Bab 2. Membuat Perhitungan

1802 Kata
Mendengar itu mereka semua pun terbelalak. Pura-pura mabuk? Tapi, jelas-jelas tadi Rhea minum banyak dan sempoyongan pamit ke toilet. Berarti benar dia mendengar semua pembicaraan mereka barusan. Pantas saja jadi semengerikan ini tingkahnya. Sofie mencengkram erat lengan Lucky. Kepalanya masih berdenyut sakit kena jambak. Dia tahu sejudes apa Rhea. Bahkan, pernah menyaksikan sendiri bagaimana dia menghajar pria kurang ajar di klub hingga babak belur. Selama bersahabat, ini kali pertama mereka ribut. Sialnya justru karena ketahuan selingkuh, hingga dia dan Lucky jadi bulan-bulanan perempuan bar-bar ini. “Sudah bosan pacaran denganku, tapi tidak berani putus karena aku pasti tidak mau, katamu?!” Rhea menertawakan ucapan Lucky dengan tatapan mengejeknya. Ini adalah hal paling menggelikan yang pernah didengarnya. “Mokondo, sok ganteng lagi! Ngaca sana! Kapan aku memaksamu pacaran denganku, sialan?! Sejak awal kamu yang mengejarku. Bahkan, aku sampai pernah bohong bilang sudah pacaran sama Juna, hanya supaya kamu berhenti menggangguku! Sekarang kamu koar-koar ke mereka, seolah aku yang tergila-gila tidak mau putus darimu?! Mulut sampah!” umpatnya jijik ke pria yang ternyata mulutnya sebusuk ini. “Bukan itu maksudku, Rhea!” sanggah Lucky menggeleng gusar. Mulai menyesali kebodohannya. “Seperti apa maksudmu, sudah tidak penting lagi bagiku! Enyah dari hidupku! Mulai sekarang jangan pernah muncul di hadapanku lagi! Kalau tidak, aku bikin bonyok muka kalian yang menjijikkan itu!” Rhea menuding dua orang yang masih syok di depannya. Sofie yang tidak terima dibilang menjijikkan pun menepis kasar tangan Rhea. Dia merasa tidak ada yang salah dengan hubungannya bersama Lucky, karena mereka sama-sama cinta dan bisa lebih saling memahami. Bukan hanya tunduk dan mendengar apa pun kata Rhea. “Lebih menjijikkan mana sama papamu, yang punya anak haram dengan mamanya Juna? Kamu yang seharusnya ngaca! Pantas saja kembaranmu juga dipermainkan dan diporotin pacarnya. Itu namanya karma!” Sofie balas menghina sambil menuding ke Rhea. “Sofie!” Lucky saja sampai melotot kaget dengan mulut lancang Sofie. Rhea sampai menggigil saking emosi, setelah mulut keranjingan Sofie berani mengungkit aib masa lalu orang tuanya. Papanya saat muda dulu memang pernah melakukan kesalahan, hingga punya anak di luar nikah dengan mamanya Juna. Tapi, itu adalah cerita di masa lalu. Mereka bahkan sudah berdamai dan hidup berdampingan layaknya keluarga. Rhea juga tahu sebusuk apa aib keluarga Sofie, tapi mana pernah dia menyinggung itu. Malah sekarang beraninya perempuan sialan ini mengusik keluarganya. “Aku kan bicara fakta, Luck! Atau jangan-jangan sampai sekarang papa dia dan mamanya Juna masih punya hubungan …” Plaakkk Tangan Rhea melayang menampar keras mulut Sofie yang makin kurang ajar. Dia tahu apa yang akan teman bangsatnya ini katakan soal papanya. “Hubungan apa? Kamu pikir semua orang sama bangsatnya dengan kalian?! Coba bilang seperti itu di depan mereka kalau kamu berani!” bentak Rhea kalap. “Kamu duluan yang menghina kami!” teriak Sofie masih memegangi pipinya yang lebam memerah. “Tidak usah aku hina pun, kalian memang sudah sehina itu! Satunya pria yang tidak ada harga diri. Pacaran nggak mau modal. Satunya lagi anak pelakor yang menuruni sifat gundik mamanya, selingkuh dengan pacar teman sendiri! Kalau mau menghina orang, minimal ngaca dulu! Paham!” cemooh Rhea ke dua orang di depannya itu. Salah kalau mereka kira setelah balas dipermalukan Rhea, lalu Sofie bakal diam karena memang dia yang salah. Sifatnya yang temperamental, mana mungkin terima dihina seperti itu. Lagi pula pertemanannya dengan Rhea sudah hancur, setelah perselingkuhannya dengan Lucky terbongkar. Jadi dia tidak punya alasan lagi untuk berpura-pura baik. “Malu dilepeh Lucky, lalu kamu ngoceh sengaja menjelekkan dia di depan mereka. Setahun pacaran kenapa diam saja, kalau memang merasa tidak sreg?! Bagus sekarang tahu dia sudah bosan pacaran sama kamu. Jadi kami juga tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi, hanya karena Lucky khawatir kamu menggila tidak terima diputus!” “Diam kamu, Sof!” bentak Lucky gelagapan, karena Sofie malah makin kelewatan ngoceh. Sudah tahu semenakutkan apa Rhea kalau sudah mengamuk, mulutnya malah keranjingan memancing gara-gara. “Kamu yang diam, Luck! Aku sedang kasih paham mantan sialanmu ini, biar dia tahu semuak apa kita selama ini terus berpura-pura baik di depannya! Apa yang kamu takutkan dari Rhea, ha?! Putus dari dia, kamu justru tidak perlu tertekan. Kita tidak perlu sembunyi seperti orang selingkuh!” “Heii, anak pelakor! Kalian memang selingkuh!” seru Soni jengah mendengar debat mereka. “Itu karena Rhea tidak bakalan mau diputus, jadi kami terpaksa pacaran diam-diam!” Sofie masih berteriak membela diri. Rhea mengangguk dengan senyum dinginnya. Dia kembali melangkah mendekati keduanya. Padahal tadi kalau mereka berdua langsung pergi, dia juga tidak akan memperpanjang masalah ini. Tapi, Rhea berubah pikiran karena teman bangsatnya ini masih terus ngoceh menghina dan melempar semua kesalahan ke dia. Bohong kalau dia tidak mabuk setelah minum sebanyak itu. Kepalanya kliyengan, tapi masih lebih dari mampu untuk memberi pelajaran mantan pacar dan sahabat busuknya ini. “Rhe ….” Lucky yang blingsatan mundur gelagapan panik begitu Rhea menyambar kerahnya. Sofie berusaha membantu dengan menarik tangan Rhea dari kerah Lucky, tapi berakhir terhuyung setelah didorong keras. “Aku tidak menyangka, ternyata kamu tak lebih dari pecundang bangsatt! Kamu pikir aku sebodoh itu, tidak paham kenapa kamu mati-matian mendekatiku? Karena tahu setelah lulus aku bakal menduduki jabatan mentereng di rumah sakit mamaku. Itu kenapa akhir-akhir ini kamu sering datang mencariku ke kantor dan bersikap manis. Ingin mencari celah supaya aku mau membawamu masuk lewat jalur pintas, juga membuka peluang kerjasama dengan perusahaan farmasi tantemu. Iya, kan?” Rhea bukan asal mangap, tapi dia mendengar sendiri pembicaraan Lucky dengan Sofie tadi di dekat toilet sebelum kemudian mereka berciuman. Lihat saja sekaget apa muka Lucky yang tidak mengira Rhea tahu semua. Begitupun dengan Sofie. Hanya saja dia yang memang sudah lama menginginkan Lucky, justru senang keduanya ribut dan saling mengorek borok begini. “Kamu salah paham, Rhe! Aku tidak pernah punya niat seperti itu. Tadi itu karena Sofie memaksaku untuk putus darimu, jadi aku terpaksa …” Plakk Satu tamparan Rhea menghantam pipi Lucky. Dia sudah terlalu eneg dibohongi terus. “Itu untuk mulut sialanmu yang selalu menjelekkanku di belakang, tapi pura-pura manis di depanku. Pengecut!” cemooh Rhea melepas cengkramannya, lalu menampar lagi muka Lucky sampai meringis kesakitan. “Itu untuk perselingkuhan kalian. Bukan karena aku tidak rela, tapi karena menyesal sudah buang waktu dan baik ke orang yang salah seperti kalian!” “Rhea, beri aku waktu untuk menjelaskan ke kamu! Ini hanya salah paham. Aku sama Sofie …” Plaaakk Suara tamparan Rhea yang terakhir bahkan terdengar nyaring. Pasti rasanya cenat-cenut panas tidak karuan. “Itu untuk niat busukmu ingin memperalatku! Dari minggu kemarin melihat kiriman foto dari adikku saat kalian liburan bareng di Lombok, aku sudah mulai curiga. Hanya saja pura-pura percaya, karena ingin membuktikan sendiri sejauh mana kalian akan terus membohongiku! Foto genggaman tangan yang diunggah Sofie kemarin. Itu kamu, kan? Luka di ibu jarimu tidak bisa bohong!’ lotar Rhea tersenyum puas melihat pecundang sialan itu tidak berkutik. “Tidak usah banyak omong! Iya, aku sama Lucky sudah pacaran setengah tahun lebih, terus kamu mau apa?! Dia bilang muak tidak pernah kamu anggap. Bosan dengan sikapmu yang sok baik, sok suci!” seru Sofie. “Ambil saja! Aku juga tidak sudi menyimpan sampah tidak berguna ini lagi! Satu lagi! Kamu tahu kenapa aku tidak pernah mengenalkan dia sebagai pacar ke orang tuaku? Karena mereka pasti tidak akan setuju, aku berhubungan dengan anak dari narapidana seperti dia! Papa Lucky sampai sekarang masih dipenjara, karena kasus memperkosa pegawainya sendiri di kantor. Kalian tidak tahu borok keluarga dia, kan?!” balas Rhea dengan membuka aib keluarga Lucky. “Mulut sialan! Kurang ajar kamu, Rhe!’ Lucky mendorong Rhea sampai terjungkal ke sofa. Tak Sampai di situ. Lucky mendekat hendak memukul Rhea. Soni sampai melompati meja menyambar tangan temannya itu, sebelum sempat menjotos ke Rhea. “Pengecut! Tidak malu kamu kasar ke perempuan?!” bentaknya. “Dia dulu yang mulai!” teriak Lucky menepis cekalan Soni. “Maling teriak maling! Kamu yang b******k sudah selingkuh dengan teman Rhea dan mau memanfaatkan dia. Sekarang malah playing victim seolah terdzolimi. Gundikmu duluan yang lancang mengulik aib orang tua Rhea. Kenapa marah giliran dibalas?! Situ waras?” seru Gia menatap mereka muak. “Diam! Bukan urusanmu!” tuding Lucky mendelik marah. Rhea beranjak bangun dari sofa, lalu menyambar botol sampanye di meja. Sebelum sempat mereka menyadari apa yang hendak dia lakukan dengan botol itu, Rhea sudah lebih dulu memukulkan ke kepala Lucky. Taarrrr “Arghhhhh!” Sofie menjerit kaget. Begitupun yang lain terperangah kaget. Melotot nyaris tidak percaya, Rhea bakal bertindak sebar-bar itu. “Haishh …” Lucky meringis basah kuyup kena sampanye dan juga darah merembes dari luka gores di keningnya. “Dasar perempuan gila!” teriak Sofie yang langsung dibayar dengan tamparan keras dari Rhea. “Kalau masih mau selamat, keluar dari sini sekarang juga! Aku tidak keberatan lanjut ribut di kantor polisi, karena membuat kalian berdua terkapar sekarat! Mau coba?!” bentak Rhea dengan muka bengisnya. Ini kali pertama mereka melihatnya semarah itu. Meski tidak terima, tapi Lucky pilih pergi karena tahu tidak mungkin menang melawan keluarga Rhea. Sofie menyambar tasnya, lalu buru-buru menyusul pria itu keluar dari sana. Suasana jadi canggung. Mereka bertiga tidak enak hati ke Rhea, karena menutupi soal Lucky dan Sofie yang ternyata memang selingkuh saat di Lombok kemarin. “Maaf, Rhe! Kami bukan bermaksud menutupi soal mereka. Hanya bingung harus bagaimana memberitahumu,” ucap Gia. “Tidak apa, aku paham!” angguk Rhea menyambar botol minuman satunya lagi di meja, lalu meneguknya langsung. Ketiga temannya hanya meringis melihat Rhea hampir meneguk habis sisa di botol, tanpa berani menegur. Kepala Rhea makin berdenyut pusing. Bajunya belepotan kena minuman yang baru saja dia minum. Meletakkan botol wine yang sudah kosong, Rhea meraih tasnya dan beranjak berdiri. “Kamu mau kemana, Rhe? Biar aku antar. Tadi bukannya kamu datang sama Lucky!” cegah Soni melihat Rhea sempoyongan. “Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri. Nanti aku telpon Juna minta dijemput ke sini!” Rhea menggeleng tidak mau, lalu melangkah ke pintu. Ketiganya tidak bisa berbuat banyak, selain membiarkan Rhea yang masih emosi itu pulang sendiri dijemput sepupunya. Sementara Rhea yang makin keliyengan setelah meneguk hampir setengah botol wine, makin sempoyongan menelusuri lorong ruang VIP di lantai atas nightclub. Dia berhenti dan menyandar di dinding, supaya tidak tersungkur. Merogoh ponsel dari dalam tasnya untuk minta dijemput. Baru saja dia mendapat ponsel yang dicarinya, malah terpelanting jatuh kena tabrak orang. “Ponselku! Haish, sialan!” umpat Rhea celingukan mencari ponselnya. Ketemu, dia melihat benda yang dicarinya itu tergeletak di lantai dekat pintu ruang VIP depannya. Susah payah Rhea melangkah kesana, malah oleng setelah dikagetkan oleh pria yang tiba-tiba membuka pintu dan keluar dari sana. “Arghhh …” serunya kaget. Rhea pikir bakal tersungkur mencium lantai, tapi ternyata jatuh di pelukan pria itu. Mata mereka mengerjap. Mengernyit saat merasa tak asing. “Genta …” gumam Rhea mulai lemas lututnya, hingga mencengkram jaket pria itu. “Kamu mabuk?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN