnya.
"Padahal saya berniat untuk menjodohkan kamu dengan anak saya Brian."
"Maaf, saya tidak tertarik."
Pak Hartono tersenyum menyadari jika memang dari awal wanita di hadapannya tidak menunjukkan ketertarikan pada putranya.
"Terus, kamu menikah?"
Jeanne menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tertarik untuk hubungan seperti itu."
"Jadi, bapaknya?" Sesaat Pak Hartono tercengang menatap Jeanne tidak percaya. Wanita di hadapannya terlalu independen dan sepertinya tidak membutuhkan laki-laki dalam hidupnya.
"Bapak dari bayi yang saya kandung?" Jeanne menyentuh perutnya. "Mmm, mati mungkin?"
"Ha--"
Pak Hartono tertawa lebar mendengar ucapan Jeanne. Pria itu menutup mulutnya sambil menggeleng kepalanya tak habis pikir dengan wanita cantik seperti Jeanne yang sepertinya sangat membenci hubungan asmara dengan laki-laki. Tapi, bukan berarti wanita di hadapannya ini juga mau menyukai perempuan.
"Kamu silakan cari tempat duduk. Jangan terlalu lama berdiri. Ibu hamil pasti akan rentan kelelahan," ucap Pak Hartono menasihati. "Saya akan mencari Bryan untuk menemani kamu."
"Tidak perlu, Pak. Saya bisa sendiri," tolak Jeanne halus. Namun, meski begitu, Pak Hartono tetap mencari keberadaan putranya guna menemani Jeanne.
Wanita itu kemudian ditinggalkan sendiri oleh Pak Hartono. Ia menyentuh pundaknya yang terasa dingin di belakang seolah-olah ada orang yang sedang menatapnya dengan bengis. Jeanne mengedarkan pandangannya ke sekitar dan tidak menemukan siapapun orang yang sedang memerhatikan dirinya.
Jeanne mengangkat bahunya dan melangkah pergi dari tempatnya berdiri. Dia akan mencari minuman berupa jus untuk melegakan tenggorokannya.
"Jeanne?" sapa sebuah suara.
Jeanne yang sedang menyesap jus, spontan menoleh dan menemukan keberadaan temannya yang sudah 2 bulan ini tidak ia temui.
Dia adalah Aruna Wijaya, seorang wanita cantik yang bekerja di perusahaan berbeda dengannya.
"Kamu apa kabar?" Jeanne bertanya dengan basa-basi pada temannya.
Aruna mendekat dan memeluk Jeanne. "Aku baik. Bagaimana dengan kandungan kamu?" Mata Aruna menurun saat melihat perut Jeanne yang mulai terlihat membuncit.
"Kandunganku juga baik-baik saja. Bayi dalam perutku semakin lincah bergerak," jawab Jeanne.
Aruna memang mengetahui kehamilan Jeanne ketika usia kandungan wanita itu memasuki bulan ke empat. Jeanne sendiri yang memberitahu temannya tanpa harus menutup-nutupinya.
"Kalau begitu mending kita duduk. Aku mau mengobrol banyak hal dengan kamu."
Aruna sengaja membawa Jeanne untuk pergi dan mencari kursi yang bisa mereka duduki.
Sementara tak jauh dari posisi Jeanne tadi sosok seorang pria bertubuh tegap tinggi dengan kemeja putih tanpa dasi berdiri kokoh dengan segelas anggur yang berada dalam genggamannya.
Tangan kirinya berada di dalam saku celana, sementara mata tajamnya menatap lurus punggung seorang wanita yang sejak tadi ia perhatikan.
Dia adalah Keanu Dunhard. Pria 31 tahun itu juga menghadiri pesta perusahaan milik teman ayahnya--Stward-- yang tidak bisa menghadiri acara dikarenakan suatu alasan dan Keanu menggantikan posisi ayahnya.
Pria itu mendengar dengan jelas obrolan Jeanne dengan Pak Hartono. Rasa marah muncul di hatinya kala mendengar bagaimana lincahnya mulut wanita itu mengatakan jika dirinya sudah mati. Jelas aja Keanu merasa marah karena bapak dari bayi yang dikandung Jeanne adalah dirinya.
"Bos, sudah hampir jam 10 malam. Bos tidak ada niat untuk pergi?"
Ricky dan Andre selalu menemani kemanapun Keanu pergi. Mereka sudah biasa jika Bos mereka hanya akan berada di tempat acara tidak lebih dari 1 jam. Namun, sudah hampir 3 jam mereka di sini, Bos mereka tidak juga pergi. Ini tidak biasa bagi mereka.
"Aku hanya ingin di sini. Pergi, cari tempat untuk aku duduk," titahnya pada Ricky.
Pria itu akan mendekati Jeanne diam-diam tanpa harus menampilkan wajahnya di depan wanita itu.
Mengerti dengan tujuan Bos mereka, Andre segera memberi kode pada Ricky untuk segera mencari kursi yang berada tak jauh dari Jeanne.
"Bos, sepertinya Nona Jeanne melupakan wajah bos," ujar Andre setelah Ricky pergi.
Pria itu segera menutup mulutnya saat mendapat tatapan maut dari bosnya yang memang sangat menyeramkan.
Jika tatapan bisa membunuh, maka Andre sudah lama tidak akan berada di dunia ini.
"Dia hanya pura-pura lupa," sahut Keanu dengan percaya diri, membuat Andre tak bisa berkata-kata.
Bosnya memang terlalu percaya diri dan menganggap jika semua wanita yang menatapnya akan tergila-gila pada ketampanannya. Padahal sudah jelas dari ekspresi wajah Jeanne saat melihat mereka tadi, wanita itu tidak menunjukkan reaksi apa pun seolah-olah ia tidak mengenali Keanu sama sekali.
Aruna sendiri saat ini sedang berbicara dengan Jeanne. Temannya itu tidak berhenti menasehati Jeanne untuk segera mencari bapak dari bayi yang sedang dikandung.
"Jean, kita ini tinggal di Indonesia. Kamu tahu sendiri bagaimana budaya di sini. Memiliki seorang anak tanpa Ayah, itu dianggap tabu. Memangnya kamu mau kalau terus-terusan nanti anak kamu akan dihina dan diejek sama teman-temannya ketika besar?"
Aruna menatap Jeane sambil menggenggam tangan temannya yang tampak halus dan lembut yang mungkin karena Jeane sendiri pekerja kantoran.
"Makanya dari kecil aku akan melatih mental anakku untuk kuat dan jadi anak yang pemberani supaya tidak menjadi korban bullying." Jeanne menyahut dengan santai. "Lagi pula, ada aku dan kamu yang pasti akan melindungi anak aku. Benar bukan?"
"Tidak salah dan juga tidak benar. Kamu dan aku tidak selamanya ada di samping anak kamu. Benar kataku kalau kamu harus cari pasangan atau ayah dari anak ini untuk tanggung jawab."
"Aku tidak mau dan aku tidak butuh. Jangan paksa aku untuk menikah, apalagi dengan laki-laki yang tidak aku kenal." Kali ini ekspresi wajah Jeanne agak dingin. "Bagiku, ayah dari bayi ini sudah meninggal."
Diam-diam di kursi belakang, Keanu mengepalkan kedua tangannya mendengar perkataan enteng yang diucapkan oleh wanita yang sudah ia hamili itu.