"Jingga udah 3 hari nggak masuk. Apa dia baik-baik aja yah?" ujar Reno sambil mengelap tangannya.
Ian yang mendengar itu menggelengkan kepala tidak tahu. Ian hanya di beri tahu oleh Deana jika Jingga tidak akan masuk tapi dengan batas yang tidak di tentukan. Sudah 3 hari ini Reno bertanya dengan pertanyaan yang sama. Yah Ian mana tahu, Jingga tidak pernah bercerita apapun tentang kehidupannya. Jadi jika pun sekarang Jingga menghilang tanpa kabar, Ian bisa apa? Kalau pun pergi ke rumahnya Ian tidak tahu ada di daerah mana.
"Lo tahu rumah Jingga dimana?"
"Tahu."
"Kenapa nggak jenguk aja kalau gitu?"
"Udah."
"Kok Lo nggak ngajak gua?" Protes Ian tidak terima.
Ian walaupun sudah beristri tetap saja dia ingin tahu keadaan rekan kerjanya. Istrinya juga tidak pernah banyak mengekang. Apapun yang dilakukan olehnya yang pasti Istrinya harus tahu. Seperti sekarang, dengan adanya Jingga dalam pekerjaan mereka Istrinya tahu. Lagipula Istrinya bukan tipe wanita posesif dan Ian juga tidak mungkin selingkuh dengan Jingga. Di lihat dari segimana pun Jingga bukan sembarang orang. Mana mau Jingga dengan pria seperti dirinya yang penghasilannya pun kurang dari 2 digit.
"Yah ngapain?"
"Gua juga mau tahu kondisi Jingga."
"Udahlah yang punya bini mending diem."
"Maksudnya Lo lagi pendekatan?"
"Nggak juga."
"Terus kenapa gua nggak di ajak?"
"Nggak apa-apa."
"Ck! Bilang aja Lo nggak tahu rumah Jingga, sok-sokan bilang tahu."
"Hei gua udah pernah belanja bareng Jingga dan gua juga nganterin dia ke rumahnya."
"Kapan?"
"Waktu Lo minta anter gua beli kenalpot."
"b******n Lo! Pantes aja beberapa kali telepon gua di reject ternyata lagi jalan sama Jingga."
"Bukan jalan, emang nggak sengaja aja ketemu."
Ian ingin sekali melemparkan kuali yang sedang di cuci nya. Bisa-bisanya Reno pergi tanpa mengajaknya. Pantas saja malam itu Ian meminta di temani, Reno menolak ternyata ada udang di balik batu. Ian tidak masalah Reno mau dekat dengan siapapun, selagi wanita yang di dekatinya tidak keberatan. Masalahnya Ian ini adalah saksi perjalanan cintanya Reno. Reno berkali-kali sering menerima penolakan dari wanita yang di dekatinya karena kelakuannya. Padahal menurut Istrinya Reno sudah termasuk pria yang bisa di jadikan pendamping. Tapi entahlah pandangan wanita lain, Ian hanya bisa mendoakan yang terbaik.
"Lo beneran suka sama Jingga?"
"Nggak."
"Terus kenapa khawatir banget sama dia?"
"Nggak tahu kenapa gua ngerasa tiba-tiba pengen lindungi dia. Dilihat dari sikapnya dia, terus tatapannya buat gua keinget seseorang tapi siapa?"
Jika Reno boleh berkata jujur setiap melihat tatapan Jingga membuat sesuatu di dalam hatinya bergerak untuk menolong. Reno merasa tidak ada sesuatu hal dimasa lalunya bersama dengan Jingga. Ini baru pertama kali Reno bertemu dengan Jingga dan dia merasa memang tidak ada hubungan apapun. Kemarin saat Deana mengatakan Jingga izin tidak masuk namun wanita itu tidak menjelaskan izin karena apa. Reno sempat ke rumah Jingga saat pulang kerja namun rumah itu tidak terlihat adanya kehidupan.
"Ya udah sih nanti kalau waktunya pasti Jingga bakalan cerita. Doain aja itu anak sehat slalu, kalau ada urusan semoga urusannya cepet kelar."
"Aamiin."
"Btw udah coba Lo telepon?"
"Gua nggak akan nyari begini kalau ada kontak dia Ian."
"Oh iya juga yah."
"Ngapain kalian?" Reno dan Ian tersentak kaget saat tiba-tiba Sekar menegur mereka.
"Sekar monyet kalau gua jantungan gimana?" Reno hampir saja melayangkan gelas ke arah Sekar saat wanita itu mendatangi Dapur.
Sekar meringis. Dia tidak bermaksud untuk mengejutkan kedua pria itu. Harusnya keduanya mendengar langkah heels nya yang menggema. Biasanya dari kejauhan saja pasti terdengar.
"Yang sopan sama Majikan."
"Nggak usah belagu Lo. Baru naik jabatan segitu aja udah gede kepala."
"Ya ampun No, Lo masih aja ngenes sama gua perkara naik jabatan." Bukan lagi hal umum jika Reno dan Sekar sering bertengkar.
Reno mendelik. Dia kembali sibuk mengelap beberapa barang yang di cuci oleh Ian. Ian tidak tahu ada hubungan apa di antara keduanya sampai setiap Sekar menyapa reaksi Reno tidak begitu baik. Katanya sih gara-gara Sekar naik jabatan dan Reno tidak menerimanya. Setahu Ian, Reno bukan tipe pria yang iri pada keberhasilan orang lain tapi pembahasan antara Sekar dan Reno slalu tentang kenaikan jabatan wanita itu.
"Ngaku coba sama gua, kalian sebenarnya punya hubungan apa sebelumnya?" Keduanya langsung bungkam bahkan saling membuang muka.
"Kan? Gua nggak yakin sih kalian berantem cuman perkara Sekar naik jabatan pasti ada yang lebih dari itu."
"Udah deh nggak usah kepo." Ketus Reno.
"Dih, ketus banget Lo."
Sekar menghela napas. Mau sampai kapan Reno bersikap seperti ini padanya? Berapa kali pun Sekar menjelaskan Reno tidak akan mau mendengarkan. Reno dan Sekar bisa di bilang dulu amat sangat dekat, hanya perkara Sekar naik jabatan hubungan mereka berakhir begitu saja. Sekar hanya ingin hubungan mereka kembali ke awal, dimana Reno dan dia banyak menghabiskan waktu bersama. Dan sampai sekarang juga Sekar tidak tahu alasan kenapa Reno sangat marah padanya tentang naiknya jabatan dia. Sebenarnya ada satu yang membuat Sekar curiga tapi benarkah pikirannya itu?
"Lo kalau nggak ada lagi yang mau di bahas mending pergi deh."
"Gua nggak tahu naiknya jabatan gua malah bikin Lo marah kaya gini. Udah berapa kali gua jelasin tapi Lo tetep aja ngeyel." ujar Sekar.
"Tapi penjelasan Lo sama sekali nggak akan gua terima!"
"Kenapa? Lo iri karena gua yang naik jabatan?"
Reno mengangkat kepalanya. "Gua iri sama Lo? Sorry, gua nggak akan iri sama cewek yang naik jabatan tapi mau-maunya di setubuhi sama atasannya."
Wajah Sekar memerah mendengar ucapan Reno. Jadi benar jika Reno termakan hasutan gosip kantor.
"Ren?!" Tegur Ian saat melihat mata Sekar sudah berkaca-kaca.
Ian merasa terkejut mendengarnya tapi dia tidak bisa mengatakan apapun. Ini hubungan mereka berdua, bukan ranah nya untuk ikut campur. Hanya saja ucapan Reno barusan tidak layak untuk di ungkap begitu saja. Bagaimana jika ada orang lain yang mendengar? Entah benar atau tidak fakta itu tapi Ian rasa keduanya mesti berbicara secara kepala dingin.
Reno menatap Sekar dengan pandangan datar. "Udah jelas kan? Sekarang Lo bisa pergi dari sini. Kalau bisa nggak usah deh dateng-dateng kesini, toh masih banyak kok kafe atau restoran yang buka. Gua males ketemu cewek kaya Lo."
Sekar menghapus air matanya kasar. Dia tidak menyangka jika Reno termakan oleh hasutan orang-orang tentang dirinya. "Lo bakal nyesel No waktu tahu yang sebenarnya terjadi."
Setelah mengatakan itu Sekar pergi meninggalkan Kantin. Hatinya benar-benar sakit mendengar ucapan Reno. Semua orang di kantor terus bergunjing tentang dirinya yang tiba-tiba naik jabatan padahal itu semua tidak seperti yang mereka pikirkan. Sekar harap, setelah orang-orang nanti tahu tentang siapa dirinya, semoga mereka merenungi kesalahan apa yang sudah dilakukan.
Trang
"g****k Ian, sakit kepala gua." Reno mengusap kepalanya saat Ian memukulnya dengan nampan besi.
"Ucapan Lo keterlaluan Ren."
