Thalia menatap kris yang kini duduk di sofa ruang tamu. Wajah pria tampan itu menunduk dalam, membuat Thalia semakin khawatir. Karena tadi saat ia berada di apartemen Kris, Kris masih baik-baik saja. Aneh saja saat tengah malam Kris menghampirinya dan memasangg wajah seperti saat ini. "Kris, cerita sama aku. Kamu kenapa?" Tanya Thalia khawatir, karena sudah tiga puluh menit, dan Kris masih menunduk diam tanpa gerakan sedikitpun.
Thalia mendekat ke arah Kris, diraihnya tangan Kris dan menggenggamnya erat. "Aku buatin coklat hangat ya, biar kamu tenang?" Tawar Thalia hendak berdiri menuju dapur, pikirnya agar Kris tenang terlebih dahulu. Tapi tangan Kris menahannya.
Kris menatap mata Thalia dalam. "Jangan kemana-mana, aku butuh kamu." Lirih Kris.
Thalia mendekat dan langsung mendekap Kris erat, berusaha untuk mengatakan kepada Kris kalau ia tidak akan pergi. "Iya aku di sini." Ucap Thalia.
"Kamu gak bakalan pergi kayak mereka kan?" Tanya Kris memastikan.
Thalia melonggarkan pelukannya, dilihatnya Kris yang masih terdiam dengan manik mata yang sangat sayu. Thalia menangkup kedua pipi Kris dengan tangannya, berusaha membaca apa yang sedang dialami kekasihnya. Tapi Thalia benar-benar tidak bisa menebak apa yang terjadi. Karena baru pertama kalinya Kris bersikap aneh seperti saat ini. "Kamu kenapa Kris? Aku pengen kamu bilang sama aku masalah kamu." Ujar Thalia.
Beberapa saat Kris menimang, apa sudah saatnya ia mulai sedikit terbuka kepada Thalia? Pikirnya.
"Kamu bisa percaya sama aku Kris." Ujar Thalia lagi berusaha meyakinkan.
Keputusan Kris sudah bulat. Ia putuskan untuk menceritakannya kepada Thalia. Ia sangat yakin.
"Tadi, aku ke pesta mami aku Tha. tapi dia bikin aku kecewa dengan nampar aku di depan umum. Aku sempet bertengkar sama mami. Aku cuma nggak habis pikir, kenapa mami aku cuma nganggep aku aset dia aja. Aset untuk meneruskan perusahaan dia."
"Kenapa kamu bilang gitu Kris? Mami kamu sayang sama kamu. Nggak ada orang tua apalagi seorang ibu yang tidak menyayangi anaknya.
"Kamu nggak tahu Tha. Aku, hanya sebuah kesalahan di mata mereka. Aku lahir karena kesalahan mereka. Mereka cuma peduli sama perusahaan, nggak peduli sama aku Tha. Kalo mereka peduli, mereka nggak akan cerai setelah bertengkar hebat di hadapan aku dan ngomong dengan jelas kalau mereka menikah karena ada aku yang berusaha mereka gugurkan tapi nggak gugur. Dari awal aku sudah nggak mereka ingin buat hadir jadi anak mereka. Aku juga kenapa nggak gugur aja sih! Aku nggak tahu kenapa aku nggak gugur aja!"
Thalia mendekati Kris, memeluk erat Kris. "Kamu bukan kesalahan Kris, kamu adalah anugerah yang tuhan kasih buat aku. Kamu ngejaga aku, selalu ada buat aku. Kamu berarti banget buat aku." Ucap Thalia yang sudah tidak tahan untuk meneteskan air matanya mendengar cerita Kris.
"Jangan pergi kayak mereka Tha. Tetep sama aku ya?"
_____________
Perlahan Kris membuka matanya kala sinar matahari masuk dari gorden yang dibuka seseorang. Kris mulai memfokuskan penglihatannya pada sosok gadis yang tengah membuka gorden jendela tersebut. Thalia, gadis itu.
Kris memang berada di rumah Thalia karna semalam ia menginap. Kondisinya yang tidak stabil membuat Thalia khawatir jika Kris harus pulang. Kris tidur di kamar tamu yang Thalia sediakan.
Masih dengan posisi berbaring, Kris memperhatikan Thalia yang sudah menggunakan pakaian rumahnya, hotpants dengan kaus putih longgar. Rambutnya ia gelung ke atas menampilkan leher jenjangnya. Sejenak pikiran Kris menjadi kotor. Namun buru-buru ia menepis pikiran gila itu.
Selama menjalin kasih dengan Thalia, Kris tidak pernah menyentuhnya, bahkan menciumnya saja tidak. Kris menahannya selama ini meski ia ingin merasakan bibir Thalia. Memikirkannya saja sudah membuat tubuh Kris memanas. Mungkin memang sebaiknya ia tidak mencium Thalia jika tidak ingin lebih. Tapi Kris tidak munafik, ia tidak tahu sampai kapan bisa bertahan untuk tidak tergoda dengan Thalia.
"Kris," Panggil Thalia menghentikan lamunan Kris. "Ayo bangun, ini aku buatin coklat hangat biar kamu mendingan." Thalia menyodorkan secangkir coklat yang aromanya sangat menggoda. Kris duduk, merenggangkan ototnya sebentar , kemudian mengambil cangkir yang disodorkan Thalia. Ia meneguk coklat hangat itu.
"Perasaan kamu gimana?" Tanya Thalia setelah melihat Kris meneguk coklat hangat buatannya.
"Aku udah mendingan." Balas Kris dengan senyum kecil yang ia tunjukkan. Kris tahu betul kalau Thalia sedang mengkhawatirkannya.
"Huft syukurlah. Oh iya, berhubung sekarang hari minggu, kamu mau ke mana? Aku bakal nurutin apa yang kamu mau khusus buat hari ini gimana? Biar kamu nggak stress di rumah terus."
"Bener? Kamu mau nurutin?" Tanya Kris memastikan dan dibalas anggukan berkali-kali dari Thalia.
"Aku pengen nyium bibir kamu buat sarapan pagi aku. Selama kita pacaran dua tahun, aku cuman nyium pipi sama kening kamu aja. Gimana?" Tanya Kris menggodanya.
Mata Thalia kini membulat sempurna, terkejut dengan permintaan yang Kris lontarkan. Pipinya juga memerah mungkin karna malu. Thalia gugup. Kenapa Kris harus minta izinnya? Bukankah Kris bisa langsung menciumnya? Itu mungkin tidak akan membuat Thalia merasa sangat gugup seperti sekarang.
"K..ka..kamu serius?" Tanya Thalia gugup.
"Kamu gak mau?" Balas Kris berpura-pura memasang wajah kesal.
"Jangan ngambek sayang, yaudah iya aku tutup mata." Thalia memejamkan kedua matanya rapat-rapat, seraya menahan degupan jantung yang tidak mau berhenti berdetak sangat keras.
Bukannya mencium seperti apa yang Kris minta, pria itu malah memperhatikan Thalia. Tangan mungil Thalia meremas kuat ujung kausnya, sedangkan matanya begitu rapat menutup. Kris tersenyum geli melihat ekspresi Thalia saat ini, terlihat sangat jelas kalau dirinya sangat gugup.
Kris mendekat ke arah Thalia, ia menarik pinggang Thalia mendekat kemudian mencium kedua pipinya setelah itu Kris memeluk erat Thalia. Membawa tubuh mungilnya untuk ia dekap. "Aku pengen banget nyentuh bibir kamu, tapi kalo aku ngelakuin hal itu sekarang, udah pasti aku minta lebih. Aku gak mau nanti malah ngerusak kamu dengan sebuah ciuman. Kalo aku udah bisa nahan diri buat gak minta lebih, siapin diri kamu sayang." Bisik Kris menjelaskan.
Hal manis itu lagi-lagi Thalia dengar dari bibir Kris. Kekasihnya itu mungkin dingin, terlihat sangat arogan. Tapi kepada Thalia, Kris akan bersikap sangat manis. Salah satu alasan kenapa Thalia semakin menyayangi Kris.
_____________
"Huwaaaa!!! Sayang.. itu apa!!!" Pekik Thalia memeluk erat pinggang Kris.
"Hahaha itu cuman kain putih sayang," Balas Kris santai, pria itu tidak berhenti tertawa melihat ekspresi ketakutan kekasihnya.
Mereka berada di taman hiburan dan saat ini mereka memasuki rumah hantu salah satu wahana di taman hiburan tersebut. Kalau bukan karna kris yang merengek minta masuk, Thalia tidak akan mau. Ditambah mau tidak mau, Thalia harus menuruti kris untuk menaikkan moodnya yang rusak.
"Aku takut Kris, itu apa lagi?" rengek Thalia menangis di pelukan Kris.
"Udah udah, ayo kita sedikit lebih cepet buat keluar."
Setelah mereka keluar dari rumah hantu tersebut, kaki Thalia sudah tidak bisa berdiri lagi karna bergetar takut. Ia terduduk dan menutup mukanya dengan kedua tangannya.
"Sayang." panggil Kris.
Thalia masih terdiam, bahunya bergetar tanda ia menangis di balik mukanya yang ia tutup. Itu sontak membuat Kris merasa bersalah sudah memaksa Thalia masuk ke rumah hantu hanya karena ingin melihat Thalia memeluknya dan melihat ekspresi wajahnya yang menurut Kris lucu.
"Tha, jangan nangis." Ucap Kris dengan ekspresi khawatir, ia lebih dekat dan memeluk Thalia.
Gadis itu melonggarkan pelukannya dan menatap Kris. Thalia sudah sesenggukan akibat menangis dalam diam karna ketakutan. Ditatapnya mata tajam Kris, membuat sang pemiliknya merasa sangat bersalah.
"Maafin aku ya." ujar Kris nyaris tak terdengar karena ia sungguh merasa bersalah.
"Kamu, hiks, udah gak papa kan?" Tanya Thalia.
"Aku yang harusnya tanya kamu, kamu gak papa?" Jujur saja Kris merasa bingung dengan kata yang diucapkan Thalia. Seharusnya ia yang bertanya kenapa, bukan Thalia.
"Aku gak papa selama kamu bisa tertawa kayak tadi." Kris merasa jantungnya seketika berhenti berdetak. Ucapan Thalia memang singkat, tapi maknanya sangat dalam Kris dengar. Thalia memperhatikannya, Thalia peduli. "Kamu jangan sedih lagi ya, aku gak papa kok. Aku gak nangis, ini cuman air mata reflek aja keluar, soalnya kamu tahu aku takut hantu kan." jelas Thalia.
Kris terdiam beberapa lama mencerna apa yang baru saja kekasihnya lakukan. Ia masih asik dengan pikirannya, pria itu begitu beruntung, berkali-kali bersyukur tuhan mengirimkan Thalia kepadanya.
"Sayang kenapa diem?" Tanya thalia.
"Aku beryukur, punya kamu." Balas Kris.
"Aku juga bersyukur punya kamu Kris."
Banyak yang membenci kris karna sikap arogannya, banyak perempuan yang mendekatinya karna uang, banyak yang menginginkan Kris untuk pergi dan melepaskan Thalia karna dia adalah gadis yang tak pantas bersanding dengannya tapi, jika Thalia pergi untuk siapa Kris hidup? Ia tidak akan sanggup, bahkan untuk berdiri saja ia tidak akan sanggup. Egois? Untuk kali ini Kris tidak akan peduli. Ia tidak akan melepas Thalia.
"Sayang."
"Iya apa?" Tanya Kris.
"Kamu tahu berat aku turun loh." Dahi Kris mengerut, ia tidak mengerti dengan apa maksud dari ucapan Thalia.
"Maksudnya?"
"Ih gak peka kamu mah, gendong yah?"
"To the point aja kenapa, pake ngode segala. Sini naik." Kris dengan senang hati memberikan punggungnya kepada Thalia.
Dengan tawa yang mengembang Thalia langsung memeluk leher Kris dan membiarkan tubuhnya dibopong pada punggung pria itu.
Sudah 20 menit mereka berjalan memutari taman hiburan dan 20 menit lamanya Kris menggendong tubuh Thalia, membuat Thalia merasa sedikit bersalah.
"Kamu gak capek?" Tanya Thalia mengusap pelipis Kris lembut.
"Enggak kok, aku malah seneng." Dahi Thalia mengkerut.
"Kok bisa?" Kris tersenyum mendengar pertanyaan Thalia.
"Meskipun rasanya gak sekenyal kemaren tapi gak papa kok, masih terasa hangat. Punyamu tambah gede daripada 2 tahun yang lalu." jelas Kris to the point.
"Maksudnya apa say-" belum selesai Thalia meneruskan kata-katanya ia sudah berontak minta untuk diturunkan.
"Turunin cepet turunin! Sayang turunin!" Berontak Thalia yang langsung Kris turuti.
Thalia memukul punggung Kris berkali-kali, berharap Kris segera menurunkannya. Thalia malu mengingat kemarin ia tidak pakai dalaman. Dan sekarang Kris malah berterus terang mengatakannya dan lolos meracuni pikiran Thalia mengingat Kris memeluknya berkali-kali.
"Kamu kok merah gitu mukanya?" Tanya Kris dengan wajah polosnya.
"Aku malu kamu bilang gitu." Kris menyunggingkan bibirnya, ia mengacak rambut Thalia berkali-kali merasa gemas dengan sikapnya.
"Yaudah ayo pulang, nanti kamu dicariin nenek kamu."
- To be continue -