5. Si Berantakan

2028 Kata
"BANDOT!" Refleks Ry berteriak kencang akibat klakson mobil yang tiba-tiba berbunyi di belakangnya. Ia menoleh ke samping dan melihat sebuah mobil SUV hitam berhenti di sisinya. Awalnya Ry sempat ketakutan, tetapi begitu mengingat kalau saat ini masih siang dan dirinya berada di area kampus, ia jadi lebih tenang. Apalagi ketika kaca penumpang terbuka dan tampaklah wajah yang Ry kenali. "Hei!” sapa Alsaki sambil menyunggingkan senyum geli. “Ngatain siapa kamu?" Cepat-cepat Ry menepuk mulutnya yang tadi latah. Dosa besar memaki dosen yang tengah jadi juru kunci kelulusannya di semester ini, bukan?  "Bukan ngatain, Pak. Saya kaget." Ry segera membela diri dan berharap Alsaki percaya. "Makanya jangan melamun," ujar Girish ketus. "Siapa juga yang melamun, Pak?” jawab Ry berani. “Kalian aja yang enggak kira-kira. Tega banget nindas pejalan kaki. Main klakson kenceng-kenceng padahal Ry udah jalan di trotoar loh ini." "Kamu kenapa jalan kaki?" tanya Alsaki. "Emang enggak boleh, Pak?"  "Bukannya biasa pakai motor?" Alsaki masih ingat perkara traktir air mineral lima ribu perak yang tadinya mau Ry tagih, katanya lumayan untuk menambah ongkos bensin motor. "Lagi masuk bengkel, Pak." Sejak kemarin, Ry memang ke kampus memakai jasa ojek online karena motornya sedang ngambek. Maklum, sudah dua tahun lebih tidak diajak bermanja-manja di bengkel untuk servis. Entah karena Ry kejam atau ia memang kere. "Kamu enggak ada kelas lagi?" tanya Alsaki. "Iya, Pak." "Mau pulang?" "Enggak, Pak." "Terus?"  "Mau kerja." "Di mana tempat kerja kamu?" "Daerah Pancoran, Pak." Mendengar daerah yang Ry sebutkan, Alsaki langsung menoleh ke arah Girish. "Deket tempat kita," ujar Alsaki santai. "Rish, mau kasih tumpangan buat anak ini?" "Boleh aja." Girish menjawab datar. Alsaki dan Girish memang menyewa apartemen di bilangan Pancoran. Beda tower, tapi satu area. Itu juga alasan mereka sering berangkat bersama, terkadang dengan mobil Alsaki, terkadang dengan mobil Girish. "Ry, naik deh!" ajak Alsaki. "Eh, mau apa, Pak?" Seketik Ry terlihat panik. "Girish mau kasih tumpangan buat kamu." "Ah, jangan repot-repot, Pak!" Ry menggeleng cepat. "Jangan banyak gaya, Ivory. Mau naik atau tidak?" tanya Girish tidak sabar. "Ya udah deh kalau Bapak maksa.” Ry tersenyum senang. Ia langsung menghampiri pintu belakang dan naik dengan sukarela. “Saya sih dengan senang hati ikut kalau ada yang kasih tebengan." "Bukannya langsung naik dari pertama diajak," gerutu Girish sambil mulai menjalankan mobilnya kembali. "Ih, Bapak!” protes Ry. “Ry itu kan harus hati-hati menjaga diri sendiri." "Dari apa?" tanya Alsaki geli. Kelakuan mahasiswi tua yang dititipkan secara khusus untuk mereka asuh ini seringkali kocak dan membuat Alsaki tergelak. Polos-polos konyol minta dijitak. "Sekarang kan banyak tindak kejahatan, Pak. Enggak boleh sembarang ikut orang,” ujar Ry dengan wajah serius. “Kalau dimacem-macemin gimana?" "Tidak ada yang minat culik kamu juga, Ivory. Makannya boros, mulutnya cerewet, diapa-apain tidak bisa, yang ada malah menyusahkan," ucap Girish pedas. Girish ini memang terkenal jarang bicara, tetapi sekalinya buka mulut bisa buat orang menangis. "Ya, Lord!” desah Ry tercengang. “Ada ya dosen mulutnya begini amat …." "Apa yang salah sama