"Kak Jingga udah berapa lama kenal sama Bang Badai?" Pertanyaan dari Pelangi sontak membuat tubuh Jingga menegang.
Kepalanya menunduk seketika saat kembali ingatan tentang masa lalunya hadir. Jingga menghela napas, besar kemungkinan memang pertanyaan itu akan keluar dari setiap orang berbeda. Bukankah sudah sangat jelas jika Jingga harus mempersiapkannya dengan cepat? Sejujurnya Jingga belum siap mendapat pertanyaan ini karena masa lalunya yang menjadi pertaruhannya. Tapi ini Pelangi, cepat atau lambat gadis ini akan tahu siapa dia untuk Badai. Wanita jahat yang sudah menyakiti Kakak laki-lakinya.
Pelangi menaiki salah satu alisnya saat tidak mendapat jawaban dari Jingga. Apa ada yang salah dengan pertanyaannya? Bukankah dia wajar bertanya seperti ini? Pelangi adiknya Badai jadi sedikitnya dia tahu tentang hubungan Kakaknya dan Jingga. Bukan Pelangi bermaksud lancang tapi dia hanya ingin dekat saja. Jika Badai sudah begini, bukankah sudah jelas jika Jingga sosok wanita yang berarti di hidup Kakaknya itu.
"Kalau Kak Jingga keberatan nggak usah di jaw-"
"Sejak sekolah menengah atas."
Pelangi membulatkan mulutnya, "Udah lumayan lama berarti yah."
"Hubungan kami nggak bisa di bilang baik-baik aja Rainbow."
"Maksudnya?"
"Badai itu cowok yang dulu sempat aku bully." Mata Pelangi membulat.
Kakaknya pernah menjadi bahan bully wanita ini? Lantas untuk apa Kakaknya masih berhubungan dengan wanita jahat semacam ini? Pelangi memutar bola matanya. Dia paling tidak suka pada orang-orang yang menganggap Kakaknya itu cacat. Dan Pelangi juga tidak suka jika Badai berpura-pura seperti itu. Sampai kapan Kakaknya bertingkah seperti itu? Dan lagi jika di pikirkan memang bukan salah Badai sepenuhnya dia memilih seperti itu. Baiklah Pelangi akan mendengar cerita versi Jingga.
"Kenapa?"
"Karena dia berbeda sama orang lainnya."
"Karena Bang Badai cacat?"
"Salah satunya itu."
"Kenapa Kak Jingga jahat banget?" Jingga menatap ke arah depan dengan pandangan kosong.
Kenapa Jingga jahat sekali? Jingga saja tidak tahu kenapa dia bisa bersikap seperti seorang Iblis pada Badai yang begitu baik padanya. Kejahatan di masa lalunya membuat semua orang membencinya namun tidak secara terang-terangan. Kejahatan yang akan di ingat oleh semua orang bagaimana sosok Permata Jingga dulu. Jingga menghela napas, malu sebenarnya menceritakan tentang masa lalunya tapi Pelangi harus tahu bagaimana dia menjadi wanita kejam yang tidak memiliki perasaan.
"Kamu pernah ngerasain sesuatu yang nggak kamu suka tapi kamu di paksa buat memilih." Pelangi memiringkan kepalanya.
"Memilih bagaimana?"
"Berkedok sebagai orang jahat atau baik tapi hidupmu nggak baik-baik saja."
"Kak Jingga mengalami hal semacam itu?"
"Ya."
"Kenapa bisa?"
"Hidup di lingkungan mereka membuatku menjadi manusia yang nggak punya hati. Aku harus memilih antara hidup dan mati ku. Aku nggak punya pilihan selain bertingkah menjadi iblis yang mengerikan buat semua orang." Pelangi tertegun menatap mata Jingga yang terlihat berkaca-kaca.
Jingga menarik pakaiannya memperlihatkan lengannya yang banyak bekas luka. Pelangi membulatkan mata. Dia bergidik ngeri melihat begitu banyak luka-luka di lengan putih Jingga. Siapa orang yang berlaku jahat pada wanita secantik Jingga? Sampai tega membuatnya menjadi seperti ini.
"Mereka akan menyiksaku tiada akhir kalau apa yang mereka inginkan tidak mereka dapatkan. Aku ini seorang b***k Rainbow."
"B-b***k?"
