Bab 6 - Pernikahan

1172 Kata
"Zeya nggak mau menikah, Kek." Zeya duduk di ruang kerja sang kakek dengan wajah tegas dan nada suara datar. Bahunya sedikit menegang, jemarinya terkunci erat di pangkuan gaun santainya. Tatapan matanya tak goyah, meski sesekali ia mencuri pandang ke wajah lelaki tua di hadapannya. Kakek Hartawan tak langsung menjawab. Ia hanya menatap cucunya, seolah ingin membaca isi hati yang tengah dikunci rapat. Beberapa detik kemudian, ia menarik napas pelan dan berdiri mendekat. "Pernikahan ini bukan permintaan biasa. Ini amanat dari ayahmu, dan sudah kami siapkan sejak lama, bahkan sebelum ayahmu berpulang." Zeya mengangkat wajahnya. "Tapi kenapa harus dia sih, Kek." Padahal kalaupun bukan dokter Kenzo, Zeya tetap tidak akan mau menikah. "Kenzo Aryasatya bukan pria biasa. Dia menyelamatkanmu, dan aku yakin dia bisa menjagamu," jawab Kakek Hartawan lembut namun tegas. Zeya menggeleng, suaranya nyaris tak terdengar. "Terima kasihnya cukup sampai di situ saja. Aku nggak butuh pelindung." Kakeknya tersenyum samar, lalu menepuk bahu Zeya dengan pelan. "Sayangnya, kamu tetap cucu kakek. Dan sebagai pemilik sebagian besar saham keluarga, kamu perlu pasangan yang bisa menyeimbangkanmu. Aku tidak akan memaksamu, tapi aku berharap kamu pertimbangkan ini untuk perlindunganmu sendiri." Zeya terdiam. Ia merasa kecewa, tapi di hadapan lelaki tua itu, suaranya seolah lumpuh. Ia hanya bisa menunduk, menahan napas yang berat. Tapi kenapa harus dokter Kenzo, setelah ia kecewa pada pria itu dan belum bisa dihilangkan begitu saja. ** Dua hari kemudian, pernikahan digelar secara tertutup dan mewah di kediaman keluarga Hartawan. Gedung utama yang biasa digunakan untuk pertemuan bisnis diubah menjadi ruang akad elegan dengan hiasan putih, emas, dan ungu lembut. Tamu terbatas hadir, hanya keluarga dekat dan relasi penting. Zeya berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun putih klasik berpotongan bahu terbuka. Rambut panjangnya ditata anggun, make-up lembut mempertegas bentuk wajah yang selama ini tersembunyi di balik selimut rumah sakit. Hari ini ia terlihat bak putri, tapi ekspresinya tetap kosong. Perawat Raina masuk ke ruang ganti sambil membawa buket bunga. Senyumnya mengembang saat melihat Zeya. "Selamat ya, Zeya," katanya ceria. "Nggak nyangka kamu yang waktu itu katanya cuma kagum sama Dokter Kenzo, eh, sekarang malah menikah. Aku kaget, tapi ikut senang banget." Zeya menoleh dan tersenyum kaku. "Terima kasih, suster Raina sudah datang." "Gaunnya cantik banget. Kamu juga. Cocok banget sama Dokter Kenzo. Pasangan paling nggak terduga di rumah sakit." Zeya tak menjawab, hanya tersenyum sopan. Raina pun berpamitan keluar. Sementara itu, di area tamu, beberapa dokter dan perawat dari rumah sakit tempat Kenzo bekerja juga hadir, mengenakan pakaian formal. Di antara mereka ada dokter Tirta dan Kayla, berdiri berdampingan sambil mengamati altar dari kejauhan. "Aku sudah curiga sejak Zeya jadi pasien waktu itu," ujar Tirta setengah berbisik. "Kenzo nggak biasanya seserius itu. Cara dia memeriksa Zeya, cara dia memperhatikan laporan medisnya... terlalu fokus untuk ukuran dia." Kayla mengangguk pelan. "Iya, waktu aku lihat dia nungguin hasil CT scan Zeya, matanya tuh beda. Biasanya dia dingin banget." "Dan sekarang dia menikahinya," Tirta menambahkan sambil tersenyum kecil. "Kalau ada kompetisi menyembunyikan hubungan pribadi, Kenzo pasti juara satu." Kayla menahan tawa. "Tapi Zeya memang cantik sih. Apalagi hari ini. Pantes dokter Kenzo tuh super duper perhatian, pasiennya putri konglomerat." Dokter Tirta menggeleng. "Bukan karena itu, saya sih masih skeptis, kayaknya ada hal lebih serius dibalik pernikahan ini." "Ah, dokter Tirta, udah kayak pengamat politik." "Ya, boleh juga." Dokter Tirta mencebik. Musik pengiring mulai terdengar, menandakan pengantin wanita akan masuk. Semua tamu berdiri. Zeya melangkah masuk perlahan, didampingi dua staf keluarga. Semua mata menatapnya. Gaun putih itu tampak menyatu dengan langkahnya yang anggun. Tapi ekspresinya tetap datar. Saat matanya bertemu dengan pria di ujung