“Ya Tuhaaaan! Kamu pulang, Nak?” Ibu Mirna berteriak histeris. Berlari dari teras, lupa mengenakan sandal. Demi melihat putri sulungnya datang tanpa kurang suatu apapun. Bruk! Tubuh gempal wanita itu menabrak putrinya, memeluk erat putri sulung yang sudah tiga hari tak terlihat batang hidungnya. Tangis wanita itu akhirnya pecah. Membasahi bahu putrinya yang ikut bergetar. Ibu dan anak itu bertangisan. “Maafin Mirna, Bu…” Mirna terisak. Memeluk erat wanita yang melahirkannya. Perasaan bebas dan senang yang ia rasakan saat berada di puncak gunung, mendadak berubah menjadi rasa bersalah. “Kenapa minta maaf?” Ibu Mirna melepas pelukan. Menatap putri sulungnya bingung. Sedang wajahnya berurai air mata. “Pokoknya Mirna minta maaf.” Isak tangis Mirna semakin menjadi. Ibu Mirna menangkup waj