“Nov,” panggil Bik Darmi pelan saat dia memasuki kamar Niko.
“Lagi tidur?” tanya Bik Darmi saat melihat Novia sedang menepuk pelan b****g Niko yang sedang tidur.
“Kebangun dikit. Masuk, Bik.” Novia melihat Bik Darmi membawa beberapa plastik berukuran besar di tangannya.
“Bibi masuk gak papa nih ya?”
“Gak papa. Dapet semua Bik pesenanku?” tanya Novia.
“Dapet. Kamu cek dulu gih.”
Novia menoleh ke arah Niko yang sedang tertidur. Setelah memastikan kalau Niko sudah tenang kembali, Novia mengajak Bik Darmi ke tempat yang sedikit jauh dari Niko tidur.
Novia mulai membongkar barang belanjaan itu di bantu Bik Darmi, untuk mengecek semua barang itu. Dia sekaligus menata diapers milik Niko di lemari penyimpanan.
“Ini apa, Bik?” tanya Novia saat dia melihat ada dua tas belanja lagi yang belum dibuka.
“Ini buat kamu. Tadi Bibi beli jajanan buat kamu dan yang ini dari Pak Galang,” jawab Bik Darmi.
Novia menatap Bik Darmi. “Pak Galang? Kok Pak Galang sih, Bik. Emang dibeliin apa?” Novia sedikit kaget.
“Kamu liat aja sendiri.”
Novia mengambil tas belanja itu dengan sedikit ragu. Dia kemudian membuka tas belanja itu dan mengeluarkan isinya.
Ada beberapa potong pakaian yang ada di dalam sana. Novia melihat satu persatu pakaian tersebut, lalu melihat ke arah Bik Darmi.
“Cocok gak? Ini tadi Bibi yang pilihin. Semoga cocok ama selera kamu,” ucap Bik Darmi dengan senyum mengembang.
“Ya ampun Bik, kenapa pake beli begiian segala sih, Bik. Gak usah. Bajuku loh masih banyak, Bik.” Novia merasa tidak enak, apa lagi dia masih berapa hari bekerja di situ.
“Pak Galang yang nyuruh, Nov. Tadi Pak Galang kirim pesan ke Bibi gitu. Udah kamu terima aja. Yang ini buat persiapan siapa tahu Pak Galang ajak Niko pergi,” ucap Bik Darmi sambil menunjuk ke seragam suster yang ada di salah satu baju itu.
“Mbak Wati tau?”
Bik Darmi menggeleng. “Gak tau. Jangan sampe tau ya, nanti dia ngamuk. Tau sendiri kan dia masih gak terima kamu gantiin dia.”
“Iya, Bik. Ya udah nanti aku bilang makasih sendiri ke Pak Galang. Makasih ya Bik, udah dibeliin dan ngerepotin.”
“Gak papa. Kamu makan kuenya dulu ya. Bibik masak dulu bentar buat kamu makan.”
“Iya, Bik. Sekali lagi makasih ya.”
Bik Darmi keluar dari kamar Luna. Dia harus segera menata barang belanjaannya dan memasak makanan untuk Novia. Bisa gawat nanti kalau sampai Novia telat makan. Bosnya bisa ngamuk.
Novia melihat kembali baju yang dipilihkan Bik Darmi untuknya. Pakaian sederhana dan semua memiliki kancing depan, mungkin agar dia mudah kalau hendak menyusui Niko.
“Kok pake dibeliin baju segala sih. Apa bajuku kemaren gak layak pakai ya,” gumam Novia sambil melipat baju barunya.
Novia melihat harga baju tersebut. “Sayang banget duitnya. Tapi ya udah lah, aku pake aja nanti.”
Novia membawa baju barunya ke ruang cuci. Dia ingin mencuci baju itu dulu sebelum dia pakai.
Novia menyempatkan diri mampir dulu ke dapur melihat Bik Darmi. Dia sedikit membantu di dapur, selagi majikan kecilnya masih tidur.
“Heh Novia, ngapain kamu di sini?” tanya Wati dengan nada ketus setelah dia mengepel lantai.
“Lagi bantuin Bik Darmi masak,” jawab Novia sambil mengaduk tumis sayur.
“Sejak kamu di sini, aku jarang banget liat Niko nangis. Dia juga kebanyakan tidur! Kamu tau gak sih, kalo bayi itu juga butuh dilatih buat otot dan pertumbuhannya, bukan cuma ditidurkan!” protes Wati.
Novia mematikan kompor. “Mas Niko juga main kok. Dia kalo bangun ya aku latih sesuai ama umurnya. Dia udah hampir bisa duduk sendiri dan tengkurapnya udah lancar.”
“Gak usah boong kamu! Aku sering liat kamu duduk santai di balkon ato di sini. Niko dari bayi hampir gak pernah tidur lama. Kamu kasih apa dia, hah?”
“Wati, kamu ini kenapa sih? Kalo gak nyari masalah bisa gak sih?” tegur Bik Darmi.
“Bik, aku dah pegang Niko dari dia lahir. Dan gak pernah Niko kayak gini,” ucap Wati membela diri.
Wati menatap tajam ke Novia. “Jangan-jangan kamu kasih Niko obat tidur ya biar dia keliatan anteng terus!”
“Wati! Jangan asal nuduh kamu!” Bik Darmi menegur Novia dengan sangat tegas.
“Ya ampun, Mbak. Dapet pikiran kayak gitu dari mana. Buat apa aku ngasih obat tidur ke Mas Niko?” ucap Novia yang kaget dengan tuduhan tidak berdasar Wati.
“Ya buktinya gitu kok. Jujur aja kamu!”
“Bukti apa? Aku berani sumpah aku gak kasih apa-apa. Kalo gak percaya, periksa aja!” Novia mencoba membela diri.
“Wati, kamu gak usah aneh-aneh. Bibi laporkan Pak Galang kamu ya. Kamu pasti bakalan dipecat!” ancam Bik Darmi.
“Aku bakalan cari buktinya. Aku bakalan laporin kamu, Nov! Yang paling tau Niko itu aku, bukan kamu!” tegas Wati kesal yang kemudian segera pergi meninggalkan dapur.
Novia mengembuskan napasnya kasar. Dia tidak percaya kalau Wati akan menuduhnya seperti itu.
“Gak usah didengerin, Nov. Dia emang agak gila orangnya. Gak usah kamu dengerin ya,” ucap Bik Darmi berusaha menenangkan Novia.
Novia mengangguk. “Iya, Bik. Lagian gak masuk akal juga tuduhannya. Obat tidur, apa coba gunanya ngasih Mas Niko obat tidur,” jawab Novia.
“Udah gak usah kamu dengerin. Udah kamu liat Mas Niko dulu sana sebelum kamu makan.”
Novia mengangguk. Dia segera cuci tangan dan melihat keadaan anak asuhnya.
Ternyata Niko sudah bangun dan tidak menangis. Novia yang sudah terlalu gemas pada Niko segera menciumi bayi itu sampai Niko tertawa kegelian. Novia membawa Niko turun ke bawah dan meminta tolong Bik Darmi memanaskan s**u yang akan diminum Niko nanti selagi dia makan siang.
***
Novia turun dari lantai dua dengan membawa teko air. Dia melihat Galang sedang duduk di sofa tengah sambil menengadahkan kepalanya menatap langit-langit rumah sambil terpejam.
Novia berjalan perlahan menuju dapur. Dia tidak ingin mengganggu Galang, yang tampaknya sedang kelelahan. Hampir tiap hari, pria itu selalu pulang malam, meski dia pimpinan perusahaan.
Suara dering telepon membangunkan Galang. Bukannya mengangkat panggilan itu, Galang malah membuang ponselnya lagi ke sofa.
“Nov,” panggil Galang dengan suara setengah parau.
“I-iya, Pak,” jawab Novia yang sedang mengisi air di teko. Novia segera meletakkan tekonya dan berjalan cepat ke arah Galang.
“Uh, apa ini,” ucap Novia dalam hati saat dia mencium aroma aneh saat mendekati Galang. Aroma kuat, aroma alkohol.
“Ada apa, Pak?” tanya Novia sambil menatap Galang yang masih bersandar di sofa.
Galang membuka matanya. Dia menegakkan kepalanya dan melihat Novia yang berdiri di depannya. Dia kembali menelan ludahnya, hingga jakunnya bergerak naik turun di lehernya.