Bab 7. Kikuk

1153 Kata
Seperti biasa, Novia akan membawa Niko ke teras belakang untuk berjemur. Dia mengajak Niko bicara, meski bayi itu jelas tidak akan menjawab, bahkan tidak tahu maksudnya. Galang keluar dari kamarnya. Dia membawa handuk kecil di tangannya dan dia juga sudah memakai sepatu oleh raga. Galang akan oleh raga di belakang rumah. “Selamat pagi, Pak,” sapa Novia sambil menganggukkan kepalanya. “Hem. Niko bangun?” tanya Niko saat dia melihat bayi itu menggeliat. “Iya, Pak. Mas Niko baru bangun.” Galang berdiri di depan Novia. Pria itu melihat ke arah Niko yang berada di dalam gendongannya. Aroma wangi tercium dari tubuh Galang. Novia memejamkan matanya untuk menyesaki hidungnya dengan aroma yang sangat segar itu. “Belum mandi aja wangi banget Pak Galang. Emang beda kalo orang kaya,” ucap Novia dalam hati. “Niko kayaknya makin gendut ya. Pipinya mulai gembul lagi,” ucap Galang sambil menyentuh pipi keponakannya. “Iya, Pak. Gendongannya juga makin kerasa berat,” jawab Novia sambil tersenyum. Galang mengangguk. “Tapi dia gak rewel kan?” “Enggak, Pak. Tapi sekarang Mas Niko udah banyak gerak. Kayaknya udah mau belajar duduk, Pak.” Novia menceritakan perkembangan pertumbuhan anak susunya. Galang melihat ke arah Novia. “Duduk? Apa gak kekecilan?” Novia tersenyum sambil menggeleng. “Gak, Pak. Biasanya 5 bulan emang udah waktunya belajar.” “Oh gitu ya. Terus awasi dan laporkan ke saya.” “Baik, Pak.” Galang kembali melihat ke arah Niko yang sedang memainkan baju Novia. Dia ikut tersenyum saat bayi mungil itu menggerakkan bibirnya seolah ingin bicara. “Eh,” pekik Novia pelan, saat tanpa sengaja bayi itu menarik baju Novia sampai kancing depan bajunya yang tidak tertutup sempurna itu terbuka begitu saja. Dengan bodohnya, mendengar pekikan itu, Galang malah melihat ke arah Novia. Pemandangan gunung bersalju ditutupi dengan selimut berwarna hitam pun tampak nyata di depannya. Novia yang kaget dengan kejadian itu refleks berbalik badan, karena dia tidak bisa menutupinya dengan tangan. Maklum, tangannya sedang menggendong Niko. “Hem hem.” Galang berdehem lalu segera pergi meninggalkan Novia menuju ke alat treatmil yang ada di sana. “b******k! Kenapa juga malah keliatan lagi!” umpat Galang kesal sambil menekan tombol menyalakan alat oleh raganya. Novia segera duduk di kursi rotan yang ada di teras. Perlahan dia mencoba membenarkan kancing bajunya yang terbuka tadi. Dia merasa tidak enak, karena pasti Galang ikut melihatnya. Keadaan canggung pun terjadi di teras. Tapi Novia berusaha biasa saja, meski dia tidak berani melihat ke arah Galang. Degup jantung Galang yang sudah kencang sebelum dia olah raga, kini semakin kencang. Badannya seolah terbakar lebih cepat dari biasanya, setelah tubuhnya disiram bahan bakar. Bik Darmi datang dengan nampan di tangannya. Dia membawa minuman protein untuk Galang, serta pisang goreng untuk Novia. “Pak, bahan di dapur banyak yang habis,” lapor Bik Darmi. Mendengar laporan Bik Darmi, Galang memperlambat laju larinya. Dia kemudian turun dari alat olah raganya dan berjalan ke kursi. Galang mengambil air putih lalu meneguknya. Dia mengambil satu potong pisang goreng dan dia masukkan ke dalam mulutnya. “Itu buat Novia, Pak,” ucap Bik Darmi. “Oh buat dia.” Galang menoleh ke Novia. “Maaf, Nov.” “Gak papa, Pak,” jawab Novia. “Pak Galang mau?” tanya Bik Darmi. “Gak usah. Ini berminyak, kalo di kukus saya mau. Nanti saya makan ini aja kalo pengen.” “Oh ya, kalo abis ya belanja aja, Bik. Uang belanja masih ada kan?” “Masih, Pak. Tap—“ “Saya akan tambah. Saya ngerti kok.” “Maaf, Pak. Diapers Mas Niko juga tinggal satu bungkus,” lapor Novia. Galang menoleh ke arah Novia. “Oh gitu. Ya udah, kalian belanja bareng aja. Bik Darmi, nanti uangnya saya transfer.” “Baik, Pak.” Galang mengambil minuman proteinnya lalu segera beranjak masuk ke dalam rumah. Dia meninggalkan teras belakang untuk segera bersiap ke kantor. Setelah Galang berangkat ke kantor, seperti biasa Bik Darmi akan menyuruh sopir bersiap mengantarnya ke supermarket. Kali ini dia tidak akan pergi sendiri, karena Novia juga akan ikut. Novia sudah turun sambil menggendong Niko. Dia juga sudah menyiapkan stroler dan juga semua perlengkapan Niko selama mereka di luar rumah nanti. “Novia, kamu mau ke mana?” tanya Wati saat melihat Novia sudah berpakaian rapi sedang meletakkan Niko di kereta dorongnya. “Mau ke mall, Mbak. Di suruh sama Pak Galang,” jawab Novia sambil menata barang bawaannya. “Ke mall? Sejak kapan Pak Galang kasih ijin Niko keluar rumah. Jangan bohong kamu!” “Novia gak bohong. Dia mau ke mall bareng aku kok. Kamu jaga rumah aja. Kami mau pergi beli keperluan rumah ama Mas Niko,” sahut Mbok Darmi. “Gak mau! Enak aja. Harusnya dia yang di rumah. Novia, kamu di rumah aja!” “Wati! Ini perintah Pak Galang. Kamu ini ken—“ “Aku juga disuruh sama Bu Vera kok.” Wati memanfaatkan kepercayaan Vera. “Bik, biar saya aja yang di rumah. Saya cuma titip diapers Mas Niko aja.” “Tapi kata Pak Galang, kamu harus ikut, Nov.” “Gak papa, Bik. Saya di rumah aja. Bentar, saya catetkan dulu belanjaan saya ya.” Demi kedamaian di rumah ini, Novia rela mengalah. Lagi pula dia juga tidak terlalu butuh pergi ke mall. Novia menyerahkan kertas daftar belanjaannya pada Bik Darmi. Dia berharap, semua yang dia perlukan sudah tertulis semua di sana sehingga dia tidak kena marah Galang. Dengan berat hati Bik Darmi pun segera pergi meninggalkan Novia sendirian di rumah. Padahal tadi Galang sendiri yang mengatakan agar Novia bisa pergi bersamanya. Keadaan rumah sepi saat ini. Novia yang sendirian, memilih duduk di sofa tengah, tempat Galang biasanya beristirahat sejenak setelah pulang kantor. Novia meletakkan Niko yang masih tertidur di sofa berukuran besar itu. Dia memberi bantal sofa di samping Niko, agar bayi itu tidak terjatuh. “Aku nonton TV boleh kali ya. Sepi banget di rumah, ngeri juga sendiri di rumah segede ini,” ucap Novia yang kemudian menyalakan televisi. Novia bersantai sejenak di rumah mewah itu sambil menonton TV. Dia membuat mi instan dan juga mengambil makanan ringan, untuk menemaninya nonton. Sedikit kurang ajar memang, tapi kapan lagi dia menikmatinya kalau tidak saat rumah kosong. “Eh, bakso,” ucap Novia saat dia mendengar ada suara pedagang bakso berteriak di depan rumah. Novia kemudian berlari ke depan rumah dan berteriak pada tukang bakso yang jaraknya jauh sekali darinya. Novia bahkan sampai berlari ke gerbang depan, agar tukang bakso itu berhenti di depan rumah Galang. Setelah memastikan keadaan Niko masih aman, Novia kembali berlari ke depan. Dia memilih bakso yang ingin dia santap dengan hati yang sangat riang. Tanpa Novia sadari, dikejauhan, ada orang yang sedang melihat ke arahnya. Orang itu terus mengamatinya, sampai Novia kembali mengunci gerbang dan kembali masuk ke dalam rumah. “Novia kok ada di rumah ini. Apa dia kerja di sini?” ucap orang itu sambil mengamati rumah Galang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN