“… Menurutmu, apa yang harus saya lakukan?” “Lupakan.” “Huh?” Keisha melepas pelukan, kemudian menghadap Zen sembari membelai pipi pria itu. “Lupakan apapun yang membuatmu nggak nyaman, Yang Mulia.” “Itu artinya aku akan melupakan kebahagiaan saat bersamamu.” Keisha memeluk Zen, menyembunyikan kekejaman dalam netranya. “Itu hanya mimpi, Yang Mulia. Akulah yang nyata. Aku bisa memberimu kebahagiaan yang nyata, bukan yang memiliki sisi menyakitkan seperti dalam mimpimu.” Zen hanya diam. Dia merasa tidak boleh melupakan mimpi itu, tapi tidak bisa mengutarakan pendapatnya kepada Keisha karena beberapa pertimbangan. Keisha melepas pelukan kemudian tersenyum. “Aku akan putus dengan pacarku dan kembali bertunangan dengan Yang Mulia. Jadi, Yang Mulia nggak perlu melakukan hal-hal kotor sepe