Nisa melihat sisa makanan yang ada di depannya. Lalu tersenyum kecil sambil melahap sendokan terakhir nasi goreng yang tersisa di piringnya. Dia lalu meminum teh hangat miliknya dan melirik ke arah laki-laki yang duduk bersandar dengan santai di sebelah kirinya sambil menghembuskan asap rokok dari bibirnya. Enakkah nasi goreng pinggir jalan yang baru saja dia makan? Entah. Dibandingkan dengan kepiting asam pedas atau cumi goreng tepung dari restoran seafood yang dia nikmati tadi bersama Rendra? Jelas kalah kelas. Tapi entah kenapa, Nisa merasa lain. Dia tidak merasa canggung atau pun aneh dengan semua yang sekarang dia rasakan. Nisa juga tak merasa risih, sekalipun saat ini dia makan di warung lesehan pinggir jalan yang menggunakan pagar rumah orang dan trotoar di depannya untuk berjua

