Kembali ke dua tahun sebelumnya

1054 Kata
Namun. Tiba-tiba saja. "Nyonya ... Bangun! Nyonya ... Tolong cepatlah bangun!" Suara teriakan seorang wanita terdengar jelas di telinganya. Perlahan Raisa pun membuka matanya dan dia pun terkejut, saat melihat sosok yang wanita paruh baya ada dihadapannya. "Eh! Bi Nur ...." Raisa terkejut melihat sosok yang sangat familiar baginya. "Kenapa bisa ada Bi Nur? A-aku ... Bukannya aku ...." Raisa langsung terduduk dan segera melihat ke sekelilingnya. "I-ini kan ... Ini kan kamar aku di rumah Adrian? Bukannya aku sudah mati di jurang itu bersama dengannya? Bagaimana bisa aku ...." Raisa bergumam sambil terus melihat ke sekelilingnya. Dia seperti orang linglung, membuat Bi Nur, pelayan setia di rumah Adrian pun menatapnya dengan tatapan bingung. "Nyonya, anda kenapa? Saya panggil dokter dulu, untuk memeriksa keadaan anda," ucapnya yang kemudian hendak bergegas pergi, namun tangannya langsung digenggam oleh Raisa. "Tunggu dulu bi? Jangan pergi dulu, saya mau bertanya," ucapnya. Bi Nur pun menghentikan langkahnya. "Mau bertanya apa nyonya?" jawabnya. Raisa pun melepaskan genggaman itu, tapi tatapannya masih melihat ke sekelilingnya, lalu mencubit tangannya sendiri. "Aaww ... Sakit! Berarti ini nyata! Ini memang nyata, aku tidak sedang bermimpi," ucapnya sendiri dan dia tersenyum cerah, membuat Bi Nur semakin bingung melihat tingkahnya. "Nyonya, anda baik-baik saja kan?" tanyanya lagi. Raisa menghentikan senyumannya dan mengangguk menatap ke arah sang pelayan. "Saya baik-baik saja bi, saya hanya terkejut kenapa saya bisa ada di sini? Bukannya saya dan Adrian seharusnya ...." Raisa langsung melotot ketika mengingat tentang mantan suaminya itu. "Mas Adrian, dia di mana bi? Keadaan dia baik-baik saja kan? Apakah dia terluka? Atau mungkin dia ...." Raisa langsung panik, dia hendak turun dari atas tempat tidur, namun bi Nur segera melarangnya. "Nyonya, jangan dulu turun, anda baru saja sadar dan keadaan anda juga belum sehat, lebih baik nyonya kembali berbaring saja," ucapnya sambil membantu Raisa berbaring kembali. "Ta-tapi bi, saya ingin bertemu mas Adrian, saya ingin melihat keadaannya! Saya mau lihat dia!" teriak Raisa, dia berontak, memaksa tetap ingin pergi. "Nyonya tenang dulu! Tuan baik-baik saja! Beliau sebentar lagi sampai, sekarang mungkin masih di jalan, karena tadi saat saya memberitahu kepada beliau jika saya menemukan anda dalam keadaan tidak sadar di dalam kamar mandi, beliau sangat panik sekali dan ...." belum selesai bi Nur menjelaskan. Raisa pun langsung menyelanya. "Mas Adrian ada di kantornya? Dia baik-baik saja?" Ucapnya sambil menghela napas lega, Raisa mengelus dadanya. "Syukurlah! Syukurlah mas Adrian baik-baik saja, dia masih hidup, dia juga tidak terluka," ucap Raisa dengan senyuman cerahnya. Dia merasa sangat bahagia, karena Adrian juga baik-baik saja. Namun, senyuman kembali hilang ketika dia melihat pergelangan tangannya diperban. "Ini ...." Raisa langsung teringat dengan kejadian itu, kejadian dia pertama kali memotong pergelangan tangannya, untuk mengancam Adrian agar mau bercerai dengannya. Namun, usahanya gagal. Karena Adrian tetap bersikukuh tidak mau menceraikannya dan malah mengurungnya selama sebulan. "Jadi ini ... Aku kembali ke dua tahun yang lalu, aku ...." Raisa segera mencari ponselnya. "Bi, di mana ponsel saya?" tanyanya dengan panik. Bi Nur menghela napas panjang. "Ada di dalam meja nakas sebelah tempat tidur anda nyonya, emmm ... Nyonya! Maafkan saya, saya mau bertanya kenapa anda tiba-tiba memanggil Tuan dengan panggilan 'mas' biasanya anda selalu memanggil beliau dengan panggilan Adrian bodoh atau Adrian iblis, mengapa hari ini anda ...." belum selesai bi Nur bicara, Raisa langsung menyelanya. "Bi, saya sudah sadar kalau dia bukanlah iblis, dia itu suami saya!" ucapnya dengan lugas. "Tapi nyonya, baru beberapa jam yang lalu anda mengatakan jika anda tidak sudi menjadi istrinya tuan, anda ...." "Sudah ya bi! Jangan bahas itu dulu! Tolong bantu carikan ponsel saya dulu!" pinta Raisa. Bi Nur pun menganggukkan kepalanya, dia tak lagi bertanya dan segera mengambilkan ponsel itu dan memberikannya pada Raisa. "Ini ponselnya anda nyonya," ucapnya. Raisa segera mengambilnya dan secepatnya dia menyalakan ponselnya untuk memastikan jika saat ini, ada kejadian dua tahun yang lalu dan dirinya ternyata terlahir kembali. "I-ini ...." Mata Raisa terbelalak saat melihat tanggal, bulan dan jam yang sama seperti yang ada dalam ingatannya. "Ternyata benar! Ini benar-benar kejadian dua tahun yang lalu dan aku sungguh ... Aku sungguh terlahir kembali," tubuh Raisa langsung gemetar dan tak terasa dia menitikkan air mata. "Aku kembali ke dua tahun yang lalu, a-aku ... aku diberi kesempatan untuk kembali ke saat aku mulai melakukan kesalahan dan aku ...." Raisa terisak, dia tak sanggup menahan rasa sesak di dadanya. "Terima kasih Tuhan, sudah memberikanku kesempatan untuk memperbaiki semuanya dan aku bisa ...." Saat Raisa sedang menangis sambil memeluk ponselnya. Bi Nur semakin bingung melihat tingkah aneh majikannya dan baginya, Raisa berubah dari biasanya. "Ada apa dengan nyonya hari ini? Mengapa nyonya terlihat berbeda setelah bangun dari pingsannya?" gumam Bi Nur yang terus menatap Raisa tak berkedip sama sekali. "Apa mungkin kepala nyonya terbentur saat di kamar mandi tadi, membuat nyonya jadi seperti ini? Atau mungkin ...." saat Bi Nur terus memperhatikan gerak gerik Raisa sambil melamun, dia sibuk dengan pikirannya sendiri, tapi dia langsung panik, ketika melihat Raisa menangis sesegukan. Secepatnya, Bi Nur segera memegang kedua pundak Raisa. "Nyonya, anda kenapa? Apa ada yang sakit?" Tanya Bi Nur yang segera memeriksa keadaan Raisa. Raisa menggelengkan kepalanya. "Saya baik-baik saja bi! Hanya sedikit sakit di tangan, tapi ini tidak apa-apa, tidak sebanding dengan perasaan saya bi," ucap Raisa dengan suara terbata-bata, air matanya mengalir semakin deras dan segera memeluk Bi Nur. "Nyonya, saya tidak tahu apa yang anda rasaka saat ini, tapi ... Saya mohon! Tolong jangan membuat Tuan sedih, kasihan beliau setiap hari harus menahan perasaan sedih karena nyonya selalu memikirkan Tuan Kevin, padahal Tuan sangat baik kepada nyonya, saya melihat jika dibalik sikap tegasnya, beliau sangat mencintai anda, tapi anda ...." Bi Nur tak berani melanjutkan ucapannya, dia segera memalingkan wajahnya. "Maafkan saya nyonya, saya tidak bermaksud untuk lancang, saya hanya ...." "Jangan meminta maaf bi! Bibi tidak salah sama sekali! Apa yang dikatakan bibi itu memanglah benar, mas Adrian memang orang yang sangat baik! Dia seperti itu karena dia tidak mau kehilangan saya, saya saja yang bodoh! Saya yang bodoh tidak bisa melihat ketulusannya, saya yang bodoh bi! Hiks ... Hiks ...." Raisa menangis semakin keras, dia benar-benar sangat menyesal karena sudah menyia-nyiakan pria sebaik Adrian. "Bi, saya sudah sadar! Saya sadar atas kebodohan saya! Saya mau berubah dan saya ...." belum selesai Raisa bicara. Tiba-tiba saja. Krekkkk! Seseorang membuka pintu kamarnya dan muncullah sosok yang membuat wajah Raisa terpaku saat itu juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN