BAB 10

1220 Kata
Rahma bertanya-tanya dalam hati kenapa Sekar semakin murung akhir-akhir ini. ia ingin bertanya pada suaminya, namun, ia takut di anggap ingin mendekatkan mereka lagi. Rahma bingung, ia tak tahu harus bagaimana. Suaminya sendiri agak berubah dan lebih banyak melamun. Sebenarnya ada apa diantara mereka berdua. Rahma mendekat ke arah Hamdan saat Hamdan tengah bersantai di ruang tengah dengan buku yang ia pegang. Rahma hanya duduk tak berani bertanya, Hamdan melirik Rahma, ia tahu jika istrinya pasti penasaran dengan sikap Sekar yang semakin murung. Namun, Hamdan khawatir jika ia cerita akankah Rahma menerimanya? Hamdan tahu bahwa istrinya sangat menyayangi Sekar. Bagaimana perasaan Rahma jika ia tahu Sekar tak bisa sembuh dan satu-satunya cara adalah amputasi? Bisa-bisa Rahma malah memotong kakinya dan menyerahkannya pada Sekar. Hamdan tak bisa membayangkan hal itu terjadi. “Kamu sudah makan?” tanya Hamdan setelah menutup bukunya. Rahma mengangguk. Hamdan tersenyum dan menarik tubuh Rahma untuk ia peluk. Ia taruh dagunya di atas ubun-ubun sang istri. “Aku capek,” keluh Hamdan. Rahma agak bingung, karena ia tak biasa mendengar keluhan macam itu dari bibir sang suami. Namun, sebagai istri yang baik ia pun membalas pelukkan sang suami dan mengusap punggungnya. “Mau istirahat?” “Di sini saja, begini.” Rahma diam dan terus mengusap punggung sang suami dengan lembut. Terdengar nafas berat Hamdan yang membuat Rahma mati penasaran. Seakan suaminya tengah menyimpan sebuah rahasia yang Rahma tak boleh tahu. Namun, Rahma sudah keburu janji untuk tidak terlalu ikut campur apalagi jika mengenai Sekar. Rahma harus bisa menahan diri. “Mas ….” “Hm …?” “Mas tahu kan apa yang aku fikirkan sekarang?” “Ya.” “Bolehkah, Mas?” “Jangan sekarang ya sayang, Mas belum bisa cerita.” Rahma menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia hanya bisa mengangguk dan menunggu sang suami bersedia bercerita padanya. Padahal dulu apa pun masalahnya Hamdan selalu terbuka dan cerita padanya. Kenapa sekarang tertutup begini? Bolehkah Rahma menaruh curiga pada sang suami? Rahma buru-buru menggeleng, ia tak boleh berprasangka buruk pada suaminya sendiri. Karena Rahma yakin suaminya adalah suami terbaik yang ia miliki.   ****   Rahma melihat Sekar keluar dari kamarnya dan berjalan dengan wajah agak kesakitan. Rahma ingin mendekat namun, ia hentikan langkahnya saat melihat sang suami lebih dulu mendekati pada Sekar, dan tepat saat itu Sekar hampir jatuh karena tak seimbang. Dengan cekatannya Hamdan menolong Sekar dan membawanya duduk di kursi. Rahma terus melihat suami dan sahabatnya itu. Hamdan nampak menatap Sekar yang terus menunduk dan ia melihat jemari Hamdan terangkat dan mengusap air mata Sekar. Rahma tersentak karena ia baru melihat Sekar menangis setelah sekian lama. Sebenarnya apa yang terjadi? Sekar nampak menepis jemari Hamdan dan berusaha untuk bangun dari duduknya namun Hamdan menahan tubuh Sekar agar tetap duduk. Rahma sedikit menjauh agar mereka tidak melihat Rahma. “Biarkan aku sendiri, Mas, aku mohon,” ucap Sekar yang tertangkap telinga Rahma. “Sekar ….” “Mas, aku mohon.” Hamdan nampak menghela nafas dan sedikit memberi jarak. Sekar pun bangun dengan susah payah Hamdan yang hendak menolongnya nampak menghentikan niatnya. Sekar pun berhasil berdiri dan berjalan ke arah dapur dengan kaki pincangnya yang terlihat kesakitan. Hamdan tak berhenti menatap tubuh Sekar hingga Sekar hilang dari pandangannya. Saat itulah Rahma muncul dan mengagetkan Hamdan. “Sayang, sejak kapan kamu di sini?” tanya Hamdan yang seakan takut jika ketahuan ia bertemu dengan Sekar dan itu semakin membuat Rahma curiga. “Baru saja kok, kenapa?” “Oh, nggak apa-apa.” Hamdan merasa lega dan hendak pergi namun di tahan oleh Rahma. “Tunggu, Mas.” “Kenapa sayang?” “Aku mau keluar, Mas, temenin ya.” “Kamu mau ke mana?” “Jalan-jalan yuk.” “Yaudah, aku ganti baju dulu ya.” “Mas, ajak Sekar juga ya.” Senyum Hamdan mendadak hilang sesaat.. lalu kembali muncul dan menatap mesra pada Rahma. “Jangan ya, aku mau quality time sama kamu.” Hamdan langsung pergi ke kamar tanpa menunggu jawaban Rahma. Rahma benar-benar di buat bingung dan mati penasaran dengan sikap Hamdan mau pun Sekar. Apa yang mereka sembunyikan sebenarnya?   *****   Sekar melihat kepergian Rahma dan Hamdan, ia meneteskan air matanya. Ia merasa bersalah pada Rahma karena telah menyembunyikan fakta tentang penyakitnya. Apakah Sekar harus cerita atau ia simpan, atau lebih baik ia pergi dari rumah ini saja agar Rahma tak perlu tahu tentang hal ini dan tak perlu memikirkan dirinya lagi. Tidak, itu tidak mungkin terjadi karena Rahma tidak mudah menyerah. Ia tipe pemaksa dan bila sudah menjadi kehendak semua hal bisa ia lakukan. Sekar tidak mau lagi melihat Rahma berkorban untuk dirinya yang buruk ini. Ia tak pantas mendapatkan kebaikan dari Rahma. Ia hanyalah orang yang bergantung dan menjadi beban bagi hidup Rahma. Apa yang harus Sekar lakukan sekarang, suatu saat ia akan ketahuan kalau terus menerus menjauhi Rahma. Apakah ia pura-pura baik-baik saja di depan Rahma, agar Rahma tak mengkhawatirkan dirinya? Sekar terduduk di lantai, ia benar-benar merasa bingung. Kenapa Tuhan membuat hidupnya se-tak berguna ini? Sekar menghapus air matanya lagi. Ia tak boleh mengeluh ia tak boleh pasrah akan keadaan dan ia harus bangkit. Ia tak boleh membuat Rahma semakin khawatir tentang dirinya. Ia harus bisa menerima keadaan yang Tuhan berikan untuknya. Sekar bangun dan berusaha berjalan melawan rasa sakit di kakinya. Ia masuk ke dalam kamar dan meminum obat pereda sakit lalu ia mulai mengerjakan pekerjaan rumah membantu asisten rumah tangga seperti biasanya.   ****   Hamdan tersenyum melihat Rahma yang nampak ceria dan semakin berisi karena perutnya semakin terlihat menonjol. Wajah cantiknya tak pernah pudar, senyum manisnya tak pernah hilang. Rahma adalah wanita yang sangat ceria dan selalu menunjukkan emosi dirinya dengan jujur. Hamdan benar-benar mencintai istrinya ini. Hamdan bangun dari duduknya dan menghampiri Rahma yang asik bermain gelembung dan mengejarnya, persis anak-anak. Hamdan meraih pinggang Rahma dan membuat Rahma terpekik lalu menoleh, seketika itu juga Hamdan mengecup bibir ranum Rahma. Membuat Rahma melotot kaget dan memukul d**a bidang Hamdan. “Mas! Tempat umum ini tahu!” “Habis gemas.” “Ihh … m***m!!!” Hamdan tertawa dan merebut tembakan gelembung milik Rahma lalu menembakkan ke wajah Rahma. Membuat Rahma semakin kesal dan mengejar Hamdan. Hamdan tertawa melihat istrinya kesusahan mengejarnya karena perutnya yang semakin membuncit itu. Hamdan menyerah dan membiarkan tubuhnya di pukuli sang istri. “Aduh, ibu hamil itu galak ya.” “Enak aja!” “Hahaha, tapi tetap imut.” “Gombal!!!” “Serba salah deh ….” Hamdan cemberut dan itu membuat Rahma ingin tertawa karena gemas. Ia peluk tubuh suaminya yang kekar dan tinggi menjulang itu membuat Hamdan membalasnya dan mengecup puncak kepala Rahma. “Sayang.” “Hm?” “Apa tidak ada rasa cemburu di hatimu saat aku berduaan dengan Sekar?” Rahma tersentak. Ia diam saja dan semakin mempererat pelukkannya. “Tidak ya? Jadi, selama ini yang merasakan cinta itu Cuma aku ya?” Hamdan berusaha melepas pelukkan Rahma dan menatap Rahma dalam-dalam. Rahma menunduk, namun, Hamdan menarik dagu Rahma agar Rahma menatap dirinya. “Kamu tidak mencintaiku, iya?” “Mas, kenapa tiba-tiba bahas ini sih?” “Maaf kalau kamu tidak suka, Mas, tidak akan bahas lagi.” Hamdan menghela nafas dan balik badan. “Kita pulang, sudah sore.” Rahma menatap punggung lebar itu, punggung yang selalu enak untuk di peluk itu kini menjauh. Membuat Rahma dilanda dilema besar.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN