"Thalia. Pr lo udah kelar belum?" Tanya Angel yang baru saja duduk.
"Pasti mau nyalin nih? bentar gue ambil." Thalia mengambil buku tersebut dari tas yang berada di belakang punggung dan langsung memberikannya pada Angel.
"Uhh temen gue paling pinter muah."
"Alay deh Angel" Ejek Thalia yang hanya dibalas cengiran saja.
drrrttt drrtt
Handphone Thalia bergetar, gadis itu langsung melihat siapa yang mengiriminya pesan, dan benar saja kalau kris yang mengirimnya.
From : ♡♡♡
Sayang kamu di mana? Aku ke rumah kamu udah sepi aja ini rumahnya, nenek juga belum pulang dari rumah tante kamu deh.
To : ♡♡♡
Maaf ya sayang aku berangkat duluan, aku lupa gak ngabarin kamu juga. Maaf yah.
From : ♡♡♡
Yaudah gak papa sayang, aku berangkat deh ya. See you.
To : ♡♡♡
Hati hati, jangan ngebut loh ya.
From : ♡♡♡
Iya.
Thalia meletakkan ponselnya, ia menatap Angel yang sudah sangat fokus dengan buku Thalia yang ia copas. "Angel lo serius banget?" Tanya thalia.
"Sssttt diem dulu gue lagi konsen banget ini." ucap Angel memasang wajah serius.
"Idih buku dapet nyontek aja lo Ngel."
"Tapi gue butuh konsentrasi Tha. Nyontek juga harus konsentrasi." Tegas Angel mengingatkan.
"Iyadeh iya.. gue ke kamar mandi dulu deh ya?" Angel mengangguk tanpa melihat Thalia, karena sudah terlalu fokus dengan pandangannya.
Selesai buang air kecil, Thalia menuju kaca kamar mandi untuk membenahkan tatanan rambutnya, di samping Thalia ada tiga siswi yang membenarkan make up nya dengan menatap sinis ke arah Thalia, membuat Thalia merasa sedikit risih karena tatapan itu.
"idih! Ini pacar Kris? Model cabe-cabean gitu ya?" Bisik salah seorang perempuan menor melihat Thalia dari bawah sampai atas.
"Udah berapa kali ya dia ditidurin?" salah satunya berbicara dengan sangat keras.
Thalia merendam emosinya, mendengar kata meniduri membuatnya kesal. Bahkan berciuman lip to lip saja tidak pernah. Thalia menarik nafasnya dan menghembuskannya lagi. Ia mengambil tissue dan langsung keluar dari kamar mandi dengan kesalnya, bagaimana mereka bisa berpikiran seperti itu? Sedangkan mereka tidak tahu apa-apa tentangnya dan Kris.
"Sayang," panggil suara yang berada tidak jauh di belakang Thalia. Ia tahu kalau suara itu adalah suara Kris.
Thalia sontak berbalik dan mengembangkan senyumnya melihat senyuman Kris dengan melambaikan tangannya ke arah Thalia. Thalia terdiam menunggu Kris sampai di hadapannya. Kebiasaan Kris, ia selalu mengelus puncak kepala Thalia, jika tidak pasti akan mengacak-acak rambut gadis itu.
"Kamu dari mana?" Tanya kris.
"Kamar mandi." Thalia menunjuk pintu kamar mandi yang tertutup tersebut.
"Ayo ke kelas." Kris merangkul pundak Thalia, menggiringnya menuju kelas.
Di kelas, Kris langsung duduk di bangku paling belakang dengan memainkan game di handphonenya. bahkan ketika guru killer masukpun ia tidak berhenti memainkan game.
Bu Wiwin yang merasa tidak dihargai saat ia menjelaskan materi matematika membuatnya sedikit geram. Bu wiwin melangkah menuju ke arah Kris dan merampas handphonenya. Mengganggu keasikan seorang Kris, pentolan sekolah. "Apaan sih bu ngerebut handphone saya?" kesal Kris membuat satu kelas langsung menatap padanya dan bu Wiwin. Lumrah jika sekelas langsung menyorot pada keduanya. Murid dan guru yang terkenal seperti anjing dan kucing.
"Kamu ini! Mentang-mentang anak pemilik yayasan kamu bisa seenaknya? Saya di depan jelasin malah asik maen game! Udah pinter kamu?"
Kris menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mendengar ocehan guru killer di depannya. Bu Wiwin memang salah satu guru yang berani kepada Kris. Tentu karena ia sudah dipercayakan Lauren untuk tidak segan-segan menghukumnya jika salah. Lauren mempercayakan Kris kepada guru senior dan kepala sekolah. Jadi tidak heran jika guru muda, atau guru baru tidak berani padanya. Yang punya kuasa untuk melawan anak pemilik yayasan sekolah adalah guru senior saja. Karena hanya mereka yang dipercayakan Lauren dulu saat Kris masuk sekolah. Selebihnya Lauren sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga tidak sempat ke sekolah Kris lagi.
"Saya udah bisa bab yang bu Win ajari, lagian saya maen handphone tanpa suara. Balikin dong bu," Ujar Kris masih memasang wajah kesal.
Mendengar penuturan Kris, bu Wiwin menyeringai, ia tidak percaya bahwa Kris bisa karena pasalnya ia tidak pernah mau ikut pelajarannya.
"Kerjain coba. Kalo kamu bisa, ini handphone saya balikin dan terserah kamu mau ngapain selama pelajaran saya. Tapi kalo kamu gak bisa, kamu harus ikut pelajaran saya sampai kelas tiga tanpa bolos." Ucap bu Win membuat semua murid menggeleng, mereka tidak yakin Kris bisa mengerjakan soal di papan. Karena pelajaran matematika itu sangat susah. Bahkan si ranking satu Thalia Aqila saja kesusahan.
"Oke," balas Kris yang maju ke depan mengerjakan tiga soal yang ada di papan.
3 menit berlalu. Bu Wiwin dengan kacamata yang bertengger di hidungnya memperhatikn setiap coretan yang Kris buat. Sekelas juga sudah tegang. Banyak yang tidak yakin Kris bisa mengerjakan soal sukar tersebut. Thalia beda lagi, ia menelaah setiap angka yang Kris tulis. Keningnya berkerut ikut berpikir. Cara yang Kris terapkan sama sekali belum Thalia coba.
Sampai akhirnya Kris berhasil menyelesaikan soal tersebut. Ia meminta handphone-nya kepada bu Wiwin dengan percaya dirinya. "Udah kan bu ngoreksinya? Mana handphone saya?"
Bu Wiwin melirik Kris sinis, dan dengan berat hati memberikan handphone brand terkenal itu kepada Kris. Harusnya ia tidak meremehkan gosip yang beredar di antara guru-guru kalau Kris adalah murid pintar dengan IQ yang tinggi. Bu Wiwin menyesal sudah meremehkan anak brandal itu.
"Kamu kok bisa ngerjain soal di depan?" tanya bu Wiwin penasaran.
"Awal kelas sebelas, saya baca semua buku bu, jadi saya paham semuanya." Balas Kris dengan memainkan handphone-nya lagi.
Satu kelas berdecak kagum, seandainya Kris tidak dingin, tidak kasar bahkan sering tersenyum selain pada Thalia. Ia mungkin akan mempunyai banyak teman. Sayangnya takdir berkata lain.
Tentu saja setelah kejadian itu, mindset murid sekelas langsung berubah. Setidaknya kini, Kris tidak 100% murid brandal yang hanya menyusahkan guru, orang tua dan masyarakat. Kris punya keahlian. Otaknya pintar.
"Pacar lo keren banget si Tha, gue kira dia parasit idup lo." ujar Sisil yang duduk bangku depan Thalia. Sisil sampai repot-repot menolehkan kepalanya ke belakang.
"Yang bener gue kali yang jadi parasit idup dia." Balas Thalia, tersenyum miris.
"Coba aja kalo sikapnya gak nyebelin dan nurut. Perfect banget deh pasti." somot Angel.
"Ih apaan sih natap dia kek gitu! Pacar gue woy!" Thalia sewot melihat Angel terkagum-kagum. Sepertinya Angel sudah menjilat ludahnya sendiri.
"Iya iya gue tahu, abis gue baru sadar kalo dia ternyata bisa sekeren itu."
___________
Thalia duduk di samping Kris dengan memakan semangkok mie ayam. Sejak kejadian tadi pagi saat insiden kelas bu Wiwin, gosip langsung menyebar seperti wabah penyakit menular. Wajar saja karna satu sekolah baru tahu Kris adalah pria pintar dengan IQ tinggi.
Sejak tadi, adik kelas maupun kakak kelas yang melewati meja Thalia dan Kris, selalu melirik Kris dengan tatapan kagum. Itu membuat Thalia kesal sehingga tidak fokus pada mie ayam ibu Ang miliknya.
"Sayang kok gak dihabisin? Aku suapin ya?" Tanya Kris melihat Thalia hanya mengaduk-aduk mie ayamnya saja.
"Enggak, gakpapa, aku makan kok." Balas Thalia lesu.
"Mau nambah minum enggak? Aku ambilin ya?" Tawar Kris sudah berdiri dari duduknya. Tapi Thalia langsung menahan lengan pria itu.
"Enggak, ini masih ada kok. Kamu diem sini aja habisin makanan kamu."
Kris mengangguk dan kembali memakan mie ayamnya. Thalia mendesah saat melirik Kris yang sedang memakan mie ayam di sampingnya dengan tenang itu. Kris memang sempurna, pria tampan yang memiliki bulu mata yang lebat, alis tebal, mata coklat tajam, hidung mancung, bibir tebal dan rahang keras yang menandakan sifat kerasnya pula. Tidak lupa otak pintar, dan kekayaan yang ia punya. Yayasan sekolah ini hanya sebagian kecil kekayaannya. Perfect, kata itu yang digambarkan untuk kekasihnya.
Thalia meraih handphonenya yang ada di saku karena sedari tadi bergetar. Thalia melihat notif grup kelasnya sedang ramai membicarakan Kris.
FAMILY XI IPA 3
Candra : Gila! Kris ternyata pinter ya?
Angel : Emang lo gak denger gosip yang beredar?
Marcell : Gue denger tapi kagak percaya tahu.
Candra : ^2
Sisil : Udah ganteng, kaya, pinter lagi. Perfect banget.
Silvi : Btw kris gak gabung di grup yah?
Amel : iya kagak, sekelas yang punya nomer dia kan cuma Thalia.
Virda : Thalia masukin dong tha.
Marcell : Eh jangan begok! Nanti kita gak bisa ngomongin dia.
Virda : iya yah, jangan deh Tha. :v
Angel : Yang gue gak suka dari Kris itu sikap tengilnya dia. Sampek gak sadar dia sebenernya perfect banget.
Thalia : Dulu siapa yang nyuruh gue putus coba? Kalian sih gak kenal dia, dia itu baik banget meskipun emang rada tengil sih. Kris punya gue hei @Sisil @Angel
Sisil : iya gue tahu kamvret.
Candra : iya ke lo aja dia baik. @Thalia.
Thalia : ke nenek gue baik juga kok @Candra.
Candra : Thalia cakep-cakep dan ranking 1 kelas ipa 3 kok oon sih? Dia kan pacar lo ya otomatis care lah sama keluarga lo. @Thalia
Amel : Intinya gue baru sadar kris itu perfect titik.
Marcell : ^2
Via : ^3
Syafana : ^4
Angel : ^5
Sisil : ^6
Rani : ^7
Silvi : ^8
Thalia : oyyy stop :") kris punya gue @Amel @Marcell @Via @Syafana @Angel @Sisil @Rani @Silvi
Candra : Anjir kacang @Thalia
Thalia : Iya Can, gue paham @Candra udahan ah gausah omongin Kris. Dulu aja kalian benci banget. Pada jilat ludah kan lo pada.
Angel : Kami segenap XI IPA 3 meminta maaf setulus-tulusnya pada Kris Alifiandara yang perfect.
Thalia : Bodo amat.
Akhirnya percakapan mereka berhenti sampai situ. Thalia menaruh handphonenya ke saku dan melihat Kris yang sudah menatapnya sangat tajam. Membuat Thalia sedikit kaget mendapat tatapan itu.
"Kamu kok senyum senyum sendiri liat hpnya?" Tanya Kris datar.
"Ini di grup lagi rame, mereka lucu sih makanya aku senyum."
Kris menatap Thalia menyelidik. "Kamu gak bohong kan? Awas aja kamu chat sama laki-laki lain, aku hajar sampe mampus. Liat aja," ancam Kris.
"Kamu kok malah ngancem gitu? Aku gak bohong sayang, suwer."
"Serius?"
"Yaampun masa aku bohong, kan kamu setiap hari cek HP aku. Mana ada aku chat sama cowok?"
"Yaudah aku percaya,"
- To be continue -