"Keterlaluan dimana? Itu emang kenyataannya."
"Lo kebawa gosip siapa sih hah? Gua udah bilang masalah itu belum tentu bener."
"Kalau emang belum tentu bener, mana mungkin Sekar naik jabatan tiba-tiba."
"Gua tanya sama Lo, Sekar naik jabatan dengan cara begitu urusannya sama Lo apa?" Reno terdiam.
"Ren, apapun yang Sekar lakuin itu sama sekali bukan urusan Lo."
Reno melempar lap secara kasar. "Tentu aja itu urusan gua!"
"Lah, emang Lo siapa nya Sekar?"
"GUA SUKA SAMA SEKAR!" terik Reno membuat Ian terkejut.
Reno yang tersadar sudah menyeruak kan hatinya lantas ikut terdiam. Bodoh! Bisa-bisanya Reno menyampaikan apa yang hatinya risau kan. Seharusnya dia bisa mengatur emosinya, cukup dirinya yang tahu perasaannya.
"Ah jadi selama ini cewek yang Lo sering ceritain itu Sekar? Gua pikir Jingga."
Reno mendelik. Dia tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan Ian sekarang. Masih banyak tugas yang belum di selesaikan oleh mereka. Sialnya! Salah Reno juga harus keceplosan.
"Makanya jadi cowok itu nggak usah denial. Kalau suka yah bilang jangan begitu. Giliran sekarang kepanasan sendiri kan Lo."
"Gua cuman kecewa Ian."
"Kecewa karena Sekar naik jabatan dengan cara begitu?"
"Hm."
"Lo udah punya bukti emangnya?"
"Nggak ada sih."
"Lo tuh punya kesimpulan darimana sih Ren? Bisa-bisanya kemakan gosip Kantor. Kita kerja di Kantin udah berapa tahun? Nih kantin tuh bisa di bilang sarangnya para setan. Semua gosip anak-anak Kantor bahkan kita bisa denger dan itu sama sekali belum ada yang terbukti. Sekarang naiknya Sekar secara mendadak bisa aja karena emang kinerjanya bagus, bisa juga Sekar anak pemilik kantor ini dan masih ada banyak bisanya." ucapan Ian membuat Reno tersentak.
Tolol! Kenapa dia tidak berpikiran kesana? Kenapa dia bisa kemakan gosip di Kantor? Reno meremas rambutnya, dia kecewa. Wanita yang sudah lama dia dambakan ternyata naik jabatan dengan cara licik. Reno awalnya tidak mau berpikir buruk pada Sekar namun semakin maraknya ucapan-ucapan disekitarnya membuat Reno berpikir ulang. Belum lagi Reno sering melihat Sekar makan siang bersama atasannya. Berteman dengan Sekar bertahun tidak membuatnya mengenal dalam wanita itu. Entah kapan rasa itu tumbuh, Reno pun tidak tahu. Yang pasti semenjak mereka berjauhan dan komunikasi mereka terputus -gara-gara ulah Reno sendiri- membuatnya merasa kesepian. Semakin hari semakin Reno memahami hilangnya Sekar dalam kehidupannya membuat dia merasa hampa.
"Coba pikirin lagi deh Ren atau kalau perlu Lo cari tahu gosip itu bener atau nggak."
"Tapi gua sering liat Sekar makan siang bareng Pak Yanto."
"Nah makanya gua bilang telusuri, siapa tahu kan Pak Yanto itu bokap nya."
"Kalau bukan?"
"Yah mungkin emang kriteria Sekar itu yang udah tua-tua begitu kali."
"Sialan Lo nggak guna banget ngasih solusi."
"Loh kapan gua bilang ngasih solusi Ren."
"Nggak tahulah pusing."
Ian menggelengkan kepala. Dia turut senang karena akhirnya Reno membuka hatinya untuk wanita. Menjadi tulang punggung keluarga membuat Reno melupakan tentang perasaannya. Ian hanya ingin Reno juga merasakan bagaimana di cintai pasangannya. Toh Keluarga Reno pun tidak ada yang melarangnya untuk berpacaran bahkan Ibunya sering bertanya tentang siapa wanita yang di kencani nya. Sekarang sudah jelas bukan Reno tidak ingin memiliki pasangan tapi dia nya yang terlalu banyak berpikir dan denial. Padahal hanya tinggal ungkapkan perasaannya, di terima atau tidak yah bukankah sudah kodrat laki-laki mendapat penolakan. Masih ada banyak jalan untuk mendapatkan wanita yang di cintai.