Pagi datang dengan langit mendung. Aroma kopi hitam dan roti panggang dari dapur menguar pelan, tapi Lira tidak merasa lapar. Ia hanya duduk di ujung ranjang. Tubuhnya terbungkus cardigan tipis, sementara mata lelahnya menatap ke luar jendela seakan sedang mencari jawaban yang tak kunjung datang. Semalam Aksa menangis. Untuk pertama Kalinya, Lira melihat pria itu begitu rapuh, bahkan sampai memohon dan berlutut. Tapi pagi ini, ketika semuanya terasa lebih nyata dan sunyi, Lira hanya bisa bertanya pada dirinya sendiri, apakah penyesalan saja cukup? Suara langkah pelan terdengar dari arah pintu. Aksa muncul dari ambang pintu kamar. Ia mengenakan sweater abu dan celana tidur. Rambutnya sedikit basah seperti baru selesai mandi. Sembab di matanya masih ada dan tampak jelas, tapi kini menyimp