mulut saya?" tanya Girish ketus sambil melirik Ry lewat spion tengah. Ry menggeleng cepat. Berusaha tersenyum selebar mungkin agar Girish tidak melotot lagi. "Enggak ada. Bapak sih mahabenar." Alsaki terkekeh geli di kursinya. "Jangan kaget ya, Ry. Girish sih emang terkenal begini mulutnya sejak dulu." "Iya, Pak.” Ry mengangguk paham. “Banyak kok mahasiswa yang nangis gara-gara mulutnya Pak Girish." Girish sontak kembali melotot. Mulut pedasnya siap mengeluarkan racun lagi, tetapi keburu dialihkan oleh Alsaki. "Eh, Ry!” Alsaki menoleh ke belakang. “Tadi kamu bilang mau kerja. Emangnya kamu kerja di mana?" "Di studio foto, Pak." "Kamu jadi apa?" "Ya fotograferlah, Pak!” sahut Ry dengan nada tersinggung. “Masa Ry jadi cleaning service?!" Alsaki tergelak kencang. "Siapa yang tahu? Bisa aja, kan?" "Emang Ry ada tampang?" tanya Ry semakin tersinggung.  Baik Alsaki maupun Girish serempak saling berpandangan kemudian mengangkat bahu. "Tega banget …," desis Ry tidak percaya. Beginilah suka duka punya dosen yang masih muda. Berhubung jarak umur tidak terlalu jauh, keduanya memang masih sama-sama gaul dan jadi mirip teman. Bayangkan saja, usia Alsaki baru 30 tahun. Girish malah lebih muda lagi, usianya baru 29 tahun. Jadi  "Sudah berapa lama kamu kerja di sana?" tanya Alsaki lagi. "Berapa lama ya?” Ry coba menghitung-hitung dengan otaknya yang berkapasitas minim. “Tiga tahunan gitu kayaknya, Pak." "Kerja beneran?" "Iyalah, Pak. Masa main-main?" jawab Ry gemas. Lain dengan Girish yang kaku, serius, lagi kejam mulutnya. Alsaki ini cenderung ramah, tetapi ceplas-ceplos. "Maksud saya kerja full? Atau hanya by project?" Alsaki mempertegas maksud pertanyaannya tadi. "Kerja full, cuma waktunya fleksibel, Pak." "Pantas kuliah kamu berantakan." Dan dengan santainya Girish memberikan komentar menusuk. "Enggak berantakan, Pak. Cuma terlambat selesai.” Ry segera mengoreksi ucapan Girish. Alsaki tersenyum geli. "Sama aja, Ry." "Iya. Tapi kan sekarang lagi mau diberesin, Pak," ujar Ry membela diri. "Cuma mau tapi usahanya nihil," gerutu Girish. "Usaha kok, Pak." Girish melirik tajam lewat spion tengah. "Buktinya?" "Judul proposal kan udah," sahut Ry bangga. Girish mendengkus sinis. "Jangan bangga dulu. Kumpul saja terlambat, sudah begitu dibantu saya dan Saki juga." "Ih, Bapak itungan banget deh!" protes Ry mulai jengkel. Seolah tidak peduli dengan protes Ry, Girish terus saja mencecar kekurangan gadis itu. "Denah belum ada sampai hari ini." "Denah apa, Pak?" tanya Ry polos. Girish menoleh cepat ke arah Alsaki kemudian kembali mendengkus. "Pakai nanya dia, Ki." Alsaki mengulum senyum kemudian menoleh ke arah Ry yang masih terlihat kebingungan. "Kamu beneran enggak tau denah yang Girish maksud?" "Beneran, Pak. Ngapain Ry bohong," sahut Ry sungguh-sungguh. Alsaki bersiul jail. "Berarti dia belum nyari, Rish." Ry berdeham-deham menarik perhatian kedua dosennya. "Bapak-bapak ini pada ngomongin apa, sih?" Girish diam. Malas menjelaskan dan keki juga. Alsaki yang baik hati segera menjelaskan karena tidak tega pada Ry. "Ry, kamu itu harus cari denah untuk proyek TA kamu. Cari yang sesuai dengan judul yang kamu ajukan." "Carinya di mana, Pak?" tanya Ry polos. Girish mendelik tidak percaya kemudian berujar spontan. "Enggak mungkin di tukang