"Aku di jual keluargaku pada sosok Iblis yang lebih kejam dari orang tuaku."
"Orang tua macam apa itu menjual anaknya pada orang lain."
"Yah kamu sudah jelas mengetahuinya jika itu orang tuaku sendiri. Aku tidak bisa melakukan apapun Rainbow, aku hanya bisa berdoa pada Tuhan untuk memberikan jalan padaku. Aku berusaha bertahan hidup untuk bisa menghirup udara bebas. Berkali-kali aku ingin mengakhiri hidupku tapi saat aku membuka mata slalu berakhir di rumah sakit. Aku pernah di masukan ke rumah sakit jiwa, mereka menganggap ku sudah gila." Pelangi meneguk ludahnya.
Sejahat apa keluarga Jingga sampai bertingkah seperti itu memasukan anaknya ke rumah sakit jiwa? Sudah di jual, di siksa, mencoba bunuh diri, di masukkan ke rumah sakit jiwa, setan apa yang merasuki mereka? Apa mereka tidak memikirkan bagaimana kondisi psikis Jingga? Bagaimana tertekannya Jingga saat itu membuat Pelangi merinding. Jika Pelangi ada di posisi Jingga mungkin sekarang dia sudah ada di neraka berteriak menahan rasa sakit.
Jingga menoleh menatap Pelangi, "Aku bukan orang baik Rainbow. Hidupku sudah rusak sejak aku di lahir kan. Mereka hanya menganggap ku sebagai boneka. Datangnya Kakakmu di ke hidupkan ku membuat mereka murka. Aku ini boneka kesayangan mereka, jadi tidak ada yang boleh merebut ku dari mereka. Semenjak aku mengenal Badai semuanya berubah."
Pelangi menggeleng pelan. Benar-benar manusia titisan kerak neraka itu. Bagaimana bisa mereka menganggap anaknya sebagai boneka? Sejahat apa mereka sampai Jingga tidak berani melawan?
"Kenapa Kak Jingga nggak lawan mereka?" Jingga tersenyum kecil.
"Aku pernah mencoba dan berakhir di siksa."
Pelangi menghembuskan napas. Apa ini alasan kenapa Badai slalu memperingatinya untuk slalu berhati-hati mulai sekarang? Sebelum Jingga datang ke kehidupan mereka Badai hanya memberikan pengertian. Jika akan ada tiba saatnya Pelangi di asing kan. Pelangi beruntung masih memiliki Badai sebagai seorang Kakak yang slalu melindunginya. Apapun yang Pelangi inginkan Badai akan memenuhinya dengan timbal balik yang dia berikan. Badai memberikannya banyak ajaran tentang perjalanan hidup. Semenjak peristiwa dulu Pelangi memang mengikuti kemana pun Badai pergi namun seimbang. Sebenarnya Pelangi merasa kasihan pada Ayahnya yang slalu memohon maaf tapi Badai tidak pernah peduli. Mencoba untuk mempertemukan Ayah dan Kakaknya, berakhir Pelangi yang di jauhi, tidak di pedulikan, yang membuat dia memilih hidup bersama dengan sang Kakak. Walaupun masih tetap berkunjung ke rumah Ayahnya beberapa kali dalam satu bulan.
"Sekarang Kak Jingga udah sama Bang Badai, jadi nggak perlu takut lagi."
"Tapi setelah ini pasti ada banyak masalah yang menimpa Badai." ujar Jingga dengan lirih.
Pelangi tersenyum lebar. "Jangan menyepelekan Bang Badai, Kak Jingga. Bang Badai itu nggak sebaik yang Kak Jingga lihat."
"Maksud kamu?"
"Kak Jingga akan tahu suatu saat nanti gimana Bang Badai sebenarnya."
"Apa kamu nggak bisa ngasih tahu aku sekarang?"
"Nggak bisa."
"Kenapa?"
"Pokonya Kak Jingga tenang aja. Bang Badai itu akan lindungi orang-orang yang ada di sampingnya dengan semampu dia. Sekarang lebih baik Kak Jingga nikmati hasil Bang Badai saat ini karena dia melakukan ini pun buat Kak Jingga." Jingga menatap Pelangi yang tersenyum lebar.
Apa yang di maksud Pelangi? Apa ada yang Badai sembunyikan darinya? Kenapa Pelangi mengatakan hal yang membuatnya tidak mengerti? Apa dia tanyakan saja pada Badai? Tapi Pelangi mengatakan suatu saat dia akan tahu. Jingga menghela napas, semoga apa yang di katakan Pelangi memang benar namun dalam hal kebaikan. Jingga hanya memiliki Badai untuk berlindung. Hanya Badai yang bisa dia andalkan. Entah kapan tiba waktunya yang pasti cepat atau lambat Jingga akan di temukan.
"Kak Jingga sekarang kerja dimana?" tanya Pelangi. Dia bukan tipe perempuan yang suka akan suasana hening. Sebisa mungkin dia mencari topik apapun itu.
Badai menugaskan Pelangi untuk menjaga Jingga. Pelangi sempat protes karena dia pun masih butuh penjagaan. Tentu saja hal itu membuat Pelangi mendapat cubitan di pipinya. Yang di maksud menjaga itu mengajaknya berbincang. Badai menginginkan Pelangi dan Jingga akrab. Pelangi sih tidak masalah, dia anaknya sama siapapun juga Wellcome jadi tidak perlu khawatir.
"Kerja di kantor Kakakmu."
"Iya kah? Di bagian mana?"
"Kantin."
"Kantin?"
"Iya. Apa ada masalah?"
"Nggak. Cuman masa sih Kak Jingga di bagian Kantin. Nggak takut kotor apa?" Pelangi saja tidak pernah mau menginjak dapur jika bukan karena di paksa oleh badai.
"Sekotor apa sih emang dapur?"
"Yah kotor aja Kak. Aku aja kalau nggak di paksa Bang Badai mana mau masuk dapur. Aku benci banget sama minyak." Pelangi bergidik.
"Malah aku kebalikan dari kamu. Aku suka ada di bagian dapur."
"Nggak takut tangannya kapalan?"
"Ngapain takut. Aku malah seneng kalau liat orang-orang yang makan masakan aku senyum puas. Aku seneng berimajinasi di dapur karena dari dulu emang cita-citaku sebagai seorang chef." Pelangi menganga tidak percaya.
Masih adakah manusia yang bercita-cita jadi seorang chef di jaman sekarang? Bukan maksud merendahkan tapi bagi Pelangi yang tidak suka bermain di dapur itu rasanya sangat tidak nyaman. Sebenarnya apapun cita-citanya tidak masalah yang penting itu keinginan diri sendiri. Pelangi beruntung karena masuk jurusan Hubungan Internasional. Pelangi ingin banyak mempelajari, membangun dan menjaga hubungan dua mitra negara. Karena Pelangi itu memiliki pemikiran krisis dan analisis yang baik. Makanya Badai memberikan tawaran untuk masuk ke jurusan itu. Semoga saja impiannya beberapa tahun ke depan terlaksanakan.
"Kalau gitu kapan-kapan Kak Jingga harus masakin aku."
"Nggak usah kapan-kapan, mau nanti malem juga aku bersedia."
"Jangan ah nanti Bang Badai marah."
"Ngapain marah, ini buat kita makan malam loh."
"Yah tetep aja Bang Badai itu orangnya protektif banget."
"Serius?"
"Kak Jingga nggak tau kah?" Jingga menggelengkan kepala.
Jingga baru tau kalau Badai orangnya protektif karena setau nya Badai tidak seperti itu. Badai dulu di sekolahnya tidak banyak bicara. Jika pun Badai mendapat Bullyan dia akan langsung pergi meninggalkan mereka dengan mendorong rodanya. Sakit sekali rasanya mengingat senyum teduh Badai saat dia mem-bully nya.
"Bang Badai itu bukan cuman protektif tapi dia juga posesif. Dia nggak suka miliknya di sentuh sama orang lain. Ah pokonya apa yang Kak Jingga pikirkan tentang Bang Badai itu beda jauh." Sepertinya memang banyak yang Jingga lewatkan.
Maklum saja mereka berpisah selama 10 tahun. Jingga hanya tahu pribadi Badai beberapa tahun lalu. Sepertinya memang Jingga harus mencari tahu bagaimana Badai sekarang. Pasti banyak yang terjadi beberapa tahun ini, sama seperti hal nya Jingga. Hari-hari yang di lalui ya pun tidak semudah sampai di titik ini. Semoga saja, setelah dia bertemu Badai sekarang, semuanya akan baik-baik saja dan berakhir happy ending.