Seolah menjadi kewajibannya untuk menjemput Maureen pulang dari tempat kerjanya yang kedua, setiap pukul dua belas malam, Anjas kerap menunggu wanita itu di warung Bu Jum. Disana keduanya akan bertempur, dan akhirnya pulang bersama. “Jujur, aku nggak punya uang untuk membayar bensin dan waktu yang kamu luangkan untuk menjemputku, tapi…” Maureen menatap canggung. “Terima kasih.” entah sudah keberapa kali mengucapkan kata terimakasih untuk kebaikan yang dilakukan Anjas, apalagi setelah mereka tinggal satu rumah selama satu Minggu terakhir. “Aku hanya memastikan karyawan ku pulang dengan aman, sampai di rumah tepat waktu.” Maureen tersenyum samar. “Aku sangat bisa menjaga diriku sendiri, aku sudah bersahabat baik dengan kerasnya hidup.” “Tapi aku tidak terbiasa melihatmu kesulitan,