“Gimana, Lo? Kok nggak jawab? Ya kalau memang elo berminat, oke gue juga mengakui gue memang berminat sama dia. Kita bersaing secara sehat aja gimana, biar Marvin sendiri yang nantinya memutuskan,maunya sama siapa?” tanya Valentina tiba-tiba. Meisya terperangah. Dia bukannya merasa sedang ditantang dengan kalimat macam itu, namun seperti sedang disudutkan saja. Lagi-lagi dia teringat pengkhianatannya di masa lalu terhadap sahabatnya ini. Bayangan Robin melintas di pikirannya, beserta rasa rindu yang menggunung. Rasa rindu yang menuntut untuk dibayar, dilampiaskan, tetapi orang yang dicari entah berada di mana, bagai hilang ditelan bumi saja. “Dih! Ngaco! Yang model Marvin kan selera elo. Selera gue lebih t