Sudah lebih dari sebulan, semua berjalan tanpa halangan berarti. Waktu kebersamaan dan keintiman antara Bramasta dan Kirana semakin mendalam, menyeret Bram pada perasaan terlarang yang tak lagi sekadar keinginan fisik. Ia menginginkan Kirana secara utuh—jiwa dan raganya. Di sisi lain, istrinya, Ambar, memberikan sinyal jelas bahwa setelah anak mereka lulus sekolah, ia akan membawanya pindah ke Amerika. "Lalu bagaimana dengan pernikahan kita?" tanya Bram suatu hari. Jawaban Ambar masih sama dinginnya seperti bertahun-tahun silam, tepat sebelum anak mereka masuk sekolah dasar: "Jika yang kamu pikirkan hanya bagaimana kelangsungan hidup isi celanamu, sewalah p*****r! Atau miliki simpanan!" "Apa arti pernikahan bagimu, Ambar?" tanya Bram lembut, masih berusaha memahami. "Pernikahan ini aya

