Tepat pukul dua belas siang, bel apartemen berbunyi. Bu Renata langsung berdiri dari sofa dan berjalan ke arah pintu. Tak lama kemudian, terdengar suara ceria yang sangat kukenal. “Ayla! Oma datang—” Aku tersenyum, meski tubuhku masih terasa lemah. Beberapa detik kemudian, Oma masuk ke ruang tamu— tampil rapi dengan blouse sutra warna gading dan kalung mutiara. Di belakangnya, dua perempuan muda ikut masuk sambil membawa beberapa kantong belanja dari butik ternama. Salah satunya bahkan membawa rak lipat berisi peralatan rias. Aku berusaha bangun, tapi Oma langsung mengangkat telunjuknya. “Jangan bangun, kamu masih sakit. Nggak usah repot-repot nyambut siapa-siapa dulu,” ucapnya dengan nada tegas tapi hangat. Bu Renata hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. “Aku sudah bilang, Mi, ngg

