"Mama ajakin kamu kemana saja? Wajah kamu kelihatan capek banget." Aku menghela napas panjang sambil melepas sepatu hak tinggi yang sudah membuatku tersiksa seharian. Kaki rasanya mau copot. "Tadi tuh, Mama— eh, maksudku Tante Renata—" "Panggil Mama saja, Ayla," sahut Mahendra sambil duduk di sebelahku. "Biar terbiasa. Kamu gak lupa kan betapa badass-nya Nyonya Renata?" Aku langsung menggeleng cepat. Mana mungkin aku melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Apalagi bekasnya masih jelas terlihat di pipi kiriku—bukan hanya bekas fisik, tapi juga bekas kejutan mental yang luar biasa. "Mama tiba-tiba datang ke kantorku. Nyetir sendiri dan ajak aku makan siang di resto hotel Elara." "Maaf, aku lupa kasih tahu kamu. Sebenarnya beliau sudah mengatakan padaku jika akan mengajakmu makan sia

