Sejak ciuman itu, Zeya jadi aneh. Bukan aneh yang lucu, tapi lebih ke arah seperti remaja yang baru pertama kali tahu rasanya dicium. Ia jadi lebih sering mencuri pandang ke Kenzo. Bahkan ketika Kenzo hanya minum air atau membuka pintu lemari dapur, Zeya merasa harus memalingkan wajah karena jantungnya mendadak tak karuan. Yang lebih parah lagi, Zeya terus memikirkan hal konyol itu. Kenapa ciuman tadi bisa semanis itu. Kenapa baunya enak. Kenapa bibir Kenzo lembut tapi berani. Dan kenapa dia tidak menolak. Zeya duduk termenung di sofa, menatap layar ponselnya. Jari-jarinya bergerak pelan mengetik judul dari salah satu DVD yang sempat ia foto tadi siang. Satu per satu video itu muncul di pencarian. Dengan tangan gemetar, Zeya menekan salah satunya. Suara dari video itu langsung membuat