Zeya tidak beranjak. Ia masih berdiri di tempat yang sama ketika Kenzo berjalan ke pintu, menutupnya rapat dan menguncinya. Tak ada suara selain detak jantung mereka yang seolah makin kencang. Kenzo menatapnya lama. Ia berjalan mendekat dengan langkah mantap. Tangan kirinya menyentuh sisi leher Zeya, lalu turun perlahan menyusuri lengannya, hingga menggenggam jemari kecil yang tanpa sadar sudah mencengkeram bagian depan jas putih miliknya. “Kamu masih di sini,” ucap Kenzo pelan, tapi penuh makna. Tatapan mereka bertaut tanpa jeda. Udara di antara keduanya terasa hangat dan tebal. Kenzo menunduk. Ia mencium bibir Zeya dengan lembut, satu kali, lalu berpindah ke sisi lain, lalu kembali ke tengah dengan tekanan lebih dalam. Tangan kirinya menarik pinggang Zeya, mendekatkan tubuh mereka se