altar, langkahnya terhenti sesaat. Dokter Kenzo, batinnya berdecak. Zeya menatapnya tanpa berkedip. Tak pernah ia membayangkan bahwa pria yang kini menantinya adalah dokter yang ia coba hindari selama ini. Kenzo Aryasatya berdiri tegap dengan jas abu perak, rambutnya ditata rapi, wajahnya tanpa senyum. Dingin seperti biasa. Zeya melanjutkan langkahnya. Ia berdiri di samping pria itu. Tak ada sapaan, tak ada lirikan. Hanya penghulu yang memandu ikrar pernikahan mereka. Saat cincin disematkan ke jarinya, Zeya menahan napas. Tangan Kenzo menyentuh jarinya, hangat tapi tak terasa berarti. Tepuk tangan pun terdengar ketika ijab kabul selesai. Pasangan pengantin kini resmi menjadi suami istri. Kenzo hanya membungkuk sopan pada keluarga, tanpa menoleh pada Zeya. Di antara kerumunan, Dokter Naomi dan Kayla masih berbisik. "Itu istri Kenzo sekarang, nggak nyangka," bisik Naomi tak percaya. Ia waktu itu memeriksa kondisi psikis Zeya, dan mengira Zeya akan kesulitan menjalani hari-harinya dengan beban psikisnya. Tapi tak disangka malah membuat komitmen dengan menikah. "Iya. Dulu pasiennya. Sekarang jadi Ny. Aryasatya," jawab Kayla pelan. Di sisi lain, Raina memandang Zeya dengan kagum. "Benar-benar nggak terduga," gumamnya. *** Usai akad, Ibu tiri Zeya terlihat anggun dengan kebaya merah marun, senyumnya manis namun menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Zeya dan Kenzo berdiri di pelaminan. Para tamu datang satu per satu menyalami mereka, menyampaikan selamat dan senyuman sopan. Kenzo menunduk hormat pada setiap ucapan, menjawab seperlunya. Sementara Zeya lebih banyak diam, sesekali tersenyum sekilas, matanya tak lepas dari pria di sampingnya. Kenzo tidak menoleh. Bahkan saat tangan mereka nyaris bersentuhan karena menerima ucapan selamat yang bersamaan, ia tetap menjaga jarak. Wajahnya tetap tenang, hampir datar. Tidak ada sapaan lembut, apalagi lirikan. Seolah-olah Zeya bukan pengantinnya. Zeya mengerjap pelan. d**a kirinya terasa sesak oleh emosi yang tak bisa dijelaskan. Ia tidak bicara, seperti janjinya sendiri untuk tidak memulai percakapan dengan Kenzo. Tapi tetap saja, ia memperhatikan. Ia diam-diam menunggu mungkin sekadar lirikan, atau ucapan basa-basi. Namun tidak ada. Dokter Kenzo konsisten dengan sikap dingin dan tidak terusik sama sekali. Bahkan ketika tamu-tamu wanita memuji gaunnya dan menyebut bahwa dia dan Kenzo pasangan yang serasi, Kenzo hanya menanggapi dengan anggukan, sebagian besar pujian malah dialihkan ke Zeya. Sementara para tamu perempuan yang datang, wanita muda, ibu-ibu pejabat, bahkan perwakilan dari rumah sakit. Mereka terpukau oleh pesona dokter Kenzo Aryasatya. “Dokter Kenzo kelihatan makin tampan ya hari ini, ya Tuhan.” “Baru lihat dokter bisa sekeren ini pas nikahan. Kalau jadi pasiennya, mungkin sembuh cuma karena senyumnya.” Zeya mendengarnya. Ia tak menoleh, tapi bibirnya sedikit menegang. Bukannya cemburu, tapi ada semacam rasa asing. Ia masih mencoba memahami kenapa pria itu begitu tenang. Apakah Kenzo benar-benar tidak peduli? Atau justru sedang menyimpan sesuatu? Zeya menunduk sebentar. Sudah sah sebagai suami istri. Apa yang akan terjadi malam ini? Akankah pria itu mencoba menyentuhnya? Ia menguatkan diri, menyiapkan berbagai kemungkinan. Tapi ketika ia melirik lagi, Kenzo bahkan tidak berusaha mencuri pandang padanya. “Dia ini benar-benar... tidak tertarik ya?” gumam Zeya dalam hati. Ada rasa kesal yang menggantung di tenggorokan. Entah karena bingung, atau karena harga dirinya terusik. Kakinya mulai pegal karena berdiri terlalu lama di pelaminan. Tumit tinggi yang ia kenakan terasa menusuk, tapi Zeya terlalu malas mengeluh. Ia menahan diri, menjaga senyum, meski perutnya sudah keroncongan. Sejak pagi hanya menyantap sedikit roti dan seteguk teh karena tidak selera. "Semoga sesi salam-salaman ini cepat selesai," desahnya pelan, lebih pada dirinya sendiri. Di sebelahnya, Kenzo tetap berdiri tegap. Ia tampak tenang seolah tidak merasa capek sama sekali. "Dia benar-benar robot kayaknya," ucap Zeya, menahan kesal sendirian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN