Zeya mengedarkan pandangannya. “Hmm... jadi ini markas dokter dingin yang super sibuk itu.” Kenzo meletakkan map di atas meja kerjanya. “Kamu satu-satunya pasien yang bisa masuk ruangan ini tanpa jadwal.” “Berarti aku spesial dong?” goda Zeya sambil berbalik, berdiri di depan meja Kenzo dengan dua tangan bersedekap. “Kamu istriku." “Eits,” Zeya mengangkat satu alis. “Itu bukan jawaban romantis. Aku nggak nanya status hukum, tapi posisi hati.” Kenzo menatapnya. Tajam, datar, tapi ada yang berbeda di balik sorot matanya. Seperti bara kecil yang menunggu angin untuk meledak jadi api besar. "Bercanda, kamu serius amat sih, Dok!" Zeya terkekeh. Kenzo masih menatapnya intens. Zeya berjalan memutari meja, mendekat ke tempat Kenzo berdiri. “Tapi ngomong-ngomong, tadi kamu agak defensif pa