Zain memegangi perutnya, tertawa sampai terbatuk-batuk. Kesal benar aku dibuatnya. Aku nyentak napas kuat lalu tancap gas meninggalkan halaman rumahnya. Sumpah kesal benar aku padanya, bukan contoh mertua yang baik dia tu. "Halo, Kak. Ini udah mati belum, yaa?" "Belumlah. Ini kakak jalan pulang." "Yaudah kalau gitu aku matiin ya, Kak? Hati-hati jangan nge--" "Haiish! Apalah adek main mau matikan saja! Nanti dulu lah. Kakak masih ingin cakap sama adek." "Tapi kan kakak lagi di jalan. Gak boleh berkendara sambil nelepon, membahayakan diri sendiri dan orang lain." "Tak, lah. Tenang sajalah. Mata kakak ni masih berfungsi dengan baik. Tak mungkin kakak nabrak orang kalau itu yang adek pikirkan." Aku menjauhkan HP dari telinga dan menekan loadspeaker. "Lima menit lagi aku telpon." Klik.