Krekkkk!
Pintu pun terbuka dan suara itu pun, membuat Raisa serta Bi Nur pun langsung menoleh ke arah sosok yang muncul dibalik pintu dan ketika Raisa melihat sosok itu, matanya langsung terpaku saat itu juga.
"Ma-mas ... Ad- adrian ...." ucapnya dengan bibir gemetar dan air matanya kembali mengalir ketika dia melihat sosok Adrian yang berdiri tegak dalam keadaan sehat tepat dihadapannya.
"Terima kasih Tuhan, terima kasih karena dia baik-baik saja," gumamnya sambil melepaskan pelukannya dari Bi Nur.
Raisa tersenyum sambil menghapus air matanya.
"Mas Adrian! Akhirnya kamu datang juga," ucapnya dengan penuh semangat, Raisa segera turun dari atas tempat tidur lalu berjalan ke arahnya.
Adrian mengerenyitkan dahinya, dia terkejut dengan perubahan sikap Raisa yang sangat mendadak itu.
"Apa tadi yang dia katakan? Mas? Dia panggil aku dengan sebutan itu?" gumam Adrian dengan tatapan tak percaya.
"Tidak mungkin! Dia tidak mungkin mengatakan itu, ini hanya halusinasiku saja, dia tidak ...." Adrian yang sedang melamun karena sibuk dengan pikirannya sendiri pun, terkejut saat Raisa tiba-tiba memeluknya.
"Eh! Ini ...." Mata adrian terbelalak tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.
"Kamu! Apa yang sedang kamu lakukan Raisa?" Tanya Adrian yang masih tak percaya.
"Hiks ... Hiks ... Mas, maafkan aku!" ucap Raisa, dia memeluk erat tubuh Adrian, menyandarkan kepalanya didadanya lalu menangis sesegukan, menumpahkan semua perasaannya saat ini.
Sedangkan Adrian, dia masih tak mengerti dengan apa yang terjadi, karena sikap Raisa yang biasanya galak, cuek dan selalu menampilkan ekspresi wajahnya yang selalu kesal saat bertemu dengannya, jangankan memeluk, memegang tangan Adrian saja tidak mau, seolah jijik terhadap dirinya, membuat Adrian merasa sangat aneh dan ini tak terbiasa sama sekali.
"Raisa, kamu kenapa? Kamu ... Baik-baik saja kan? Apa otak kamu sedang bermasalah, sampai kamu ...." Adrian menatap bi Nur.
"Bi, ada apa dengannya? Mengapa dia menangis? Bahkan dia memeluk saya? Bukannya dia sangat enggan untuk disentuh oleh saya?" tanya Adrian sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah punggung Raisa.
Bi Nur menggelengkan kepalanya, dia juga sama terkejutnya dengan Adrian.
"Saya jiga tidak tahu Tuan, sikap nyonya berubah ketika beliau sadar dari pingsannya dan saya belum sempat memanggil dokter untuk memeriksanya," jawab Bi Nur yang setelah itu bergegas keluar dari kamar itu.
"Tuan, saya akan panggil dokter untuk memeriksa keadaan nyonya," ucapnya.
"Iya! Cepatlah panggil! Saya takut terjadi sesuatu dengannya," jawab Adrian.
Bi Nur mengangguk dan segera keluar dari kamar itu, menutup pintu dengan rapat.
Sehingga, hanya tersisa mereka berdua saja saat ini.
Adrian kembali mengerenyitkan dahinya.
"Raisa, kamu kenapa?" tanyanya dengan nada tegas.
Raisa mendongakkan kepalanya, wajahnya yang sudah sembab karena basah oleh air mata pun, menatap Adrian dengan tatapan sendu.
"Mas, aku bahagia melihat kamu baik-baik saja!" ucapnya dengan senyuman tapi matanya masih berkaca-kaca.
Adrian merasa canggung, dia berdehem sambil memalingkan wajahnya.
"Aku memang baik-baik saja! Memangnya aku kenapa sampai kamu bertanya seperti itu? Apa mungkin kamu mengharapkan aku supaya cepat mati, agar kamu bisa menjadi janda lalu pergi menikah dengan si b******k itu, ya kan?" ucap Adrian sambil menahan rasa kesalnya.
Raisa segera mengecup pipi Adrian secara mendadak, membuat Adrian terkejut sampai matanya melotot.
"Jangan bicara sembarangan! Aku tidak mau kamu mati! Aku mau kamu berumur panjang agar bisa bersama selamanya denganku," ucap Raisa.
Adrian memutar kepalanya, menatap wajah Raisa yang kini sedang menatap wajahnya dengan tatapan yang berbeda.
"Maksud kamu apa? Biasanya kamu selalu menyumpahi aku supaya cepat mati dan tadi ... Kenapa kamu tiba-tiba mencium aku? Bukannya kamu jijik padaku?" tanya Adrian.
Raisa menaruh jari telunjuknya di bibir Adrian.
Membuat hatinya berdesir.
"Aku minta maaf karena sudah bicara sembarangan! Mulai sekarang aku bersumpah tidak akan bicara seperti itu lagi dan ...." Raisa tersenyum lalu kembali mengecup pipi Adrian.
"Aku tidak merasa kalau aku jijik malah aku merasa kalau ...." Ciuman Raisa berpindah ke leher Adrian.
Membuat mata Adrian kembali melotot dan tubuhnya langsung menegang saat itu juga.
"Raisa, ka-kamu ...."
Raisa tersenyum semakin lebar dan malah menyingkirkan jari telunjuknya dari bibir Adrian, lalu ....
Cup!
Dia mengecup bibir Adrian dengan mudahnya.
"Mas, mulai saat ini, aku hanya ingin bersama kamu dan kamu pria satu-satunya yang aku cintai," ucapnya dengan tegas.
Adrian terdiam kaku, dia masih tak percaya dengan semua yang terjadi, apalagi dia tahu betapa tergila-gilanya Raisa terhadap Kevin, jadi dia tidak bisa langsung percaya dengan satu, dua patah kata yang diucapkan Raisa saat ini.
Adrian pun segera memegang kedua bahu Raisa, dia menatap tajam wajah wanita yang sangat dia cintai itu.
"Raisa, apakah ini trik baru kamu setelah kamu gagal mengancam aku dengan trik bunuh diri kamu itu, hah?" tanya Adrian, dia terus menatap wajah Raisa, menyelusuri kebohongan yang mungkin dia bisa dapatkan dari ekspresi wajahnya.
Namun, tiba-tiba saja.
Raisa langsung menangis dan kembali memeluk Adrian.
"Huwa .... Hiks ... Hiks, mas kamu harus percaya dengan ucapan aku! Aku ... Aku sungguh sudah berubah mas, aku sungguh hanya ingin bersama kamu, aku sadar kalau kamu jauh lebih baik daripada si Kevin b******k itu! Kamu ...." Raisa mendongakkan kepalanya, bibirnya cemberut merajuk manja kepada Adrian.
"Mas, aku yang bodoh! Bisa-bisanya aku menyukai pria seperti dia! Huh, padahal aku sudah punya suami setampan dan sehebat kamu! Tapi bisa-bisanya aku suka sama dia dan mengacuhkan kamu, aku bodoh mas! Aku benar-benar sangat bodoh!" ucap Raisa dengan matanya yang berkaca-kaca dan tatapannya yang memelas.
Membuat Adrian tak bisa menolaknya.
"Sudah ... Sudah jangan menangis lagi! Aku ... Ahemm! Kali ini aku akan percaya ucapan kamu sekali lagi, aku harap kamu tidak akan mengecewakan aku lagi, kalau kamu berbohong dan membuat aku kecewa lagi jangan harap aku mau memaafkan kamu dan sebagai konsekuensinya, aku akan mengurung kamu di rumah ini untuk selamanya!" Ancam Adrian, dia menatap Raisa dengan tegas mencari jejak kebohongan dari tatapannya serta raut wajahnya.
Karena dia tahu, Raisa akan menunjukkan sifat aslinya jika dia sudah mengancam seperti itu.
"Terima kasih mas sudah memberi aku kesempatan untuk menunjukkan kalau aku sungguh mencintaimu, aku berjanji tidak akan mengingkari dan tidak akan membohongi kamu lagi seperti dulu," ucap Raisa dengan senyuman cerahnya, dia kembali mengecup pipi Adrian dan kembali menyadarkan kepalanya di d**a Adrian dengan manjanya.
"Mas, kamu memang suami paling terbaik di dunia, aku sungguh sangat mencintaimu, kalau aku nanti ingkar kamu boleh mengurung aku dirumah ini, aku rela mas asal ada kamu selamanya disisiku, aku tidak menolak sama sekali," ucap Raisa dengan tegas.
Mendengar itu, Adrian semakin terkejut, dia tak menyangka jika respon Raisa seperti itu dan jauh dari yang dia bayangkan sebelumnya.
"Dia tidak marah? Di-dia tidak marah sama sekali?" Gumam Adrian, dia menatap Raisa dengan tatapan semakin aneh.
"Dia bahkan rela dikurung selamanya dirumah ini asal aku selamanya ada disisinya? Bukannya dia sangat enggan bersama denganku? Tapi ini dia ...." Adrian terus menatap heran Raisa, dia tak berani membalas pelukannya Raisa, karena takut Raisa sedang menipunya atau itu hanya khayalan yang tak mungkin nyata baginya.
Jika ini hanya mimpi, aku rela tidak bangun untuk selamanya dan jika dia sedang menipuku hanya untuk bersama dengan si b******k itu, aku rela jika dia terus seperti ini, walaupun hanya sementara tapi setidaknya aku bisa memeluk dia lebih lama seperti ini," gumam Adrian, dia menarik napas panjang sambil memejamkan matanya, dia ingin merasakan lebih lama pelukan hangat dari wanita yang sangat dia cintai namun cintanya hanyalah bertepuk sebelah tangan, karena Raisa mencintai Kevin bukan dirinya.
Perlahan, Adrian pun mengulurkan tangannya dan dia pun membalas pelukan Raisa serta tangannya yang lain, dia gunakan untuk mengelus rambut Raisa.
"Walaupun ini hanya sementara, biarkan aku merasakan kebahagiaan ini," Adrian yang tanpa sadar mengucapkan itu.
Ternyata terdengar oleh Raisa saat itu juga.