Gerbang rumah besar Hartawan terbuka pelan. Mobil Kenzo masuk, berhenti di depan anak tangga beranda. Zeya masih menggenggam tangan Kenzo saat sabuknya terlepas. “Pelan, ya,” ucap Kenzo lembut. “Iya,” balas Zeya sambil menarik napas. Mereka turun. Dua asisten rumah tangga menyapa, lalu menyingkir setelah memberi salam. Di ruang utama, Zeya berhenti. Ada koper besar di dekat sofa. Seorang pria sepuh berdiri membelakangi jendela, tongkat kayu di tangan kiri, bahu tegap meski usia tak muda lagi. “Kakek,” sapa Zeya pelan. Kakek Hartawan menoleh. Matanya langsung melunak. Ia membuka tangan. “Zeya.” Zeya mendekat, lalu memeluknya erat. Tangisnya pecah seketika. Bahunya naik turun. “Maafkan Kakek,” ucap Kakek Hartawan lirih. “Maaf baru sampai.” Zeya menempelkan wajah di d**a kakeknya. “Ka