Elina duduk di kursi besi ruang pemeriksaan, kedua tangannya terkunci di atas meja. Napasnya berat, sorot matanya liar mencari siapa saja yang bisa ia jadikan sekutu. “Bu Elina, ini pengacara yang akan mendampingi pemeriksaan,” ucap salah satu penyidik, menunjuk pria berjas sederhana yang baru masuk. Usianya sekitar akhir tiga puluhan, dengan kacamata tipis dan map di tangannya. Elina memicingkan mata. “Ini siapa? Mana pengacara saya?” Pria itu menunduk sedikit, lalu bicara datar. “Nama saya Yudha, saya ditunjuk pihak kepolisian melalui organisasi advokat untuk mendampingi Ibu. Pengacara pribadi Ibu sudah mengundurkan diri.” “Apa?” Elina membentak, kursinya berderit. “Dia nggak mungkin mundur! Saya bayar mahal dia!” Yudha tetap tenang, bahkan nyaris dingin. “Informasi yang saya terima