Bab 1. Cari Perkara
“Ya ampun, tumpah lagi,” ucap Novia saat dia melihat bajunya basah lagi.
Novia melihat ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk mengelap bajunya yang basah tepat di bagian d**a. Novia melihat ada tisu di atas meja tamu dan segera mengambilnya.
“Aduh, sakit. Kayaknya penuh lagi ini. Aku pompa dulu lah.” Novia merintih saat payudaranya yang terisi penuh itu tersenggol.
Novia segera mengambil ember pelnya dan berjalan cepat ke arah pintu ruangan. Dia berjalan sambil menunduk, sedikit menutupi dadanya yang basah.
“Aduh!” Novia mengangkat wajahnya dan melihat seorang pria tinggi besar di depannya. “Maaf, Pak. Saya gak sengaja. Maaf,” ucap Novia sambil membungkuk beberapa kali.
“Kalo jal ... heh! Heh, kamu! Berhenti!” teriak Galang si pemilik ruangan yang ditinggal pergi begitu saja oleh petugas OB di kantornya.
“Ada apa, Pak?” tanya Aji yang mendengar atasannya berteriak.
Galang melihat ke arah lift dan menunjuk ke arah lift yang akan menutup itu. “Cari dia dan bawa ke sini!”
Aji ikut melihat ke arah lift. “Baik, Pak. Akan segera saya cari. Tapi ini berkas yang Bapak minta tadi.” Aji menunjukkan berkas yang dia bawa.
“Taruh dalam.”
Mood Galang rusak seketika saat dia tiba-tiba ditabrak oleh OB tidak sopan. Bukannya minta maaf baik-baik, OB tersebut malah langsung pergi meninggalkannya.
Galang duduk di singgasananya. Dia meletakkan tas kerjanya di samping kursinya lalu menyalakan laptop kerjanya.
“Eh, apa ini?” ucap Galang saat menemukan ada bagian yang basah di kemejanya.
Galang sedikit menarik kemejanya, agar bisa melihatnya dengan jelas. “b******k! Ini pasti karena OB sialan tadi!” Galang menggerutukan giginya.
Galang semakin kesal dengan kejadian pagi ini. Dia yang sengaja datang ke kantor lebih pagi karena ada rapat penting, malah kena petaka karena OB ceroboh.
Sementara itu Novia yang tadi menabrak Galang, langsung lari ke tempat istirahat OB. Dia sedang memerah asinya yang terproduksi sangat banyak.
Novia memang baru saja melahirkan 2 bulan lalu. Tapi sayangnya anak Novia tidak berumur panjang, karena terkena demam tinggi dan tidak tertolong.
Novia menitikkan air matanya setiap dia memompa asinya. Asi itu harus dia buang karena tidak ada yang mengonsumsinya.
“Nov, kamu di panggil Pak Galang,” ucap teman OB Novia.
“Pak Galang? Duh, pasti aku bakalan dimarahin ini,” keluh Novia yang tahu maksud pemanggilan itu.
“Emang kamu abis ngapain?”
“Tadi aku gak sengaja nabrak beliau. Karena asiku rembes lagi, aku langsung pergi gitu aja.” Novia melepas napasnya dari mulut.
“Wah, nyari masalah itu namanya, Nov.”
“Semoga aku gak dipecat.” Novia teringat kalau pimpinan perusahaan ini terkenal dingin dan kejam.
“Ya ampun, Nov. Mending kamu buruan minta maaf deh. Mohon-mohon kalo perlu. Kalo kamu di pecat, siapa yang bakal biayai rumah sakit ibu kamu.”
“Itu dia yang aku pikirkan. Aku bersihin ini dulu deh.” Novia menyelesaikan kegiatan pemerahan susunya.
“Masih banyak ya yang keluar?”
Novia mengangguk. “Makin sering aku pompa, kayaknya makin produktif. Tapi kalo gak dikeluarin, sakit banget.”
“Iya sih. Ya udah buruan sana. Ntar makin marah si bos.”
Novia mengangguk. Dia kemudian segera ke wastafel dan mengikhlaskan asinya kembali terbuang sia-sia.
Setelah mengganti bantalan di payudaranya agar tidak basah lagi, Novia segera pergi ke ruangan Galang. Dia siap menerima semua hukuman, asal dia tidak dipecat.
Novia menghadap Rina, sekretaris Galang agar bisa mengantarnya ke ruangan yang sedikit menegangkan itu.
“Tunggu bentar, Pak Galang lagi di toilet,” ucap Rina.
“Ba-baik, Bu,” jawab Novia yang kemudian segera menundukkan kepalanya.
Suara hendel pintu yang terbuka, membuat jantung Novia berdegup kencang. Belum juga berhadapan dengan pemilik ruangan, suasana tegang sudah sangat terasa.
Galang melihat ada seorang wanita berpakaian OB di depan meja kerjanya. Tidak salah lagi, pasti orang itu adalah wang membuat kemeja mahalnya itu kotor.
Galang duduk di singgasananya. Dia menatap tajam ke arah Novia yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Kamu tahu kenapa dipanggil ke sini?” tanya Galang dengan nada suara yang tidak bersahabat.
“Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Saya benar-benar tidak sengaja tadi,” jawab Novia dengan suara sedikit bergetar.
“Gak sengaja? Kamu udah bikin kemeja saya kotor trus kamu seenaknya aja minta maaf karena gak sengaja?” Galang semakin geram.
Novia memberanikan mengangkat pandangannya sedikit. “Maaf, Pak. Saya tadi beneran gak sengaja.”
“Ganti baju saya!” Galang melemparkan kemejanya tepat ke arah wajah Novia.
Novia gelagapan saat dia tiba-tiba terkena lemparan kemeja. Dia langsung memegang kemeja atasannya itu agar tidak jatuh ke lantai.
Celakanya, saat Novia melihat kemeja itu, yang pertama kali terlihat adalah merek kemeja itu. Tentu saja kemeja milik Galang harganya tidak murah. Mungkin harganya setara dengan beberapa bulan gajinya bekerja di tempat ini.
“Ganti kemeja saya dengan yang baru!” perintah Galang lagi.
“Gan-ganti. Dari mana saya punya uang buat ganti kemeja, Bapak. Gaji saya pun tidak akan cukup, Pak.” Novia kaget dengan permintaan tidak masuk akal Galang.
“Apa peduli saya. Yang saya tahu, besok kamu harus ganti!”
“Tapi saya gak punya uang, Pak.”
“Kalo gitu silakan tinggalkan perusahaan ini! Kamu dipecat!” Galang semakin menekan Novia.
“Dipecat?” Novia yang kaget mendengar kata keramat di perusahaan itu refleks langsung berlutut di samping meja kerja Galang.
“Maafkan saya, Pak. Tolong jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini, Pak. Saya cuci di loundry ya, Pak,” bujuk Novia berharap mendapat pengampunan.
“Kamu pikir saya masih mau pake baju bekas kena kotoran air pel, hah?! Jijik tau!” hardik Galang penuh penekanan.
“Air pel?” Novia terdiam sejenak. “Ini bu-bukan air pel, Pak.” Novia sangat yakin kalau itu bukan air pel.
“Trus air apa?”
Novia menunduk lagi. “Ini air—“
Novia batal melanjutkan ucapannya saat dia mendengar suara dering telepon. Dia menatap Galang yang perhatiannya langsung beralih ke ponsel yang ada di atas meja.
“Berdiri kamu!” perintah Galang sambil melirik sinis ke arah Novia.
“Halo,” ucap Galang menerima panggilan telepon.
“Pak, adek mulai rewel lagi. Dia gak mau minum s**u lagi,” lapor seseorang di sana.
“Udah kamu ganti s**u baru kemaren?”
“Udah, Pak. Ini pake s**u baru. Stok asi Bu Mela juga menipis, Pak. Adek cuma mau minum asi aja.”
Galang memejamkan matanya sambil menarik napas dalam. Masalah mendatanginya lagi.
Saat Galang membuka matanya, secara tidak sengaja mata Galang berhenti di d**a Novia. Bagian d**a wanita itu tampak sangat menonjol untuk ukuran orang yang kurus.
Belum lagi ada noda basah tepat di bagian yang mengembung itu. Galang mengerutkan keningnya dan menyipitkan kedua matanya.
“Apa itu? Apa dia lagi menyusui?” tanya Galang dalam hati.