loak, kan?" Sontak Alsaki tergelak kencang. "Emosi juga dia!" Alsaki sudah hafal benar dengan kelakuan Girish. Mereka sudah saling kenal sejak sama-sama masih mengambil kuliah pasca sarjana kemudian menjadi dosen di Pelita Persada. Girish ini kalau dengan teman sikapnya jauh lebih santai, tetapi kalau di kampus apalagi berhadapan dengan mahasiswa, ia selalu berusaha tampil serius. Cara bicara pun selalu kaku dan formal. Kalau sampai ucapan Girish melantur dan tidak formal lagi, artinya ia sungguh sudah emosi ke ubun-ubun. "Ih, Ry beneran enggak tau!" seru Ry membela dirinya. Alsaki yang merasa iba lagi-lagi menjelaskan dengan sabar. "Ry, kamu kan mau desain kantor. Carilah kantor yang kurang lebih sesuai sama proyek kamu, dari segi lokasi dan luas bangunannya." "Kalau sudah, kamu buat surat permohonan pengajuan ke tempat bersangkutan, dan sekalian minta surat rekomendasi ke jurusan," imbuh Girish. "Ribet ya …," gumam Ry senewen. "Mau lulus ya harus rela repot," sahut Girish dingin.  "Kapan harus dikumpul, Pak?" tanya Ry sendu. Bertambah lagi satu tugas yang harus dikerjakannya, dan semakin sedikit pula waktu yang ia miliki untuk pekerjaan di Iridescent. "Harusnya Senin depan," jawab Girish. "Empat hari lagi?!" Spontan Ry menjerit tertahan. Sedetik kemudian ia mengajukan protes. "Bapak kenapa baru kasih tau sekarang?" Girish tersenyum sinis. "Saya sudah kasih tahu dari bulan lalu. Kamunya saja yang tidur melulu di kelas." "Enggak jauh beda sama di kelas gue, dong!" Alsaki tergelak lagi lalu menoleh ke belakang. "Kamu juga selalu nyenyak kalau lagi kelas saya kan, Ry?" "Sekali-sekali aja, Pak," jawab Ry membela diri, padahal memang sebenarnya ia sering sekali tertidur. "Ry, udah tau mau pakai denah apa?" tanya Alsaki. "Belumlah, Pak." "Kapan mau cari?” "Belum tau, Pak." "Besok cari denah sama saya,” putus Girish tanpa izin. “Saya temani sampai dapat." Ry berkedip-kedip ngeri lalu bertanya lirih. "Kalo enggak dapet, Pak?" "Jangan pulang sampai dapat," jawab Girish kejam. "Aduh!" keluh Ry putus asa. "Wah! Saya sih cuma bisa bilang, selamat menikmati, Ry," ujar Alsaki jail. "Pak Saki besok mau temenin juga?" tanya Ry penuh harap. "Maaf ya, Ry. Besok hari libur, saya mau pacaran," jawab Alsaki kejam. "Yah …," desah Ry dengan nada ingin menangis. "Kamu kenapa, Ivory? Tidak suka?" tanya Girish tajam. Alsaki tersenyum penuh arti. "Takut ya sama Girish?" Ry mengangguk hati-hati. "Nyeremin, Pak …." Untunglah pembicaraan tidak bisa berlanjut lagi karena Ry sudah harus turun. Mobil Girish sudah berhenti di depan Iridescent dan Ry merasa terselamatkan. Setidaknya untuk saat ini. Ry segera turun, masuk ke studio, lalu duduk di meja kerjanya. Begitu memeriksa ponsel, Ry menemukan pesan di grup FLAWLESS FOUR sudah ramai. . Vio: Besok jadi kan ke apartemen Tita? Mia: Jadi dong. . Ry menggeleng lesu. Perlahan ia mengembuskan napas ketika teringat besok seharusnya jadi hari berkumpul mereka di hari kejepit nasional. Namun, nasibnya mendadak sial karena ia harus pergi bersama Girish mencari denah. . Vio: Mbak jadi beli daging slice? Mia: Pastinya. Vio: Banyak? Mia: Cukuplah buat kita. Vio: Bagus!  Vio: Sebanding sama jumlah botol yang aku bawa.  Tita: vio mau mabuk2an lagi?!?!?!?! . Ry tersenyum sedih. Kalau ingat nasib pernikahan Vio yang mengenaskan, Ry selalu iba. Ingin rasanya bisa menolong, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menghibur dan memberikan dukungan dengan menemani Vio sebanyak mungkin. . Vio: Biasa aja nanyanya. Tita: abisnya kamu terus2an Tita: ngga bagus tau Vio: Mulai deh cerewetnya Tita: biar Tita: demi kebaikan Vio: ini juga demi kebaikan Mia: Apanya yang baik? Vio: Daripada aku ajep2? . Dengan berat hati Ry terpaksa mengetikkan balasan. . Ry: Aku kayanya besok ngga bisa ikutan deh. Vio: WHY? Tita: kenapa Mia: Ada kerjaan mendadak? Ry: Bukan Ry: Ry mau diculik Vio: Diculik sih pake perencanaan sehari sebelumnya! Mia: Diculik siapa? Ry: Sama dosennya Ry Vio: Mau diapain lo sama dosen? Ry: Dipaksa keliling kota cari denah Vio: Buat? Ry: Proyek TA . Mengetik dua huruf itu selalu membuat perut Ry terasa mulas. TA bagi Ry lebih cocok jadi kepanjangan Tamat Ajalah, bukan Tugas Akhir. . Tita: baik amat dosennya Ry: Baik apanya Ry: Kejam yang ada Vio: Baiklah dosen lo. Vio: Mau beramal bantuin mahasiswa kadaluwarsa kaya lo Ry: Vio tega . Meski demikian, Ry sama sekali tidak tersinggung. Ia malah tersenyum geli. . Mia: Udah gapapa kalo ngga bisa Mia: Biar dia urusin masalah kuliahnya yang ngga pernah dijamah Tita: setuju Tita: kali aja semester ini ry bisa lolos tanpa ngulang lagi Ry: Kesannya Ry langganan banget ngulang mata kuliah . Sedetik kemudian Ry melongo melihat pesan ketiga sahabatnya yang otomatis ditulis penuh emosi. . Vio: EMANG KENYATAAN! Mia: ENGGAK SADAR SELAMA INI NGULANG MULU? Tita: KALO NGGA NGULANG MULU PASTI UDAH LULUS DARI KAPAN TAU . Ry terkekeh geli. . Ry: Teganya ………… Vio: Kita tuh prihatin sama lo yang ga lulus2 ga pacaran2 ga bener2 idupnya Mia: Kalo dalam semua aspek kamu gagal, seengganya kuliah bisa luluslah Tita: semangat ry Tita: kita semua dukung kamu Vio: Lagian bisa lo prospek tuh dosen lo. Ry: Prospek gimana Vio: Ganteng ngga? . Ry mengernyit mengingat-ingat wajah Girish. Harus ia akui dosen muda itu aslinya ganteng, hanya saja mukanya mirip pembunuh bayaran. . Ry: Ganteng sih Mia: Nah! Sikat! Vio: Buat perbaikan generasi. Mia: Masalahnya si dosen mau ngga sama Ry. . Seketika itu juga Ry tergelak kencang. Ia sadar diri kalau tidak ada modalnya untuk berharap diri ini bisa dilirik dosen ganteng macam Girish. Sudah ganteng, karier bagus, otak cemerlang. Masa iya mau sama Ry yang dekil, kuliah kacau, dan otak seadanya. . Ry: Nah itu dia Ry: Dosennya aja tiap liat Ry kaya mau muntah Tita: coba besok sebelum berangkat didandain dulu sama mba mia biar jadi kinclong Vio: Ide bagus tuh! Vio: Kencan terselubung. Mia: Gue tunggu di rumah malem ini. . Ry bergidik ngeri. Yang ada Girish bisa membuangnya di jalan kalau dia berdandan aneh-aneh. Namun, ia juga tidak berani membantah ucapan Mia. Titah Mia sama saja dengan titah bosnya di Iridescent. . Ry: Kenapa dari hari ini mba Ry: Kan perginya besok Mia: Bikin kamu kinclong itu butuh usaha keras. Mia: Harus dilulur sama dimasker berjam-jam. . Ry meringis membayangkan dirinya harus sedemikian ekstra dipermak kalau mau terlihat layak. . Ry: Emang Ry jelek banget ya? Vio: Bukan jelek. Cuma dekil. Tita: kamu cuma kebanyakan panas2an aja kok ry Mia: Pokoknya gue tunggu malem ini. Mia: Ngga dateng potong gaji.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN