32. L(Over)

1209 Kata
Hujan mengguyur sangat deras di ibu kota. Kin memperhatikan hujan yang jatuh begitu saja, di jendela. Ia melamun tanpa berbicara sedikit pun kepada teman-temannya, bahkan ia pun terdiam ketika Levy terus bertanya kepada dirinya.  Kin memutuskan untuk bertemu dengan teman-temannya agar bisa memperbaiki keadaan dirinya. Namun ternyata, moodnya semakin ancur di sini. Entah siapa yang mengundang Levy ke sini.  Jujur saja, ketika Kin melihat Levy, hatinya sangatlah tidak suka, ada rasa yang aneh di dalam dirinya. Bukan, bukan tentang ia suka dengan Levy, namun ada sedikit rasa yang tidak mengenakkan di hatinya. Tapi, itu semua berbanding terbalik dengan perlakuan Kin kepada Levy. Kin sanggup mengikuti permintaan Levy, karena Levy dan dirinya bersahabat sejak dulu. Ia tidak tega jika harus 'menelantarkan' Levy.  "Ah, Kin gak asik, lo. Kenapa diem terus sih dari tadi," kata Ben yang merasa tidak leluasa. Ingin berbicara pun jadi canggung.  Perkataan Ben tidak di gubris oleh mereka semua. Reynand tengah mengisap Vape-nya, David tengah memainkan ponselnya, dan Kin tengah melamun memperhatikan hujan, lalu Levy diam-diam memperhatikan Kin.  "Percuma, gue ke sini gak ada gunanya." Ben bangun dari duduknya dan pergi begitu saja dengan mengambil kunci motornya.  Ben sedikit kesal dengan semua sikap teman-temannya. Tujuan mereka berkumpul di sini adalah untuk bersantai dan mengobrol, tapi ... Malah sibuk dengan urusan lain.  "Woy! Ben, aelah gak asik, lo main cabut-cabut aja," teriak David yang berlari mengejar Ben.  Kin melihat Ben dan David pergi. Semuanya menjadi kacau di sini. Ia ingin mengejar Ben, tapi biar saja David yang mengejarnya. Lagi pun ia tidak berbuat apa-apa di sini, tapi mengapa Ben kesal kepadanya, pikir Kin.  "Kin ..." Ada sebuah tangan yang melingkar di lengan kanannya. "Kamu kenapa sih? Ada masalah? Kenapa enggak cerita?" Tanpa melihat, Kin sudah tau itu siapa. Siapa lagi kalau bukan Levy.  Kin mencoba melepaskan tangan Levy yang sedang menggandengnya. Dengan wajah yang sangat datar sekali, Kin berbicara, "lepas." Bukannya melepas gandengannya, Levy malah mendekatkan dirinya dengan Kin dan mengeratkan gandengannya. "Kin ... Jangan gitu, aku takut." Reynand, Ben dan David melihat semua kelakuan Levy kepada Kin. David berhasil membujuk Ben dan kembali bergabung.  "Gua bilang lepas," kata Kin yang kembali berbicara, karena moodnya saat ini sangatlah hancur.  "Lepas, Levy," tambah Reynand yang membantu.  Levy pun melepas gandengannya dan duduk sedikit menjauh dari Kin. "Emm ... Sorry deh. Gara-gara aku kalian jadi diem-dieman. Maaf ya ... Kin aku pergi." Levy pun pergi dari hadapan mereka.  "Huek ... Huek ... Enek gue," kata Ben yang sudah melihat Levy pergi ke lantai bawah.  "Siapa sih yang ngundang dedemit di sini?" Tanya David.  "Gatau, gua juga," ucap Reynand.  "Datang sendirilah. Gue sama David yang udah ada di sini, tiba-tiba nyamperin ..." Ben berbicara. Ben ini tipe orang yang moodnya mudah membaik, karena ia pun tidak tega jika harus pergi karena Kin saja, sebab Kin adalah satu-satunya orang yang bisa membantu dirinya ketika dia susah.  Kin memperhatikan teman-temannya berbicara, namun ia tidak ikut menimpali. "Jauh banget kelakuannya sama Cleona. Terus, apalagi yang harus lu raguin, Kin?" Tanya Reynand dengan wajah serius.  "Gua berantem sama Cleona semalem gara-gara Levy." Kin baru berbicara.  "Apa yang harus lu ributin sih? Levy terus perasaan," kata David yang juga ikut kesal.  "Cleona cerita sama gua tentang sikap buruk Levy, gua enggak percaya." "Terus, lu lebih percaya sama Levy dibanding Cleona pacar lu, gitu?" Tanya Ben.  Kin menggeleng. "Bukan gua enggak percaya. Tapi, gua enggak mau, Cleona punya benci atau dendam sama Levy." Reynand, Ben dan David terdiam. Menurutnya percuma memberitahu Kin hal seperti ini jika matanya tertutup dan telinganya tidak mendengarkan. Kin terlalu keras kepala dan kekanak-kanakan. "Kejadian beberapa hari lalu yang gua ceritain sama lu, bener adanya. Levy yang negur cewek lu duluan. Gua liat, Cleona jawab seadanya. Tapi, Levy mancing emosi cewek lu dan bilang kalau Cleona itu cewek murahan. Gara-gara Argi ngerangkul pundaknya," jelas Reynand.  "Argi suka sama cewek lu. Tapi yang gua liat, sikap Cleona mencoba untuk biasa aja dan menjauh dari Argi karena ngehargain lu. Tapi lu enggak pernah sadar selama ini," tambah David.  "Dahlah, mending jadi jomblo aja kaya gua. Aman ... Gak perlu galau." Ben menyedot minumannya dengan cepat, emosi jika terus melihat Kin yang seperti ini.  "Dari mana lu tau kalau Argi suka Cleona?" Tanya Kin.  David dan Reynand sedikit tertawa. "Makanya buka mata, lu. Yakali gua yang harus gantiin lu jadi pacar Cleona," kata Reynand dan langsung pergi begitu saja.  Kin bangun dari duduknya, emosinya terpancing disaat Reynand berbicara seperti itu. Namun dengan cepat Ben dan David menahannya.  "Udah, lu minum dulu." Ben memberikan Kin minum, namun Kin menolaknya.  "Sebenernya gua enggak mau bilang ini sama, lu," ucap David yang membuat Kin dan Ben penasaran. Ternyata banyak sekali kejadian kemarin, disekolahnya pada saat ia tidak masuk. "Apa?" Tanya Kin.  "Gatau kenapa, gua sama Reynand selalu aja berpapasan sama Cleona kemarin itu. Dan di sana, pasti ada Argi. Waktu itu hujan, Argi bela-belain mau kasih jaketnya buat Cleona." Kin membelalakkan matanya. "Wus! Santai. Denger doinya mau diambil orang baru aja melotot," kata Ben yang mendapat lemparan tissue dari Kin.  "Tapi ... Cleona coba buat ngejauh dan nolak. Gua salut sih sama Cleona. Dia tetep bertahan dan ngehargain lu, walaupun sikap lu enggak sebanding sama dia. Jaga dia, Kin. Sekarang, lu enggak perlu mikirin Levy. Dia udah dewasa, udah punya kehidupannya sendiri." "Bener tu, Bos. Gak paham dia mah udah gua ceramahin juga," timpal Ben.  Kin terdiam. Bener semua yang dikatakan teman-temannya itu. Ia terlalu dibutakan dengan 'levy sahabatnya' padahal Cleona jauh, bahkan sangat terlampau jauh kebaikannya dari Levy. "Sekarang gua enggak tau dimana Cleona. Dirumahnya enggak ada." "Ha? Serius?" Tanya Ben. Kin mengangguk.  "Gua bantu telpon kali ya," tawar David. "Coba aja," kata Kin. Ia pun berharap Cleona mengangkat telpon dari David.  David membuka ponselnya dan mencari nomer Cleona di sana. Ia pun menekan tombol panggilan, dan menyimpan ponselnya di hadapan mereka.  "Enggak diangkat, Vid," ucap Kin yang kembali terduduk lesu.  "Barukan, lu? Ngerasain di tinggal Cleona."  "Sorry kalau gua bikin kesel lu semua." "Hahaha ... Si bos lebay." Ben dan David tertawa melihat Kin yang kesal.  .... Menjauh dari semua hiruk pikuk dunia, saat ini Cleona dan Nola tengah menikmati bintang-bintang yang bersinar di atas langit. Mereka tengah menikmati malam yang indah di kursi santai balkon kamarnya.  Dengan ditemani cookies dan teh hangat, suasana di sini sangat mengasyikkan. Selesai beristirahat beberapa jam, mereka kembali menikmati indahnya alam.  Sekarang sudah malam, tapi Cleona dan Nola tidak bisa tertidur. "Nol, andai aku bisa beli baju sama mamaku," kata Cleona tiba-tiba.  Nola melihat kearah Cleona yang berada di sebelah kanannya. "Loh? Kenapa? Udah ah jangan galau ...." "Engga ... Aku enggak galau. Cuma aku lagi bayangin aja, gimana ya kalau aku bisa belanja, bisa makan, bisa main di Mall bareng mama, pasti seru ya? Bisa di pilihin, bisa dilarang ...." "Syut ... Tante sayang sama lo. Hanya saja, tante juga seorang manusia, Cle. Yang butuh kebebasan." Cleona masih asik melihat bintang-bintang, dan mencoba membayangkan jika kedua orangtuanya ada di sisinya saat ini. "Kalau memang itu tujuan mereka berdua, buat apa aku di lahirin, ya? Dunia aneh banget." Nola mengusap lengan Cleona. "Cinta itu memang kejam ya, Nol?" Nola menggeleng. "Cinta itu baik. Tergantung siapa yang memerankannya." "Emm bener juga sih apa yang kamu bilang. Bahkan dulu, kalau aku tanpa Kin, aku enggak akan bisa menjadi sekuat ini. Cinta memang mengejutkan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN